SP-1 Dinas PU Kota Jambi Bikin Geger, Acok Siap Lawan Balik!

WIB
IST

Surat Peringatan Pertama (SP-1) yang dilayangkan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Jambi kepada pengusaha Budi Harjo alias Acok kini berbuntut panjang. Alih-alih meredakan konflik tanah antara Acok dan Fendi, surat bernomor 600.3.3/1023/V.13-DPUPR/2025 tertanggal 17 September 2025 itu justru memantik perlawanan hukum balik dari kubu Acok.

Lewat kuasa hukumnya, Irwan, SH dan Ilhammi, SH dari Kantor Hukum IRWAN, SH & Partner’s, Acok menegaskan siap melakukan perlawanan hukum. Mereka menyebut tindakan PUPR telah “offside” dan berpotensi melanggar hukum administrasi.

Konflik tanah ini sejatinya berawal dari bidang tanah selebar 11,5 meter di kawasan Jalan Lingkar Selatan, RT 02 Kelurahan Talang Gulo, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi, persis di depan Mako Brimob Polda Jambi.

Fendi mengklaim tanah selebar itu adalah jalan, yang tercantum dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 3594 (3.595 m²) dan SHM No. 3595 (4.904 m²) atas namanya. Sedangkan Acok bersikeras bidang itu masuk ke dalam SHM miliknya, sehingga ia memagari areal tersebut.

Sengketa ini sudah masuk ranah hukum dengan perkara Nomor 252/Pdt.G/2024/PN Jmb di Pengadilan Negeri Jambi. Posisi Fendi sebagai Penggugat, sementara Budi Harjo sebagai Tergugat I, Hendri Tergugat II, dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Jambi sebagai Turut Tergugat.

Namun, ketika proses perdata masih berjalan, Dinas PU Kota Jambi tiba-tiba melayangkan SP-1 yang memerintahkan Acok membongkar pagar miliknya. Langkah ini dinilai janggal oleh pihak Acok.

Kuasa hukum Acok, Irwan, SH, menyebut tindakan PUPR adalah bentuk intervensi yang keliru.

“Ini proses hukum yang sepenuhnya berada di pengadilan. Bukan sengketa individu melawan publik atau negara. Jadi kami menilai Dinas PU telah offside,” ujarnya kepada wartawan.

Menurutnya, PUPR telah melampaui kewenangan dengan ikut campur dalam perkara yang belum inkracht. Petitum gugatan Fendi memang meminta pagar dibongkar, namun itu masih sebatas tuntutan, bukan putusan hakim.

“Petitum bukanlah putusan dan tidak berkekuatan hukum tetap. Tindakan PUPR memerintahkan pembongkaran pagar sebelum ada putusan inkracht adalah bentuk intervensi yang salah kaprah,” tegasnya.

Dalam surat tanggapan tertanggal 19 September 2025, kuasa hukum Acok menuding PUPR melakukan potensi maladministrasi. Yakni Ultra vires, bertindak di luar kewenangan.

“Hak menilai sah atau tidaknya kepemilikan tanah hanya ada di pengadilan,” ujarnya.

Lalu Praduga sah sertifikat. SHM milik Acok tetap sah hingga ada putusan pengadilan yang membatalkannya.

“Dengan surat itu, PUPR mengabaikan asas fundamental,” katanya.

Terakhir potensi memihak. Dengan menerjemahkan petitum gugatan Fendi ke dalam SP-1, PUPR dianggap berdiri di pihak penggugat.

“Apabila setelah surat tanggapan ini disampaikan pihak Dinas PUPR masih melakukan tindakan, maka kami tidak akan segan melakukan upaya hukum,” ancam kuasa hukum Acok.

Tak hanya ke PUPR, surat dari tim hukum Acok itu juga ditembuskan ke enam institusi, yaitu Kapolda Jambi, Kejati Jambi, Ketua PN Jambi, Wali Kota Jambi, Ketua DPRD, dan Kapolresta Jambi.

Manuver ini jelas menaikkan tensi konflik. Sengketa yang semula sebatas persoalan pagar antarwarga kini melibatkan dinas teknis dan aparat penegak hukum.

“Risikonya bukan sekadar cacat prosedur, tapi juga bisa masuk ke dugaan penyalahgunaan wewenang pejabat,” beber Irwan.

Sebelumnya, Kabid Tata Ruang Dinas PU Kota Jambi, Laswanto, telah memberikan klarifikasi. Ia menegaskan, surat itu tidak dikeluarkan untuk memihak salah satu pihak, melainkan semata menjalankan aturan sesuai kewenangan.

“Kita hanya melaksanakan sesuai aturan. Tidak ada keberpihakan,” ujar Laswanto kepada Jambi Link/Jambi Satu, Jumat (19/9/2025).

Laswanto menjelaskan, persoalan ini bermula dari adanya dua versi klaim posisi tanah antara Fendi dan Budi Harjo.Versi Fendi, dalam SHM No. 3594 dan 3595 miliknya, tercatat di samping tanahnya, yang berbatasan langsung dengan lahan Budi Harjo, terdapat jalan selebar 11,5 meter. Jalan itu tercantum jelas dalam gambar sertifikat tanah Fendi.

Versi Budi Harjo, dalam SHM miliknya, tidak ada peta atau data mengenai jalan tersebut. Karena itu, Budi Harjo bersikeras bahwa pagar yang ia bangun berdiri di atas tanah miliknya sendiri, sesuai batas patok di sertifikat.

Namun, menurut Laswanto, hasil pengecekan lapangan yang dilakukan PUPR Kota Jambi dan data yang diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta pengukuran resmi menunjukkan fakta berbeda.

“Berdasarkan data yang kita peroleh, baik dari BPN, pengecekan langsung, maupun dokumen yang ada, ditemukan bahwa ada tanah seluas 11,5 meter yang tidak masuk ke dalam area SHM Budi Harjo,” bebernya.

Tanah seluas itu, jelas Laswanto, merupakan jalan yang sudah ditetapkan dalam dokumen resmi.

“Jadi, yang kita lakukan adalah mengamankan aset negara. Tanah selebar 11,5 meter itu adalah jalan, dan tugas kita mengamankan kepentingan negara sekaligus kepentingan semua pihak,” tegasnya.

Laswanto menambahkan, bila pagar yang menutup akses itu dibongkar, baik Fendi maupun Budi Harjo akan tetap bisa memanfaatkannya sesuai fungsinya.

“Artinya, jalan itu untuk kepentingan bersama. Bukan hanya milik satu pihak,” ujarnya.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network