Jambi - Suasana seleksi calon kepala sekolah (kepsek) di Kota Jambi mulai memanas. Memasuki tahap akhir, sorotan tajam datang dari DPRD dan kalangan mahasiswa yang mengendus potensi 'main mata' dalam proses yang digadang-gadang sebagai reformasi birokrasi pendidikan itu.
Pertanyaannya kini bukan lagi siapa yang paling kompeten, tapi apakah prosesnya benar-benar bersih atau sekadar formalitas yang sudah "diatur".
Anggota Komisi IV DPRD Kota Jambi, Roro Nully Kurniasih Kawuri, tak mau tinggal diam. Ia telah meninjau langsung pelaksanaan Seleksi Kompetensi Kepala Sekolah yang menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT) pada 11 September lalu.
"Saya melaksanakan Peninjauan Seleksi Kompetensi Kepala Sekolah menggunakan Komputer Assisted Test (CAT). Hal ini tentu sangat positif," ujar Roro dalam keterangannya.
Meski mengapresiasi penggunaan sistem digital, Roro mewanti-wanti Pemkot Jambi. Menurutnya, teknologi canggih tak ada artinya jika pelaksananya tidak berintegritas.
Ia meminta proses ini steril dari segala bentuk intervensi.
"Karena tes tersebut sudah melalui proses sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dan tentunya proses ini harus berjalan murni, profesional, dan transparan tanpa campur tangan atau titipan pihak mana pun," tegasnya.
Politisi yang akrab disapa Roro itu menyebut, isu 'titipan' atau 'pesanan' kerap terdengar dalam seleksi jabatan. Ia mengingatkan, praktik culas semacam itu bisa menghancurkan kepercayaan publik.
"Semua harus berdasarkan kompetensi, integritas, dan hasil yang objektif. Kita ingin kepala sekolah yang punya semangat dan dedikasi tinggi," tutupnya.
Suara lebih lantang datang dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Jambi. Mereka menilai proses seleksi ini belum memenuhi prinsip keterbukaan publik.
"Seleksi ini penting, tapi publik juga berhak tahu bagaimana proses dan hasilnya. Kalau benar murni dan profesional, kenapa tidak dibuka saja nilainya secara transparan?" semprot aktivis IMM Kota Jambi, Najwa Salfadilla.
IMM menilai, sistem berbasis digital tidak otomatis menutup peluang 'permainan'. Tanpa pengawasan publik, proses seleksi tetap bisa "dibungkus rapi" oleh kepentingan tertentu.
"Yang kita dorong itu bukan hanya seleksi yang cepat, tapi seleksi yang jujur dan terbuka. Karena dari kepala sekolah yang baiklah lahir generasi yang berintegritas," pungkas Najwa.(*)
Add new comment