Merangin – Suasana di Ruang Banggar DPRD Merangin, Senin (20/1/2025), mendadak tegang. Pertemuan yang semula dijadwalkan sebagai rapat dengar pendapat antara Komisi III DPRD Merangin, PT Sumber Guna Nabati (SGN), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan masyarakat, berakhir dengan adegan Waka DPRD Bripka (Purn) Fahmi meluapkan amarahnya.
Sebuah kotak tisu melayang di ruang rapat. Fahmi kesal terhadap perwakilan PT SGN yang dinilai tak kooperatif.
Rapat awalnya dibuka dengan paparan hasil uji laboratorium DLH terkait kondisi Sungai Retih. Kepala DLH menjelaskan, hasil uji di lima titik, termasuk sumur warga, menunjukkan air masih dalam ambang baku mutu. Namun, ia mengakui ada potensi paparan zat kimia dari aktivitas PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) di hulu sungai.
Penjelasan itu langsung disanggah Samsudin, perwakilan warga Dusun Swakarsa. Dengan nada tegas, ia menuding uji laboratorium tersebut tidak merefleksikan realitas di lapangan.
“Sampel diambil saat air surut, hasilnya tentu normal. Tapi cobalah ambil saat air meluap, ketika ikan mabuk dan mati mendadak. Hasilnya pasti berbeda,” cetus Samsudin.
Kritik itu diamini oleh Pahala Junior Pasaribu, anggota Komisi III DPRD Merangin, yang membawa data tentang lonjakan keluhan penyakit kulit di sekitar wilayah operasional PT SGN.
“Kasus alergi dan gatal-gatal terus meningkat sejak perusahaan ini beroperasi. Ini bukan kebetulan,” tegasnya. Ia juga mengutip keterangan tenaga kesehatan yang mendukung temuannya.
Namun, DLH tetap bertahan pada kesimpulan mereka: tidak ada pencemaran signifikan. Pernyataan itu hanya menambah bara dalam rapat yang mulai memanas.
Warga tak hanya mengeluhkan dugaan pencemaran. Kepala Desa Bungo Antoi menyoroti janji-janji yang menurutnya diingkari oleh PT SGN. Mulai dari perawatan jalan, penyiraman debu, hingga angkutan berat yang memperparah kerusakan jalan, semua dikatakan tak kunjung dipenuhi.
“Mereka berjanji, tapi mana buktinya? Jalan semakin rusak, debu semakin tebal, dan warga jadi korban,” ungkap sang kepala desa dengan nada geram.
Perwakilan PT SGN, Bangun Lubis, berusaha membela diri. Ia mengklaim bahwa perawatan jalan telah dilakukan secara rutin setiap tiga bulan. Namun, pernyataan ini dirasa tak memadai oleh warga dan para anggota dewan yang hadir.
“Kami akan menyampaikan semua masukan ini ke manajemen,” ujar Lubis, berulang kali.
Klimaks terjadi saat Syafrion, anggota Komisi III, meminta nama-nama manajemen PT SGN untuk diundang ke rapat berikutnya. Permintaan sederhana itu dijawab dengan alasan klise: harus dikonfirmasi dulu ke manajemen.
Jawaban itu memancing emosi Wakil Ketua II DPRD Merangin, Bripka Purn Fahmi. Dengan wajah memerah, ia berdiri dan melempar kotak tisu ke meja rapat.
“Ini gedung terhormat, kami bukan preman! Cuma minta nama manajemen saja tidak bisa? Siapa backing kalian? Siapa premannya? Ini lembaga mewakili masyarakat, dan kalian seolah tak peduli!” sergah Fahmi dengan suara menggema.
Fahmi kemudian meminta rapat dijadwalkan ulang, kali ini melibatkan lintas komisi agar masalah PT SGN bisa dituntaskan secara menyeluruh.
“Kalau terus seperti ini, kita tidak akan pernah sampai pada solusi. Jadwal ulang rapat ini. Kita harus bawa semua bukti dan fakta di lapangan,” ujarnya.
Di luar ruang rapat, Afrizal Agus, Kepala Tata Usaha PT SGN, memilih bungkam ketika dimintai komentar soal insiden tersebut. “No comment,” jawabnya singkat.(*)
Sumber : https://dinamikajambi.com/waka-dprd-merangin-ngamuk-lempar-kotak-tisu-ke-perwakilan-pt-sgn/
Analisis Pelanggaran Hukum
1. Dugaan Pencemaran Lingkungan
- Pasal yang Relevan: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Pasal 60 melarang setiap orang melakukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
- Fakta yang Mendukung:
- Lonjakan kasus penyakit kulit seperti gatal-gatal dan alergi di sekitar wilayah operasional PT SGN dapat mengindikasikan pencemaran lingkungan.
- Dugaan adanya paparan zat kimia, meskipun DLH menyatakan tidak ada pencemaran signifikan. Pernyataan warga mengenai dampak air sungai saat meluap juga perlu diperhatikan.
- Pelanggaran Hukum:
- Jika terbukti PT SGN mencemari lingkungan melalui limbah atau aktivitas produksinya, maka perusahaan telah melanggar Pasal 60 UU PPLH.
- Hasil laboratorium DLH yang dianggap bias karena pengambilan sampel tidak mewakili kondisi saat air meluap dapat memperkuat dugaan pencemaran.
2. Pelanggaran Janji CSR dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
- Pasal yang Relevan: UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), Pasal 74, yang mengatur kewajiban perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR).
- Fakta yang Mendukung:
- Janji yang diingkari, seperti perawatan jalan, penyiraman debu, dan penanganan angkutan berat, berpotensi melanggar prinsip CSR.
- Kerusakan jalan dan debu yang berdampak buruk pada masyarakat menunjukkan ketidakpatuhan perusahaan terhadap kewajiban CSR.
- Pelanggaran Hukum:
- Jika janji CSR adalah bagian dari komitmen resmi perusahaan, maka pengingkaran tersebut dapat dianggap sebagai wanprestasi (melanggar perjanjian).
- Hal ini juga berpotensi merugikan masyarakat secara langsung dan melanggar Pasal 74 UU PT.
3. Ketidakkooperatifan Perusahaan
- Pasal yang Relevan: UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), terutama jika perusahaan harus menyediakan informasi terkait kepada lembaga pemerintah atau masyarakat.
- Fakta yang Mendukung:
- Perwakilan PT SGN menolak memberikan nama-nama manajemen, yang dinilai tidak kooperatif dalam forum resmi DPRD.
- Ketidakkooperatifan ini dapat menghambat penyelesaian masalah dan mengindikasikan kurangnya transparansi.
- Pelanggaran Hukum:
- Jika perusahaan memang diwajibkan memberikan informasi untuk proses penyelidikan DPRD atau masyarakat, maka tindakan tersebut dapat melanggar Pasal 52 UU KIP.
Sanksi yang Dapat Diterapkan
1. Sanksi Lingkungan Hidup
- Sanksi Administratif:
- Peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, hingga pencabutan izin lingkungan (Pasal 76 UU PPLH).
- Sanksi Pidana:
- Pencemaran yang disengaja dapat dihukum penjara maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar (Pasal 98 UU PPLH).
2. Sanksi atas Pelanggaran CSR
- Sanksi Administratif:
- Teguran atau rekomendasi dari pemerintah daerah untuk memenuhi kewajiban CSR.
- Perusahaan dapat dimasukkan dalam daftar hitam (blacklist) jika melanggar kontrak CSR dengan pemerintah daerah.
- Sanksi Perdata:
- Gugatan ganti rugi oleh masyarakat atau pemerintah daerah akibat wanprestasi.
3. Sanksi Ketidakkooperatifan
- Rekomendasi DPRD:
- Jika PT SGN tidak bersikap kooperatif, DPRD dapat merekomendasikan penghentian sementara kegiatan atau meminta audit terhadap perusahaan.
- Sanksi Administratif:
- Denda administratif atau peringatan khusus terkait ketidakpatuhan pada prosedur pelaporan.
Rekomendasi
- Audit dan Investigasi Mendalam: DPRD dapat meminta audit independen untuk menilai dampak lingkungan dan operasional PT SGN.
- Penegakan Hukum: DLH dan instansi terkait harus bertindak tegas jika ditemukan pelanggaran lingkungan atau pengingkaran janji CSR.
Add new comment