Ketua Umum Gabungan Pengusaha Dapur Bergizi Indonesia (Gapembi), H. Alven Stony, angkat bicara menepis isu liar soal adanya ribuan dapur fiktif dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Alven menegaskan, tudingan itu tak berdasar dan muncul akibat kesalahpahaman publik terhadap mekanisme sistem di Badan Gizi Nasional (BGN).
Menurutnya, lokasi-lokasi yang dituding fiktif sebenarnya adalah calon mitra yang telah mendaftar dan sedang dalam tahap persiapan.
“Tidak ada dapur fiktif. Lokasi-lokasi yang disebut fiktif itu sebenarnya sudah diajukan masyarakat melalui laman resmi BGN. Pengajuan itu terbuka bagi siapa pun, asalkan memenuhi syarat administrasi dan lokasi yang sesuai,” ujar Alven usai bincang pagi pengurus Gapembi bersama Ketua BGN Dadan Hindayana di Jakarta, Senin (6/10/2025).
Alven membeberkan alur proses yang sering disalahpahami. Setelah sebuah lokasi disetujui oleh BGN, statusnya di dalam sistem akan otomatis berubah menjadi "proses persiapan". Sejak status itu muncul, calon mitra diberi waktu 45 hari untuk mulai beroperasi.
Jika dalam kurun waktu tersebut belum ada kemajuan signifikan, BGN akan mengambil langkah lanjutan.
“Apabila dalam masa tersebut belum menunjukkan perkembangan berarti, pihak BGN akan memanggil mitra atau yayasan terkait untuk menandatangani komitmen wajib operasional,” jelas pengusaha sukses asal Jambi itu.
Setelah komitmen ditandatangani, masih ada kelonggaran waktu.
"Dari tanggal komitmen itu, diberi waktu maksimal satu bulan untuk memulai operasional. Kalau tetap belum bisa berjalan, maka dilakukan roll back agar kesempatan bisa diberikan kepada calon mitra lain yang siap. Jadi prosesnya adil bagi semua pihak,” tegas Alven.

Terkait isu adanya penolakan dari sebagian sekolah, Alven Stony memastikan bahwa program MBG berjalan tanpa paksaan. Sekolah, terutama swasta yang sudah mandiri, diberikan kebebasan penuh untuk ikut serta atau tidak.
“Kalau sekolah-sekolah swasta yang sudah mapan merasa tidak memerlukan MBG, silakan saja menolak. Tapi jangan memprovokasi sekolah lain agar ikut menolak,” ujarnya.
Ia menambahkan, di sisi lain, banyak sekolah dan pesantren justru sangat antusias untuk bergabung. Bahkan, kantin sekolah yang sudah ada bisa diberdayakan menjadi dapur MBG selama memenuhi syarat yang berlaku.
“Program ini terbuka, transparan, dan berpihak pada peningkatan gizi anak bangsa. Mari melihatnya secara objektif dan jangan mudah terpengaruh isu yang belum terbukti,” katanya.
Sekretaris Jenderal Gapembi, Hasan Basri, menambahkan bahwa untuk menjamin kelancaran dan kualitas, semua pengelola dapur wajib mematuhi standar yang telah ditetapkan.
“Diminta kepada semua pihak untuk mengikuti SOP dan petunjuk teknis, yaitu mengurus Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dan Sertifikasi Halal,” ujar Hasan.
Ia juga menyebut adanya MoU antara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan BGN untuk mempercepat pelayanan sertifikasi bagi puluhan ribu dapur.
Isu tentang ribuan dapur fiktif ini pertama kali mencuat pada September lalu. Anggota Komisi IX DPR RI, Sahidin, menyoroti adanya perbedaan data administratif BGN dengan kondisi riil di lapangan saat melakukan kunjungan kerja ke Batam, Kepulauan Riau.
Laporan tersebut memicu kontroversi publik dan desakan untuk melakukan audit. Klarifikasi dari Gapembi ini menjadi jawaban dari sisi pelaku usaha untuk meluruskan informasi yang dianggap tidak proporsional.(*)
Add new comment