Diskusi Rabuan Series Tenaga Ahli Gubernur Jambi Rabu 17 September 2025 di Aula PSDA Bappeda menegaskan komitmen Pemprov Jambi untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Dari pemaparan data sarpras sekolah yang 62% rusak, hingga usulan solusi pembiayaan, forum ini menjadi ruang sinergi antara akademisi, pemerintah, dan praktisi pendidikan untuk menyusun rekomendasi kebijakan yang lebih terarah.
***
Diskusi Rabuan Series Tenaga Ahli Gubernur Jambi kembali digelar di Aula PSDA Bappeda, Rabu 17 September 2025. Tema kali ini menyentuh langsung denyut nadi masyarakat, yakni pendidikan.
Forum ini dirancang sebagai ruang terbuka bagi pejabat, akademisi, kepala sekolah, hingga tokoh masyarakat untuk menyampaikan persoalan di lapangan. Semua masukan dicatat untuk kemudian diramu menjadi rekomendasi kebijakan bagi Gubernur Jambi.
Acara dipandu Dr. Pahmi Rasid dari Bappeda Provinsi Jambi. Hadir sejumlah Tenaga Ahli Gubernur, di antaranya Prof. Muchtar Latif, Prof. Sukendro, Prof. Johanes, Tamrin Bachri MSi, Arpani MSi, Yulfi Alfikri MAP, dan Muawwin MM. Diskusi berlangsung hangat, penuh kritik membangun sekaligus tawaran solusi.
Hadir Kepala Dinas Pendidikan Syamsurizal, Sekretaris Dinas Pendidikan M Umar, dan sejumlah Kabid. Dan hadir juga sejumlah kepala sekolah tingkat SMA yang berada di Kota Jambi.
Kepala Dinas Pendidikan Syamsurizal membuka forum dengan data yang cukup mencemaskan. Sebanyak 62 persen sarana dan prasarana sekolah di Jambi mengalami kerusakan. Tahun 2025, sudah dijadwalkan revitalisasi terhadap 106 sekolah, sebuah langkah awal yang disambut baik para peserta diskusi.
Ia menegaskan, pemerintah tak menutup mata terhadap persoalan ini. Ia lalu berbicara soal Sistem penerimaan murid baru (SPMB), yang terus diperbaiki agar transparan. Meski diakui masih ada tantangan soal “sertifikat siluman”.
"Mengelola pendidikan ini kembali ke nurani kita bersama," ucapnya, memberi sinyal bahwa solusi bukan hanya lewat regulasi, tetapi juga komitmen moral.
Para profesor yang hadir memberi catatan konstruktif. Prof. Muchtar Latif mengingatkan bahwa peningkatan lama sekolah (RLS) tidak otomatis menaikkan mutu SDM. Dengan IPM Jambi berada di peringkat 8 dari 11 provinsi di Sumatera, perlu pendekatan baru yang lebih menekankan pada pengembangan kapabilitas manusia.
Ia juga mengusulkan regulasi yang lebih tegas tentang peran sekolah negeri dan swasta. Sekolah negeri sebaiknya fokus melayani kelompok menengah ke bawah, sementara swasta mengakomodasi yang mampu secara finansial. Gagasan ini muncul bukan untuk membatasi, melainkan menata agar pembiayaan pendidikan lebih adil dan tepat sasaran.
Prof. Sukendro, profesor olahraga dan anggota TAG, menyoroti pentingnya pendidikan olahraga. Selama 67 tahun, Jambi baru memiliki satu stadion berstandar internasional. Ia menilai, olahraga perlu mendapat perhatian lebih, termasuk lewat regulasi khusus dan dukungan infrastruktur.
Pemerintah dinilai cukup progresif, tapi perlu mempercepat langkah agar Jambi bisa mempertahankan dan melahirkan atlet hebat. Dua atlet andalan yang kini hijrah ke provinsi lain menjadi pengingat bahwa pembinaan olahraga harus lebih terintegrasi dengan dunia pendidikan.
Kepala sekolah yang hadir juga memberi suara.
Kepsek SMA 6, Karnama, mengusulkan regulasi pembiayaan pendidikan dalam bentuk Pergub atau Perda, agar ada keadilan antara siswa dari keluarga sederhana dengan siswa yang datang dari keluarga mampu. Kepsek SMA 4, Nasrizal, menyoroti perlunya aturan khusus bagi siswa atlet agar prestasi mereka tetap terlindungi tanpa mengorbankan nilai akademis.
Dari SMK 3 dan SMK 4 Kota Jambi, muncul isu keterbatasan pembiayaan dan perlunya link and match yang lebih kuat dengan dunia industri. Semua masukan ini dipandang pemerintah sebagai bahan penting untuk penyempurnaan kebijakan.
Buya Tamar Tarewe menyinggung soal mutu pendidikan. Menurutnya, anggaran besar untuk pendidikan negeri perlu dikaji ulang efektivitasnya, karena banyak mahasiswa unggul justru lahir dari sekolah swasta. Pandangan ini ditanggapi sebagai masukan berharga untuk mengevaluasi tata kelola.
Dr. Buya Amsori Das menekankan keseimbangan antara kecerdasan akademis dan adab. Sementara itu, perwakilan Dispora mengingatkan tentang praktik “piagam siluman” yang berpotensi merusak kualitas pendidikan. Ia juga menyampaikan aspirasi atlet dayung Jambi, Mutiara, yang masih menunggu bantuan perahu.
Penutup disampaikan oleh Tamrin Bachri MSi, anggota TAG yang merupakan mantan Dirjen di Kementerian Pariwisata, yang menyebut guru sebagai aset terbesar pendidikan.
“Program pengembangan pengajar itu penting. Fokus kurikulum harusnya pada guru,” ujarnya.
Pemerintah provinsi dinilai sudah berada di jalur yang tepat, tinggal memastikan pelaksanaan program makin menyentuh kebutuhan guru di lapangan.
Diskusi Rabuan Series ini memperlihatkan bahwa pemerintah daerah tidak hanya menampung angka-angka statistik. Tapi juga membuka ruang bagi suara guru, kepala sekolah, akademisi, hingga tokoh masyarakat. Kritik tidak ditanggapi defensif, melainkan dijadikan pijakan untuk langkah perbaikan.
Pendidikan Jambi memang masih menghadapi tantangan besar. Mulai dari sarpras rusak, IPM belum ideal, pembiayaan yang timpang, hingga pembinaan atlet yang tercecer. Namun, forum ini menunjukkan arah yang positif. Bahwa pemerintah bersedia mendengar, mencatat, dan merumuskan solusi bersama.
Karena pada akhirnya, pendidikan bukan hanya soal membangun 106 sekolah baru, tetapi membangun keyakinan bahwa setiap anak Jambi, baik yang berjalan kaki ke sekolah maupun yang diantar mobil mewah, punya kesempatan yang sama untuk bermimpi besar.(*)
Add new comment