Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) tahun 2024 mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pengelolaan belanja makanan dan minuman di RSUD Mayjen H. A. Thalib. Skandal ini menyeret nama pejabat rumah sakit, penyedia barang, hingga tata kelola keuangan yang dinilai amburadul dan berpotensi merugikan negara.
Audit ini mencatat bahwa Pemkot Sungai Penuh menganggarkan Rp 1,7 miliar untuk belanja makanan dan minuman pasien serta pegawai rumah sakit pada tahun anggaran 2023. Namun, dalam realisasinya yang mencapai Rp 1,52 miliar (89,53%), ditemukan berbagai penyimpangan dalam perencanaan, proses pengadaan, hingga pencairan dana.
Berdasarkan audit BPK RI tahun 2024, dalam proses pengadaan, PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) tidak menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS), yang seharusnya menjadi dasar penawaran harga oleh penyedia. Daari catatan BPK ditemukan bahwa PPK hanya mengikuti pola tahun-tahun sebelumnya tanpa mekanisme evaluasi yang jelas.
Kemudian pengadaan dilakukan secara langsung tanpa seleksi ketat. CV ZJ ditunjuk sebagai penyedia tanpa adanya perbandingan dengan penyedia lain. Lalu PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) mengaku tidak melakukan survei penyedia lain, dengan alasan hanya CV ZJ yang mampu menyuplai kebutuhan makanan rumah sakit sepanjang tahun.
Fakta mengejutkan dari temuan BPK RI adalah Direktur CV ZJ ternyata adalah pegawai honorer di RSUD Mayjen H. A. Thalib. Jelas ada potensi konflik kepentingan.
Ini bukan sekadar kelalaian administrasi, melainkan indikasi dugaan permainan kotor dalam pengadaan barang dan jasa di RSUD Mayjen H. A. Thalib. Dana ditransfer langsung dari rekening Bendahara Pengeluaran BLUD RSUD ke rekening pribadi Direktur CV ZJ di BPD Jambi. Uang ditarik tunai lalu diserahkan sepenuhnya kepada PPTK. Tidak ada mekanisme pencatatan dan transparansi dalam penggunaannya!
PPTK mengklaim uang digunakan untuk Belanja bahan pangan basah dan kering. Pembelian nasi kotak untuk dokter jaga IGD. Kebutuhan makan pegawai selama bulan Ramadhan. Pembayaran pajak. Namun, tidak ada bukti valid yang bisa menunjukkan mekanisme pertanggungjawaban yang jelas. Bendahara RSUD mencairkan anggaran hanya berdasarkan nota tagihan PPTK tanpa dokumen pendukung yang memadai.
BPK menyoroti sejumlah pihak yang diduga bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan ini:
🔹 PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)
➡️ Tidak menyusun HPS, melakukan penunjukan langsung tanpa seleksi penyedia, dan mengabaikan mekanisme transparansi.
🔹 PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan)
➡️ Tidak melakukan survei penyedia lain, menyusun dokumen sendiri, dan mengontrol pencairan dana tanpa mekanisme yang jelas.
🔹 Bendahara RSUD Mayjen H. A. Thalib
➡️ Mencairkan dana tanpa memperhatikan kelengkapan dokumen pertanggungjawaban.
🔹 Direktur CV ZJ
➡️ Menjadi penyedia makanan meskipun masih berstatus pegawai honorer rumah sakit.
🔹 Direktur RSUD Mayjen H. A. Thalib
➡️ Menyetujui pencairan dana tanpa verifikasi yang memadai.
Temuan BPK ini semakin menegaskan banyaknya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan anggaran rumah sakit. Siapa yang menikmati uang ini? Bagaimana aliran dananya? Harus dibuka ke publik!(*)
Add new comment