Dunia keuangan kembali diguncang prediksi fantastis dari dua raksasa perbankan global: Societe Generale (Prancis) dan DBS Bank (Singapura). Mereka kompak meramal harga emas dunia akan melonjak tajam menembus US$ 5.000 per troy ounce dalam waktu kurang dari dua tahun! Ini bukan sekadar reli, tapi sinyal pergeseran kekuatan ekonomi global yang patut diwaspadai.
Saat ini, harga emas dunia sudah berada di atas US$ 4.100 per troy ounce. Namun, kedua bank besar ini melihat potensi kenaikan yang jauh lebih eksplosif. Apa rahasia di balik keyakinan setinggi itu, dan apa artinya bagi kita, para penabung kecil atau investor pemula?
Dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi global memang dihantam badai ketidakpastian. Mulai dari krisis geopolitik di Eropa dan Timur Tengah, ketegangan AS-Tiongkok, hingga perubahan arah kebijakan The Fed. Semua ini membuat para investor kehilangan kepercayaan terhadap stabilitas dolar Amerika.
Tren yang dikenal sebagai dedolarisasi pun menguat. Negara-negara besar seperti Tiongkok, Rusia, India, bahkan Arab Saudi, mulai mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Mereka mengalihkan sebagian cadangan devisa ke emas.
"Ketika The Fed mulai mengisyaratkan pemangkasan suku bunga dan pertumbuhan ekonomi Amerika yang mulai melambat, akhirnya para investor dunia mencari satu hal yang paling mereka butuhkan yaitu tempat yang aman, dan tempat paling klasik, paling tua, dan paling dipercaya untuk menyimpan nilai ya cuma satu, yaitu emas," jelas seorang analis ekonomi.
Bank investasi raksasa asal Prancis, Societe Generale, melalui laporan terbarunya yang dikutip Kitco News pada 14 Oktober 2025, membuat analisis berani.
"Kami melihat harga emas siap menembus 5.000 US$ per troy ounce di akhir tahun 2026," tulis para analis.
Alasannya? Aliran dana ke ETF (Exchange Traded Fund) emas meningkat tajam. Ini menunjukkan permintaan emas melonjak. Selain itu, ada korelasi kuat antara arus dana ETF dan ketidakpastian politik global, terutama sejak kemenangan Donald Trump di Pilpres AS 2024 yang membuat investor ragu akan stabilitas ekonomi AS.
Tak mau kalah, DBS Bank, bank terbesar di Singapura, juga punya pandangan serupa. Mereka memprediksi setelah menembus rekor tertinggi sepanjang masa US$ 4.156 per troy ounce pada Oktober 2025, harga emas akan terus naik hingga US$ 4.450 per troy ounce pada paruh pertama 2026.
Hi Fuk, Chief Investment Officer DBS, mengatakan harga emas di atas US$ 4.000 adalah refleksi kekhawatiran global terhadap geopolitik, kredibilitas The Fed, dan tren dedolarisasi. Tiga pendorong utama harga emas adalah faktor makroekonomi (pelemah dolar, perlambatan ekonomi, potensi pemangkasan suku bunga), faktor geopolitik (konflik global), dan faktor struktural jangka panjang (dedolarisasi dan pembelian bank sentral).
Data dari World Gold Council menunjukkan, pembelian emas oleh bank sentral dunia telah mencapai level tertinggi dalam lebih dari 50 tahun terakhir. Tiongkok, India, Rusia, Turki, dan Brasil menjadi pembeli terbesar.
"Ketika dunia mulai bergerak menjauh dari dolar, maka akan ada satu hal yang pasti meningkat yaitu nilai harga emas," kata seorang analis.
Bank of America dan Standard Chartered juga ikut memperkirakan harga emas bisa mencapai US$ 5.000 per troy ounce di 2026. Prospek suku bunga rendah, arus kas ke ETF, dan pembelian agresif bank sentral menjadi motor utama reli emas.
Bagi masyarakat biasa, ada tiga pelajaran penting:
- Emas adalah Aset Stabil: Emas tetap menjadi pelindung nilai kekayaan di masa ketidakpastian, melindungi dari inflasi dan gejolak ekonomi.
- Pergeseran Sistem Moneter: Dunia beralih dari kepercayaan pada dolar ke aset riil, dan emas adalah simbol utamanya.
- Refleksi Kepercayaan: Ini saatnya merenung, apakah masih percaya pada sistem keuangan lama yang bisa dicetak tanpa batas, atau beralih ke aset yang nilainya tak bisa dimanipulasi.
Kenaikan harga emas ini bukan hanya sekadar angka, tapi juga tanda perubahan tatanan ekonomi dunia.(*)
Add new comment