Jambi – Sosok Profesor Drs. H. M. Hasbi Umar, MA., Ph.D., kini resmi masuk dalam daftar calon Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, kampus tempatnya menimba ilmu sejak remaja hingga akhirnya berkarir dan mengabdi. Di usia yang matang, Hasbi Umar membawa harapan dan visi besar bagi UIN STS Jambi, lembaga yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya.
Prof. Hasbi bukan hanya seorang akademisi. Di balik sosoknya yang sederhana dan penuh kehangatan, ia adalah tokoh yang mampu mengayomi semua kalangan tanpa batas etnis, kelompok, bahkan lintas agama. Kepemimpinannya yang bijaksana membuatnya dikenal dan dihormati berbagai lapisan masyarakat.
Hasbi tak hanya memimpin di ranah pendidikan, tetapi juga menggerakkan perubahan sosial di luar kampus. Di bawah kepemimpinannya sebagai Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi Jambi selama dua periode, ia berhasil menjaga harmoni dan persatuan antar umat beragama di Jambi.
Bagi kalangan jurnalis, Hasbi adalah sosok yang hangat dan dekat. Ia paham betul peran media sebagai penghubung masyarakat dan selalu menyambut hangat para jurnalis yang datang untuk berdiskusi.
Hasbi tidak hanya menjadi sumber berita, tetapi juga seorang sahabat bagi jurnalis. Dalam banyak kesempatan, ia menyampaikan pesan damai dan kerukunan, mengajak para wartawan untuk menyebarkan nilai-nilai toleransi yang kian penting di tengah arus informasi yang deras.
Selain itu, Hasbi juga memiliki pondok pesantren di Sengeti yang menjadi salah satu pusat pendidikan agama Islam yang terbuka bagi berbagai lapisan masyarakat. Pesantrennya bukan hanya tempat belajar, tetapi juga ruang bagi anak-anak muda untuk memahami Islam dalam konteks modern, toleran, dan menghargai keberagaman. Hasbi mengajarkan nilai-nilai persatuan kepada santri-santrinya, nilai yang juga ia bawa dalam kiprahnya di FKUB.
“Saya percaya bahwa keberagaman adalah rahmat, dan tugas kita adalah menjaga harmoni di tengah perbedaan,” ujar Hasbi kepada tim Jambi Link.
Keyakinan inilah yang membuatnya kian dihormati oleh banyak tokoh lintas agama. Di masa kepemimpinannya di FKUB, Hasbi berperan penting dalam merangkul semua pemimpin agama, mulai dari Islam, Kristen, Hindu, Buddha, hingga Konghucu, dalam menjaga kerukunan di Jambi. Mereka bersatu dan kompak di bawah kepemimpinan Hasbi, berkomitmen untuk terus menjaga persatuan di tengah masyarakat yang majemuk.
Sebagai calon Rektor UIN STS Jambi, Prof. Hasbi membawa visi besar untuk kampus yang lebih inklusif, modern, dan relevan bagi kebutuhan masyarakat. Ia percaya bahwa UIN STS Jambi dapat menjadi pelopor dalam membangun generasi muda yang berilmu dan berakhlak, tanpa harus terbatas oleh sekat-sekat sosial dan agama.
Prof Hasbi berkomitmen untuk mengayomi seluruh civitas akademika UIN STS Jambi, membawa semangat kerukunan yang telah lama ia perjuangkan di FKUB ke dalam lingkungan kampus.
Pemilihan rektor kali ini menjadi momentum penting bagi UIN STS Jambi. Dengan pengalaman yang begitu luas, kemampuan kepemimpinan yang inklusif, dan kedekatan dengan berbagai kalangan, Prof. Hasbi Umar muncul sebagai sosok yang diharapkan mampu membawa perubahan positif.
Di tangan Hasbi, UIN STS Jambi berpeluang menjadi kampus yang tak hanya berprestasi dalam bidang akademik, tetapi juga menjadi teladan dalam menjaga harmoni dan kebersamaan di tengah keberagaman.
Cahaya di Ujung Sajjadah
56 tahun silam, di sebuah desa kecil bernama Muara Bungo, seorang bayi laki-laki lahir. Tak ada yang istimewa dari rumah sederhana berdinding kayu tempat ia dilahirkan. Namun, takdir telah menuliskan cerita besar untuk bayi itu—Hasbi Umar, seorang anak yang akan mengukir sejarah dengan dedikasi dan kecerdasannya.
Sejak kecil, Hasbi berbeda dari anak-anak lain di desanya. Di saat teman-teman seusianya asyik bermain di tepian sungai, Hasbi memilih duduk bersila di atas sajadah, belajar huruf demi huruf Al-Quran dengan tekun. Matanya menyiratkan cahaya semangat yang tak biasa. Ia bukan sekadar belajar untuk menjadi pandai, tetapi untuk mencari makna hidup yang lebih dalam. Kehidupan desa yang sederhana memberinya kebijaksanaan awal, bahwa ilmu adalah cahaya yang harus ia kejar meski jalan yang ditempuh penuh dengan rintangan.
Dari Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Aliyah, Hasbi terus menyerap ilmu seperti spons yang tak pernah kenyang akan air. Hingga suatu hari, saat ia duduk di bangku Madrasah Aliyah, seorang guru berkata kepadanya, “Hasbi, kelak ilmu yang kamu kejar akan menuntunmu keluar dari desa ini, ke tempat yang jauh, di mana kamu akan membawa nama Jambi dan menyinari lebih banyak hati dengan pengetahuanmu.”
Kata-kata itu terpatri dalam hati Hasbi, membakar semangatnya. Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, menekuni bidang Peradilan Agama. Namun, bagi Hasbi, tak cukup hanya berada di satu tempat. Dengan keberanian yang besar, ia meninggalkan tanah air menuju negeri seberang, Malaysia, untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Setiap malam ia berdoa di atas sajadahnya, berharap agar langkah-langkahnya selalu diberkahi, agar ilmunya kelak dapat bermanfaat bagi sesama.
Hasbi berhasil meraih gelar Master dari Universiti Kebangsaan Malaysia, lalu gelar Doktor di University of Malaya. Namun, di balik setiap lembar ijazah yang ia kumpulkan, ada perjalanan panjang penuh pengorbanan, ada rasa rindu yang mendalam pada kampung halamannya. Baginya, ilmu bukanlah hanya untuk kebanggaan pribadi. Ia belajar demi satu tujuan—untuk kembali dan memberikan sesuatu yang berharga bagi Jambi.
Kepulangannya ke tanah air disambut dengan bangga. Nama Hasbi mulai dikenal di kalangan akademisi dan ulama. Ia diangkat menjadi Ketua Program Studi Pascasarjana di IAIN STS Jambi, kemudian naik menjadi Wakil Rektor dan Dekan Fakultas Syariah. Bagi Hasbi, jabatan bukan sekadar simbol atau kekuasaan; ia adalah tanggung jawab suci. Hasbi menjadi sosok yang disegani, namun tetap rendah hati. Saat berinteraksi dengan mahasiswa, ia tak pernah lelah berpesan, “Jangan pernah berhenti belajar, karena pengetahuan adalah cahaya yang akan membimbingmu bahkan di saat-saat tergelap.”
Ketulusannya dalam memimpin membawa Hasbi ke berbagai panggung besar. Ia menjadi Ketua Kajian Hukum dan HAM Provinsi Jambi, anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jambi, hingga pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Di setiap forum, ia tampil sederhana, tetapi kata-katanya menembus hati, menyalakan kembali harapan dan keyakinan bahwa agama dan ilmu harus berjalan seiring. Ia dikenal sebagai ulama yang membawa kedamaian, seorang yang selalu menawarkan solusi dengan kebijaksanaan, bukan kemarahan.
Tak hanya lewat kata-kata, Hasbi berbicara lewat tulisan-tulisannya. Ia menulis buku demi buku, seperti "Nalar Fiqh Kontemporer" dan "Fiqh Responsif," yang menggugah banyak pemikiran dan menjadi referensi dalam memahami hukum Islam di era modern. Namun, ia menulis bukan untuk meraih ketenaran, melainkan untuk memberi pencerahan bagi siapa pun yang haus akan pengetahuan.
Seiring waktu, nama Hasbi mulai diidentikkan dengan gelar-gelar kehormatan. Presiden RI memberinya Tanda Kehormatan Satyakancana Karya Satya, namun penghargaan itu hanya memperkuat keyakinannya bahwa pengabdian adalah tujuan hidup yang paling hakiki. Hasbi menatap tanda kehormatan itu dengan mata berkaca-kaca, sambil berbisik, “Ya Allah, biarlah ini menjadi saksi kecil di hadapan-Mu bahwa aku hanya ingin berbuat baik.”
Hasbi menjadi mentor bagi banyak mahasiswa doktoral, membimbing mereka dengan penuh kesabaran. Ia tidak sekadar membimbing, tetapi menanamkan nilai hidup pada mereka, bahwa ilmu yang mereka timba haruslah bermuara pada kebermanfaatan bagi sesama. Ia mengarahkan mereka dengan bijak, mengingatkan bahwa keberhasilan sejati bukan pada gelar, tetapi pada seberapa banyak hidup yang telah mereka sentuh.
Pada suatu senja, Hasbi duduk di teras rumahnya, menatap langit yang mulai temaram. Di saat itu, ia merasa semua langkah yang ia tempuh adalah bagian dari rencana besar Sang Maha Kuasa. Dalam hatinya, ia berdoa agar setiap ilmu yang ia berikan bisa menjadi cahaya bagi mereka yang tersesat, seperti dirinya dahulu yang meniti jalan panjang dari desa kecil di Muara Bungo. Ia tersenyum, merasakan kedamaian yang mendalam.
Begitulah Hasbi Umar, seorang pria sederhana dari Muara Bungo, yang telah menorehkan kisah luar biasa. Ia adalah cahaya di ujung sajadah, sosok yang tak lelah menyebarkan ilmu dan cinta bagi generasi mendatang. Di mata masyarakat, ia bukan hanya seorang profesor, tetapi seorang penjaga nilai, ulama yang setia pada kebenaran, dan guru yang menuntun dengan hati.(*)
Add new comment