Seleksi Direktur PD Serumpun Pseko Kabupaten Sarolangun tahun 2025 yang diumumkan pada 18 Juli lalu, kini menuai lebih banyak polemik daripada pelamar. Pendaftaran yang diperpanjang karena minimnya peserta justru memantik kritik dari publik hingga praktisi hukum.
Praktisi hukum Adv. Yuskandar, SH menuliskan kritik pedas lewat akun Facebook miliknya.
“Sepi Peminat!!!! Apakah Publik tidak Tahu ataukah Publik memang sudah Tahu… bahwa itu bukan tempe?”
Ungkapan sarkas itu menggambarkan dua kemungkinan. Publik memang tak tahu karena kurangnya sosialisasi. Atau sudah tahu, tapi ogah ikut karena hasilnya bisa ditebak sejak awal.
Seleksi ini diumumkan secara resmi di laman Pemkab Sarolangun (https://sarolangunkab.go.id) dengan nomor pengumuman 02/Pansel-SP/2025. Namun, menurut sejumlah pihak, prosesnya dianggap terburu-buru dan tak cukup hati-hati dari sisi hukum.
Mengapa?
PD Serumpun Pseko masih berbentuk perusahaan daerah berdasarkan Perda No. 44 Tahun 2001. Padahal, sejak UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bentuk itu sudah dianggap usang. Dalam Pasal 402 ayat (2) UU 23/2014, seluruh BUMD yang lama wajib menyesuaikan bentuk badan hukumnya menjadi Perumda atau Perseroda paling lambat 3 tahun setelah UU ini disahkan.
"Itu artinya, sejak 2017, PD Serumpun Pseko secara hukum sudah seharusnya berubah bentuk, bukan lagi berbentuk “PD”," ujar mantan Anggota DPRD Sarolangun itu.
Akibatnya fatal. Menurut Yuskandar, BUMD yang belum menyesuaikan bentuknya tak bisa melakukan tindakan hukum seperti melakukan seleksi direksi, perjanjian kerjasama, atau menerima penyertaan modal. Semua itu harus dilakukan oleh badan hukum sah, sesuai UU PT dan PP 54/2017 tentang BUMD.
Yang lebih krusial, kata Yuskandar, dokumen seleksi diduga melonggarkan syarat administratif secara tak sah. Misalnya pada poin 7, syarat pengalaman kerja disebut.
“minimal 5 tahun di bidang manajerial perusahaan berbadan hukum dan/atau lembaga/instansi lainnya”.
Padahal, lanjut Yuskandar, menurut PP 54/2017 dan Permendagri No. 37/2018, syaratnya sangat spesifik.
“pengalaman kerja minimal 5 tahun di bidang manajerial perusahaan berbadan hukum dan pernah memimpin tim”.
Tambahan frasa “dan/atau instansi lain” ditengarai membuka celah bagi peserta yang seharusnya tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi. Ini yang oleh Yuskandar dikritisi sebagai potensi perbuatan curang, bahkan indikasi pelanggaran Pasal 9 UU Tipikor jo Pasal 416 KUHP.
Poin 12 pengumuman seleksi juga menyebut.
“Tidak sedang menjadi pengurus partai politik, calon kepala daerah/wakil, dan/atau calon anggota legislatif”.
"Frasa “calon” dianggap multitafsir. Bagaimana dengan mantan caleg Pemilu 2024 yang tidak terpilih, tapi baru saja ikut pemilihan? Apakah mereka bisa ikut seleksi? Banyak yang menilai Pansel seharusnya meminta fatwa resmi dari instansi seperti Kemendagri atau KASN untuk menghindari gugatan hukum di kemudian hari," jelasnya.
Masalah regulasi PD Serumpun Pseko seharusnya menjadi prioritas. Sebab, dengan terbitnya Permen ESDM No. 14 Tahun 2025, pemerintah membuka peluang bagi BUMD untuk ikut mengelola Participating Interest (PI) 10% di blok migas wilayahnya. Sarolangun adalah daerah penghasil minyak dan gas. Tapi jika legalitas BUMD-nya tidak kuat, peluang itu akan hilang.
Lebih jauh lagi, seleksi ini dilakukan tanpa menyelesaikan audit atas penyertaan modal sebelumnya. Sampai kini, pertanggungjawabannya belum jelas.
"Ini bisa menjadi beban bagi direktur baru yang nanti terpilih, dan membuat kepercayaan publik makin terkikis," katanya.
Yuskandar menyarankan tunda seleksi, benahi dulu badan hukumnya. Bentuk ulang PD Serumpun Pseko menjadi Perumda atau Perseroda melalui Perda dan akta notaris, lalu barulah dilakukan seleksi ulang direksi sesuai hukum yang berlaku.
"Karena lebih baik terlambat tapi sah, daripada cepat namun cacat," tegasnya.
Karena tempe pun tahu kapan harus dibungkus ulang, agar tidak basi di kemudian hari.(*)
Add new comment