Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali bergerak di Bumi Lancang Kuning. Usai menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka, tim antirasuah kini menyasar rumah dinas Plt Gubernur Riau, SF Hariyanto, untuk dilakukan penggeledahan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan kegiatan tersebut. Ia menyebut penggeledahan ini merupakan pengembangan penyidikan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menyeret Abdul Wahid.
"Benar, tim sedang melakukan giat penggeledahan di rumah dinas SFH, Plt Gubernur Riau. Ini terkait penyidikan perkara dugaan tindak pemerasan dan gratifikasi yang bermula dari OTT awal November lalu," ujar Budi dalam keterangannya.
Meski demikian, KPK belum merinci barang bukti apa saja yang disita dari kediaman SF Hariyanto.
Kasus ini terbongkar setelah KPK mengendus adanya permintaan "jatah preman" dari Abdul Wahid sebesar Rp 7 miliar. Uang panas itu bersumber dari penambahan anggaran tahun 2025 pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP Riau.
Anggaran dinas tersebut diketahui melonjak drastis sebesar Rp 106 miliar, dari semula Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.
Dalam konstruksi perkara, uang suap mengalir secara bertahap. Pada Juni 2025, Ferry selaku Sekda PUPR PKPP Riau mengumpulkan setoran dari para kepala UPT senilai Rp 1,6 miliar.
Atas perintah M. Arief Setiawan (Kadis PUPR PKPP) yang menjadi representasi Abdul Wahid, uang Rp 1 miliar diserahkan kepada Abdul Wahid melalui perantara Dani M. Nursalam (Tenaga Ahli Gubernur). Sisanya, Rp 600 juta, mengalir ke kerabat Arief.
Penyetoran berlanjut pada Agustus 2025. Dani kembali memerintahkan pengumpulan uang sebesar Rp 1,2 miliar. Uang itu kemudian didistribusikan untuk keperluan sopir pribadi Rp 300 juta, proposal kegiatan daerah Rp 375 juta, dan sisanya Rp 300 juta disimpan oleh Ferry.
Selain Abdul Wahid, KPK saat ini telah menahan M. Arief Setiawan dan Dani M. Nursalam sebagai tersangka dalam pusaran korupsi tersebut.(*)
Add new comment