Akhir Tahun, DPR Tagih Janji Perbaikan Lingkungan PetroChina dan Jadestone di Jambi

WIB
IST

Jakarta - Menjelang tutup tahun 2025, Komisi XII DPR RI kembali menyalakan 'lampu kuning' bagi kontraktor migas di Provinsi Jambi. Parlemen mendesak pemerintah segera menindaklanjuti temuan pelanggaran lingkungan dan keselamatan kerja yang melibatkan dua raksasa migas, PT PetroChina International Jabung Ltd dan PT Jadestone Energy.

Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, menegaskan bahwa hingga akhir Desember ini, pihaknya masih menagih komitmen perbaikan dari hasil evaluasi bulan lalu. Ia meminta Kementerian ESDM, SKK Migas, dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tidak kendor mengawasi tata kelola perusahaan tersebut agar tidak mencoreng wajah industri migas nasional di mata publik.

"Pengawasan lingkungan harus diperketat agar tidak ada lagi dampak pencemaran atau pelanggaran di lapangan. Ini menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan pelaku usaha," tegas Bambang, merefleksikan kembali poin krusial dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pertengahan November lalu.

Evaluasi akhir tahun ini menyoroti laporan masyarakat yang belum tuntas terkait dugaan pencemaran limbah di wilayah kerja PetroChina di Jabung. Anggota Komisi XII DPR RI, Muhammad Rohid, mengungkapkan fakta lapangan yang memprihatinkan.

Rohid menyebut air sungai di sekitar area operasi berubah warna menjadi hitam pekat. Kondisi ini dinilai sudah melampaui batas toleransi dan sangat merugikan warga setempat.

"Airnya hitam, ikan pun enggak mau lewat. Ini bukan lagi pencemaran, tapi sudah zolim," cetus Legislator Fraksi Gerindra tersebut dengan nada tinggi.

Ia bahkan mendesak opsi ekstrem jika tidak ada perbaikan nyata. "Kalau begitu, PetroChina layak dihentikan dulu operasinya sampai audit lingkungan dilakukan," tambahnya.

Selain isu limbah, aspek keselamatan infrastruktur juga menjadi 'bom waktu' yang disorot DPR. PT Jadestone Energy dinilai melakukan pelanggaran teknis fatal dalam pemasangan pipa gas bumi.

Berdasarkan temuan, pipa migas dipasang hanya berjarak satu meter dari badan jalan nasional. Padahal, Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2001 mensyaratkan jarak aman minimal tiga hingga lima meter demi keselamatan publik.

"Permen ESDM jelas mengatur jarak aman pipa. Tapi perusahaan ini pasang pipa satu meter dari jalan besar. Ini bahaya untuk masyarakat," ujar Rohid.

DPR menolak alasan perusahaan yang berlindung di balik izin Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN). Menurut parlemen, standar keselamatan migas (safety) adalah harga mati yang tidak bisa ditawar hanya dengan izin administratif jalan.

Menutup tahun 2025, Komisi XII meminta Dirjen Migas dan Kepala SKK Migas segera berkoordinasi dengan BPJN untuk mengevaluasi ulang proyek pipa tersebut.

"Kalau SKK Migas tetap diam, itu artinya mereka turut membiarkan pelanggaran terjadi. Pemerintah harus tegas agar ada efek jera. Jangan sampai masyarakat terus jadi korban," pungkas Rohid.

Komisi XII memastikan akan terus mengawal kasus ini memasuki tahun 2026 mendatang untuk memastikan pembangunan energi tidak mengorbankan keselamatan warga Jambi.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network