Tenaga Ahli Gubernur (TAG) Jambi menggelar Rabuan diskusi series, Rabu, 20 Agustus 2025, di ruang rapat Bappeda Provinsi Jambi. Diskusi berlangsung serius bercampur santai.
Ketua TAG, Ir Syahrasaddin, memimpin jalannya forum. Di sebelahnya ada Ketua Harian, Dr Ridwansyah. Hadir pula seluruh anggota TAG, yang juga merupakan akademisi yang sudah lama malang melintang di dunia riset dan kebijakan.
Ada Prof Mukhtar Latief, Prof Suandi, Prof Sukendro, Dr Agus. Juga hadir Arpani MSi, Yulfi Alfikri MAp, Muawwin MM, serta Kepala Sekretariat TAG, Dr Fahmi Rasyid. Lengkap. Bahkan sejumlah kepala bidang Bappeda pun ikut duduk di barisan.
Diskusi berlangsung hangat. Isu yang mereka bahas? Tak main-main. Mulai dari Geopark Merangin, strategi pembiayaan pembangunan, hingga obligasi daerah.
Dari program makan bergizi (MBG), revitalisasi pertanian, sampai pelabuhan Muara Sabak. Daftar panjang topik ini lebih mirip agenda kabinet ketimbang sekadar forum think tank.
Salah satu topik yang kembali mengemuka adalah Geopark Merangin. Status geopark global sudah dikantongi. Tapi kemudian muncul pertanyaan yang menohok, apa gunanya gelar UNESCO kalau hanya sebatas label?
Geopark seharusnya menjadi magnet wisata. Harus jadi motor ekonomi lokal. Tapi tanpa infrastruktur, akses, dan strategi promosi, ia bisa terjebak jadi sekadar spanduk di bandara.
“Kita butuh integrasi, bukan hanya seremoni,” ujar Dr Agus.

Pertanyaannya sederhana, tapi juga tajam. Apakah Jambi siap mengubah Geopark Merangin jadi mesin ekonomi, atau puas dengan plakat di dinding?
Thamrin Bachri MSi, mantan Dirjen Pariwisata, bicara lantang. “Kita perlu MoU dengan akademi pariwisata. Libatkan mahasiswa mereka dalam pengelolaan Geopark Merangin,” katanya.
Ide ini sederhana, tapi tajam. Karena selama ini pengelolaan geopark sering terjebak di tangan birokrasi dan panitia kecil. Padahal, geopark seharusnya hidup dari partisipasi banyak pihak, terutama generasi muda yang masih haus pengalaman.
Mahasiswa bisa dilibatkan langsung, jadi pemandu wisata, riset kecil, promosi digital, bahkan mengurus kegiatan harian. “Jangan biarkan geopark ini seperti monumen. Ia harus jadi ruang belajar, ruang kerja, ruang hidup,” tambah Thamrin.
Lalu ia bicara soal homestay. Syarat penting. Wisatawan asing tidak hanya mencari batuan purba, tapi juga pengalaman tinggal bersama warga lokal. Standar homestay itu harus jelas. Sanitasi, kenyamanan, keamanan, keramahan. Tanpa itu, Geopark Merangin hanya akan jadi objek kunjungan singkat, bukan destinasi yang melekat.
Isu lain yang membuat ruangan sedikit lebih serius, yakni obligasi daerah. Ide ini menggelitik. Daerah bisa menerbitkan obligasi sebagai cara membiayai pembangunan ketika APBD tak lagi cukup.
Secara teori, mudah. Dalam praktik, tidak. Investor butuh kepercayaan. Track record fiskal daerah jadi taruhan.
“Apakah kita punya nyali? Atau sekadar menirukan jargon kota lain?” pertanyaan itu berulang kali dilempar ke meja.

Menerbitkan obligasi memang bisa jadi lompatan. Tapi tanpa perencanaan matang, ia bisa jadi beban.
Energi juga jadi bahasan. Revitalisasi SK Migas disebut penting. Termasuk lifting minyak Jambi.
Tapi kemudian muncul pandangan lain. Jangan hanya terpaku pada minyak. Pertanian harus kembali jadi tulang punggung. Revitalisasi sektor pertanian, dari pangan sampai karet, dipandang bukan sekadar program, melainkan urusan hidup orang banyak.
“Petani itu bukan angka di laporan. Mereka wajah nyata ekonomi Jambi,” ucap Prof Suandi.
Program Makan Bergizi (MBG), yang jadi prioritas nasional, ikut dibahas. Program ini sudah berjalan. Anak-anak SD di beberapa titik sudah menerima menu makan bergizi.
Tapi apakah program benar sampai ke meja makan anak? Atau hanya berhenti di dapur penyedia?
TAG mendorong adanya mekanisme monev (monitoring dan evaluasi) khusus. “Jambi harus jadi contoh sukses,” kata Arpani MSi.
Forum juga menyinggung ide besar, menyusun book chapter. Semacam buku pegangan konseptual arah pembangunan Jambi lima tahun ke depan.
Ada juga soal pelabuhan Muara Sabak. Infrastruktur yang sejak lama disebut sebagai kunci konektivitas ekspor itu, sampai kini masih “setengah hidup”.
“Kita butuh strategi besar, “ tegas Dr Ridwansyah.
Dan tentu saja, topik pamungkas, strategi pertumbuhan ekonomi. Bagaimana Jambi keluar dari jebakan pertumbuhan sedang. Bagaimana memperluas basis industri. Bagaimana menarik investasi. Diskusi meluas, seolah semua menyadari, tanpa arah jelas, Jambi akan tetap berjalan di tempat.
Diskusi Rabuan TAG Jambi hari itu berlangsung hingga zuhur. Kadang serius dengan angka-angka, kadang cair dengan renungan. Semua dicatat. Semua akan disusun jadi rekomendasi.
Dan seperti biasa, hasil forum ini akan segera disampaikan ke Gubernur Jambi.
Apakah semua ide ini akan diwujudkan? Itu nanti. Politik, anggaran, dan keberanian pemimpin yang akan menentukan.
Yang jelas, publik akan menagih. Karena ide sehebat apa pun, hanya akan punya arti kalau turun jadi kebijakan nyata.(**)
Add new comment