Kerinci - Proyek Normalisasi Sungai Barang Merao yang membentang dari Jembatan Simpang Tiga Rawan hingga ke hilir di Kerinci-Sungai Penuh kini tengah menjadi sorotan tajam. Menjelang Final Hand Over (FHO) yang jatuh pada Senin (15/12/2025), volume hasil pekerjaan di lapangan dinilai mencurigakan.
Proyek yang dikerjakan oleh PT Wijaya Karya (WIKA) di bawah pengawasan Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (BWSS VI) ini didesak untuk segera diaudit ulang. Pasalnya, sejumlah temuan lapangan mengindikasikan adanya ketidaksesuaian antara klaim volume galian lumpur dengan kondisi fisik sungai yang sebenarnya.
"Volume galian lumpur patut dipertanyakan. Kondisi sedimentasi di sejumlah titik tidak menunjukkan hasil normalisasi yang signifikan, padahal opname menjadi dasar pembayaran uang negara," ujar sumber internal yang enggan disebutkan namanya.
Kecurigaan kian menguat setelah pantauan di lapangan menunjukkan sejumlah alat berat dan ponton terlihat tidak beroperasi maksimal. Di beberapa segmen, ponton terpantau hanya "parkir" di lokasi tanpa aktivitas pengerukan yang berarti.
Kondisi ini memunculkan dugaan miring bahwa keberadaan alat berat tersebut hanya sekadar formalitas dokumentasi semata, sementara target pengendalian banjir dan pengangkatan sedimen tidak tercapai optimal.
Informasi yang dihimpun, proyek ini turut melibatkan subkontraktor CV Sirion dan CV Disabel dengan estimasi nilai pekerjaan mencapai Rp 8 miliar hingga Rp 10 miliar.
Dengan anggaran sebesar itu, publik seharusnya melihat perubahan signifikan berupa pelebaran dan pendalaman sungai yang konsisten. Namun, fakta di lapangan dinilai belum sebanding dengan besarnya anggaran yang digelontorkan.
Praktisi konstruksi memperingatkan bahwa ketidakakuratan data opname—mulai dari panjang, lebar, hingga kedalaman galian—bisa berimplikasi hukum serius. Jika pembayaran termin dicairkan berdasarkan data yang tidak valid, hal tersebut berpotensi menjadi celah kerugian keuangan negara.
"Opname yang tidak akurat sama dengan membuka ruang manipulasi pembayaran. Kontraktor, konsultan pengawas, hingga PPK BWSS VI bertanggung jawab penuh atas kebenaran data ini," tegas salah satu praktisi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak BWSS VI, PT WIKA, maupun penanggung jawab subkontraktor belum memberikan klarifikasi resmi terkait desakan audit ulang volume galian ini. Publik kini menanti sikap tegas pemerintah pusat untuk memastikan proyek strategis ini tidak hanya sekadar 'kejar tayang' administrasi kontrak.(*)
Moynafi
Add new comment