Prabowo Sentil “Tantiem Akal-akalan” Komisaris BUMN: Bonus Jumbo, Kinerja Pas-pasan? Gaji Komisaris BUMD Sama aja Pak?

WIB
IST

Presiden Prabowo Subianto menyebut tantiem komisaris BUMN sebagai “akal-akalan”. Data menunjukkan komisaris bank BUMN menerima bonus jumbo puluhan miliar meski laba stagnan. Fenomena serupa terjadi di daerah. Ada direksi maupun komisaris di BUMD yang mengantongi bonus miliaran di tengah penurunan laba.

***

Presiden Prabowo Subianto dalam pidato penyampaian Rancangan APBN 2026 di Gedung Parlemen, Jakarta, pada 15 Agustus 2025 secara terang-terangan mengkritik praktik pembagian tantiem (bonus dari keuntungan) bagi direksi dan komisaris BUMN. Di hadapan sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR-DPD, Prabowo menyebut pemberian tantiem tersebut sebagai “akal-akalan” belaka.

Istilah asing “tantiem”, dipilih agar publik tidak paham bahwa itu sejatinya trik para petinggi BUMN untuk mengeruk keuntungan pribadi.

“Saya tidak mengerti apa arti tantiem itu. Itu akal-akalan mereka saja. Dia memilih istilah asing supaya kita tidak mengerti apa itu tantiem,” tegas Prabowo, disambut riuh hadirin sidang.

Prabowo mengungkapkan contoh mencolok.

"Masa ada komisaris yang rapat sebulan sekali, tapi tantiemnya Rp 40 miliar setahun,” ujarnya heran.

Padahal, menurut Prabowo, banyak BUMN yang kondisi keuangannya tidak sehat.

“Perusahaan rugi, komisarisnya banyak banget,” sindirnya.

Ia menilai tidak masuk akal jika perusahaan merugi atau laba hanya sedikit namun pimpinan perusahaan tetap menikmati bonus besar.

Dalam arahannya, Presiden menghapus pemberian tantiem bagi direksi dan komisaris BUMN, terutama jika kinerja perusahaan buruk. Ia telah menugaskan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) agar menerbitkan kebijakan melarang tantiem bagi komisaris BUMN.

"Direksi pun tidak perlu tantiem kalau rugi, dan untungnya harus untung bener, jangan untung akal-akalan,” tegas Prabowo.

Ia juga memerintahkan jumlah komisaris BUMN dikurangi maksimal 6 orang (idealnya 4–5 orang) demi efisiensi.

Lebih jauh, Prabowo menyatakan siap kehilangan para pejabat BUMN yang tidak setuju dengan kebijakan ini.

“Kalau direksi atau komisaris itu keberatan (tantiem dihapus), segera berhenti!” ancamnya, seraya menyebut banyak anak muda kompeten siap menggantikan posisi tersebut.

Sikap tegas Presiden ini mendapatkan aplaus meriah di ruang sidang.

Bonus “Jumbo” Komisaris BUMN vs Kinerja yang Dicapai

Pernyataan Prabowo bukan tanpa alasan. Data laporan keuangan menunjukkan bonus dan tantiem jajaran petinggi BUMN – terutama bank-bank milik negara – mencapai angka fantastis, tidak sebanding dengan pertumbuhan kinerja.

Contohnya, PT Bank Mandiri (Persero) tahun 2024 membagikan total bonus/tantiem Rp 1,33 triliun untuk direksi dan komisarisnya, naik 73,6% dibanding 2023. Rinciannya, untuk direksi Rp 945,86 miliar (naik ~70%) dan untuk dewan komisaris Rp 388,82 miliar – melonjak 86,4% dari tahun sebelumnya. Dengan 10 komisaris, rata-rata tiap komisaris Mandiri mengantongi hampir Rp 39 miliar bonus tahun itu.

Ironisnya, laba bersih Bank Mandiri hanya tumbuh 1,3% pada 2024 (sekitar Rp 55,78 triliun). Artinya, lonjakan bonus komisaris 86% jelas tak sebanding dengan pertumbuhan laba hanya 1%–2%. Bank BRI, yang meraup laba terbesar BUMN tahun 2024 (Rp 60,64 triliun konsolidasi, tumbuh flat ~0,36%), turut menaikkan bonus top manajemennya sekitar 61% yoy.

BRI memberikan total Rp 259,84 miliar bagi komisarisnya di 2024 (sekitar Rp 26 miliar per komisaris), padahal laba bersih bank hanya naik tipis ~3% (bank only). Sementara Bank BNI yang laba 2024-nya Rp 21,5 triliun (naik ~2,7% yoy), justru meningkatkan total bonus jajaran direksi+komisaris 82,96% menjadi Rp 576,34 miliar.

Untuk komisaris BNI dialokasikan Rp 172,38 miliar (naik ~90% yoy), rata-rata Rp 15,6 miliar per komisaris. Sebagai perbandingan, bank swasta terbesar BCA yang laba 2024-nya tumbuh sehat 14% justru “hanya” menaikkan bonus manajemen ~15% – total Rp 765 miliar, kurang dari setengah bonus Bank Mandiri.

Pada tabel berikut tergambar kontras antara bonus komisaris beberapa bank BUMN tahun 2024 dengan kinerjanya:

Perusahaan (BUMN)Bonus/Tantiem untuk Komisaris (2024)Laba Bersih 2024 & Pertumbuhan
Bank Mandiri (Persero)Rp 388,8 miliar (total, ≈Rp 38,9 miliar per komisaris)Rp 55,78 triliun (↑ hanya 1,3% yoy)
Bank Rakyat Indonesia (BRI)Rp 259,8 miliar (total, ≈Rp 26,0 miliar per komisaris)Rp 60,64 triliun (↑ 0,36% yoy, konsol.)
Bank Negara Indonesia (BNI)Rp 172,4 miliar (total, ≈Rp 15,7 miliar per komisaris)Rp 21,5 triliun (↑ 2,7% yoy)

BUMN perbankan membukukan pertumbuhan laba rendah (0–3% pada 2024), namun memberikan kenaikan bonus puluhan hingga puluhan persen bagi petinggi. Hal ini menimbulkan pertanyaan soal kewajaran insentif dibanding kinerja nyata.

Bahkan valuasi pasar BUMN tersebut jauh di bawah bank swasta (valuasi Mandiri ±Rp 440 triliun vs BCA Rp 1.100 triliun), namun bonus manajemen Mandiri nyaris dua kali lipat BCA. Kritik pun mencuat bahwa di saat pemerintah gencar efisiensi anggaran, justru “kalangan atas pesta pora” dengan kompensasi jumbo.

Para pengamat menilai peningkatan laba besar bukan semata prestasi direksi. Piter Abdullah, Direktur Segara Institute, mengatakan sebagian laba besar bank BUMN diperoleh dari penempatan dana di obligasi pemerintah dan instrumen moneter, bukan hasil penyaluran kredit atau efisiensi operasional.

"Keuntungan yang bukan dari penyaluran kredit menurut saya tidak seharusnya mendapatkan bonus,” ujarnya mengingatkan.

Artinya, manajemen tak layak mengklaim semua laba sebagai buah kinerja hebat, apalagi jika profit terdongkrak faktor eksternal (bunga tinggi, penempatan aman) yang minim risiko. Meski begitu, sebagian kalangan memahami bonus besar itu sebagai praktek lazim hasil negosiasi antara pemilik (pemerintah) dan manajemen.

Doddy Ariefianto, ekonom Binus, menyebut bonus bankir BUMN sah karena sudah disepakati bersama pemegang saham, meski ia menyarankan mekanisme pencairan bertahap agar manajemen bertanggung jawab jangka panjang (mirip praktik perbankan di luar negeri).

Praktik di Daerah

Fenomena “bonus akal-akalan” ternyata tak hanya di pusat. Di daerah, kasus serupa bisa saja terjadi. Walau skala angkanya lebih kecil, pola pembagian bonus di daerah seringkali tidak sebanding dengan capaian.

Sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD) pada 2023–2024 mencatat laba tinggi dan membagikan bonus/tantiem bernilai besar kepada manajemen. Tantiem sendiri didefinisikan sebagai bagian dari laba bersih BUMD yang diberikan kepada Dewan Komisaris/Pengawas dan Direksi sebagai penghargaan atas kinerja. Contoh praktik di BUMD perbankan.

Bank Jatim (Jawa Timur). Pada RUPS Tahunan Tahun Buku 2023, Bank Jatim membagikan total bonus dan tantiem sebesar Rp 367,52 miliar. Porsi 86,5% dialokasikan untuk ribuan karyawan, sementara ~13,5% (sekitar Rp 49,6 miliar) dibagi untuk 7 direksi dan 3 komisaris. Nilai ini terbilang jumbo, namun sejalan dengan kinerja positif Bank Jatim yang mencatat laba bersih Rp 1,2 triliun lebih pada 2023.

Bank DKI (DKI Jakarta). Bank DKI berhasil meraih rekor laba bersih ~Rp 1,02 triliun di tahun 2023 (naik 8,63% YoY). Pembagian tantiem 2023 (diputuskan Februari 2024) juga disetujui pemegang saham melalui RUPS, meskipun angkanya tidak dipublikasikan luas.

Namun, memasuki 2024 kinerja Bank DKI menurun (laba turun ke Rp 779 miliar) sehingga bonus manajemen di 2024 kemungkinan lebih kecil. Belajar dari kasus ini, fokus perhatian ada pada peningkatan pelayanan Bank DKI, apalagi sempat terjadi gangguan besar layanan digital pada akhir 2023 yang membuat Direktur IT dicopot oleh pengurus daerah (Pj Gubernur) demi akuntabilitas.

Bank BJB (Jawa Barat & Banten). Sebagai BUMD besar yang terbuka (Tbk), Bank BJB konsisten mencetak laba tinggi (Rp 1,36 triliun pada 2024) dan menebar dividen 65,5% laba. Bonus dan tantiem bagi manajemen BJB tergolong besar namun relatif proporsional terhadap pencapaian. Menjelang RUPS 2025, Gubernur Jawa Barat selaku pemegang saham pengendali bahkan mengusulkan perampingan jajaran direksi/komisaris untuk efisiensi. Pergantian Dirut dan restrukturisasi ini mencerminkan upaya menyeimbangkan remunerasi manajemen dengan kinerja dan efisiensi perusahaan.

Bank Sumsel Babel (Sumatera Selatan & Bangka Belitung). Contoh menarik terjadi di Bank Sumsel Babel pada awal 2025: RUPS-LB memutuskan pemotongan tantiem direksi sebesar 50% dari nilai sebelumnya. Gubernur Sumsel Herman Deru menjelaskan, langkah ini diambil karena target laba tahun 2024 tidak tercapai.

Meski demikian, jasa produksi dan bonus untuk karyawan tetap utuh agar moral pegawai terjaga. Kasus ini menunjukkan intervensi pemilik modal (kepala daerah) untuk menekan bonus manajemen ketika kinerja BUMD dianggap belum memuaskan, sehingga nilai tantiem yang semula besar “dipangkas” demi akuntabilitas.

Di luar sektor perbankan, sejumlah BUMD milik daerah (misalnya PDAM dan perusahaan daerah sektor energi) juga mendapat sorotan karena pemberian bonus atau tantiem besar yang dinilai tak sebanding dengan kinerja ataupun menyalahi aturan. Beberapa contohnya, PDAM Kota Makassar (Sulsel).

Praktik pembagian laba PDAM Makassar 2016–2018 terungkap menimbulkan kasus hukum. Jaksa mengungkap bahwa jajaran direksi PDAM menerima tantiem dan bonus (jasa produksi) miliaran rupiah tiap tahun, bahkan khusus tahun buku 2017 Dirut PDAM (Haris Yasin Limpo, adik kandung Menteri Pertanian saat itu) menerima sekitar Rp 1 miliar sebagai bonus dari laba.

Pembagian tantiem direksi 2016 tercatat Rp 3,2 miliar dan jasa produksi karyawan Rp 6,4 miliar. Meski dasar hukumnya berupa SK Wali Kota, pembagian laba ini diduga tidak sesuai prosedur (dilakukan tanpa rapat direksi lengkap dan tanpa transparansi, sehingga dianggap merugikan keuangan daerah.

Kasus ini berujung pada dakwaan korupsi terhadap Dirut dan Direktur Keuangan PDAM Makassar periode 2015–2019. Publik Makassar pun terkejut mengetahui besarnya bonus manajemen PDAM di tengah kinerja pelayanan air yang masih banyak dikeluhkan.

PDAM Cilegon (Banten) . Tahun 2023, terkuak kontroversi gaji ganda Dirut Perumda Air Minum Cilegon. Taufiqurrahman (Dirut PDAM Cilegon) diduga menerima dua kali gaji selama menjabat, dengan total kelebihan sekitar Rp 1,2 miliar yang tidak semestinya.

Temuan ini muncul dalam audit Inspektorat Jenderal Kemendagri, yang merekomendasikan ia mengembalikan uang Rp 1,2 miliar tersebut ke kas daerah. Kasus gaji dobel ini memicu sorotan tajam dari publik dan pemkot setempat. Pihak Dirut sempat menyanggah temuan itu dan menuntut klarifikasi resmi, namun pemerintah daerah menegaskan bahwa pengangkatan dan hak keuangan Dirut BUMD adalah ranah Wali Kota sehingga harus sesuai regulasir. Polemik ini menunjukkan pentingnya transparansi penghasilan pejabat BUMD; tanpa audit yang cermat, praktik remunerasi tak wajar bisa luput dari pengawasan.

Di Jambi, sempat tersorot tantiem atau bonus jajaran direksi dan komisaris perbankan. Kinerja tahun 2024 sebenarnya mengalami penurunan. Penurunan laba terjadi karena pendapatan bunga turun ~6,8% dan beban operasional naik. Meski profit melemah, manajemen tetap menerima bonus belasan miliar melalui persetujuan RUPS pemegang saham.

Fakta bahwa direksi membagi bonus belasan miliar di saat laba menurun mengundang kritik. Setiap rupiah profit idealnya kembali ke kas daerah sebagai dividen untuk masyarakat. Apakah layak manajemen mendapat bagian besar ketika kinerja justru melemah?

Di Jambi, isu bonus ini relatif baru muncul ke publik melalui pemberitaan, sejalan dengan gaung kebijakan Presiden di tingkat nasional.

Kritik Prabowo terhadap tantiem komisaris mendapat banyak dukungan. Dari parlemen, Ketua DPR Puan Maharani menyatakan sependapat bahwa keuntungan BUMN sebaiknya dikembalikan ke negara untuk rakyat, ketimbang dinikmati komisaris-direksi jika laba perusahaan kecil atau merugi.

“Ada baiknya keuntungan tersebut, kalau untung betul, dikembalikan kepada negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

Puan menegaskan masalah muncul bila laba tidak seberapa tapi tetap habis untuk bonus pimpinan perusahaan. Sejalan dengan itu, Komisi VI DPR yang membidangi BUMN juga menyambut baik langkah Presiden. Rivqy Abdul Halim, anggota Komisi VI, mendukung penuh penghapusan tantiem dan pemangkasan komisaris BUMN.

Ia menilai komisaris harus fokus pada pengawasan kinerja, dan tanpa kontribusi nyata tak pantas menerima bonus tantiem. “Kalau perusahaannya rugi, direksi juga tidak layak mendapat tantiem. Bonus hanya diberikan jika kinerja positif dan bermanfaat nyata bagi negara dan masyarakat,” tegas politisi tersebut.

DPR berharap kebijakan ini menjadi momentum reformasi tata kelola BUMN yang lebih transparan, akuntabel, dan pro-publik.

Pejabat terkait di pemerintahan pun mendukung. Prasetyo Hadi, Menteri Sekretaris Negara, menjelaskan Presiden Prabowo ingin komisaris BUMN fokus membenahi perusahaan, bukan sibuk mengejar bonus.

Istana menegaskan penugasan komisaris adalah amanah pengabdian, bukan ladang insentif pribadi. Sudaryono, Wakil Menteri Pertanian yang merangkap Komisaris Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), bahkan blak-blakan setuju tantiem dihapus.

“Setuju, tantiem nggak perlu, kita ini pengabdian. Kalau mau kaya, nggak usah jadi pejabat. Mau kaya jadi pengusaha,” kata Sudaryono di kompleks parlemen, sembari mendukung ultimatum Prabowo agar yang tak mau ikuti kebijakan silakan mundur.

Sudaryono menegaskan jabatan komisaris/direksi adalah bentuk pengabdian kepada negara, sehingga tidak semestinya diburu demi keuntungan pribadi.

Menariknya, di kalangan komisaris BUMN sendiri terjadi “insaf mendadak”. Denny Januar Ali (Denny JA), seorang pengamat politik yang baru diangkat menjadi Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi (anak usaha Pertamina), sempat dikabarkan mengkritisi kebijakan larangan tantiem oleh BPI Danantara.

Dalam catatan yang beredar, Denny JA awalnya menilai pelarangan tantiem kurang sesuai konteks, dengan alasan secara tata kelola global pemberian tantiem kepada komisaris adalah praktik lazim di sistem two-tier board seperti Indonesia. Ia menyebut di banyak negara Eropa, komisaris yang aktif mengawasi memang diberi tantiem sebagai wajar.

Namun, setelah pernyataan tegas Presiden (yang bahkan mempersilakan komisaris tak setuju untuk mundur), Denny JA segera menyatakan dukungannya.

“Saya menyambut dan menyetujui sepenuhnya pesan Presiden, bahwa komisaris harus membenahi BUMN dan tidak memburu tantiem,” tulis Denny JA dalam klarifikasinya.

Ia mengaku menerima pesan Presiden itu sebagai “panggilan hati” untuk menjadikan jabatan komisaris sebagai jalan pengabdian dan kontribusi, bukan semata posisi strategis mengejar insentif.

Gugatan Prabowo atas “tantiem akal-akalan” membuka babak evaluasi kritis terhadap budaya internal BUMN/BUMD. Reaksi beragam muncul. Namun sejauh ini lebih banyak yang mendukung perubahan. Iklim politik pun condong mengapresiasi gebrakan ini sebagai komitmen antikorupsi dan keberpihakan pada rakyat.

Langkah Prabowo bisa dianggap sebagai “sentilan” budaya korporasi BUMN yang selama ini mungkin terlena zona nyaman. Komisaris dan direksi BUMN/BUMD diingatkan kembali bahwa jabatan mereka adalah penugasan negara.

Gerakan “bersih-bersih tantiem” ini baru langkah awal reformasi. Selanjutnya, Prabowo akan bersih-bersih para mafia penjagal uang negara.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.