Tiga kegiatan sosial yang seharusnya menjadi wajah baik kolaborasi antara pemerintah dan PetroChina, justru menjadi catatan dalam laporan keuangan Pemkab Tanjung Jabung Timur. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2025 ini, mengungkap ada total Rp 684,48 juta dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dari PT PetroChina Jambi Ltd (PCJL) dikelola tanpa melalui APBD.
Masalahnya bukan pada siapa yang memberi. Tapi, pada bagaimana dana itu dicatat, dikelola, dan dipertanggungjawabkan.
Proyek pertama senilai Rp142 juta dikelola BPBD Tanjab Timur untuk program pembentukan Desa Tangguh Bencana (Destana) dan sosialisasi sekolah aman bencana. Dana itu ditransfer langsung ke rekening atas nama BPBD Kegiatan Destana di BPD Jambi, tanpa persetujuan Bendahara Umum Daerah (BUD) dan tanpa penetapan sebagai rekening resmi pemerintah daerah.
Proyek kedua, Rp120 juta disalurkan ke Satpol PP dan Damkar, juga dari PCJL, untuk membentuk relawan pemadam kebakaran (Redkar) di desa dan kelurahan. Lagi-lagi, dana masuk ke rekening di luar sistem keuangan daerah. Atas nama “Pengelola Keg Pembentukan Redkar” di BPD Jambi.
Proyek ketiga lebih mengejutkan. Rp 422,48 juta disalurkan ke rekening SDN 169/X Pandan Makmur di Kecamatan Geragai. Dana ini digunakan untuk menimbun dan memadatkan lapangan upacara di sekolah tersebut. Dana disetor penuh ke rekening sekolah di BRI dan pekerjaan dinyatakan selesai dengan dokumen BAST tertanggal 29 Oktober 2024.
BPK dalam auditnya menjelaskan, semua kegiatan itu tak dicatat dalam APBD. Artinya, tak masuk dalam laporan keuangan daerah. Tak dikendalikan melalui RKUD (Rekening Kas Umum Daerah). Dan tidak diawasi secara formal oleh BUD maupun inspektorat. Dalam bahasa BPK, pengelolaan dana tidak tertib.
Tak ada peraturan yang membolehkan SKPD membuka rekening baru tanpa izin kepala daerah dan BUD. Tapi dalam praktiknya, tiga rekening itu muncul, aktif, mengelola ratusan juta, dan... lolos dari radar sistem.
Laporan BPK mencantumkan rujukan eksplisit ke PP Nomor 12 Tahun 2019, yang mengatur bahwa semua penerimaan dan pengeluaran daerah harus dianggarkan dalam APBD dan dikelola melalui RKUD.
Masalahnya, tiga rekening ini, dengan total dana Rp 684 juta lebih, berjalan seolah-olah pemerintah kecil di dalam pemerintah. Tanpa mekanisme kas umum, tanpa pencatatan akuntansi, tanpa transparansi.
Yang menyedihkan dari cerita ini adalah semua bermula dari niat baik. Ada perusahaan besar yang menyalurkan dana CSR untuk kegiatan sosial. Ada OPD dan sekolah yang menerima untuk menjalankan program nyata. Semua berjalan. Semua dikerjakan. Tidak fiktif. Tidak menguap.
Tapi yang tak berjalan adalah sistem. Karena meskipun programnya “berjalan baik”, prosedurnya justru “berlari jauh” dari aturan.
Seperti seseorang yang membangun rumah tanpa IMB. Rumahnya mungkin berdiri, bahkan bisa ditempati. Tapi secara hukum, statusnya rapuh. Sewaktu-waktu bisa digugat.
Demikian pula 3 kegiatan TJSL ini.
BPK dalam laporan hasil pemeriksaannya secara tegas meminta agar seluruh rekening yang digunakan di luar sistem dilaporkan kepada Bupati atau ditutup permanen. Rekomendasi juga meminta para kepala instansi (BPBD, Satpol PP, dan Kepala Sekolah) lebih cermat dalam mengelola dana publik, bahkan jika dana itu berasal dari swasta sekalipun.
Menariknya, semua pihak sepakat dengan temuan BPK. Kepala OPD, Kepala Sekolah, bahkan Bupati Tanjab Timur menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi.(*)
Add new comment