Arkeolog UI: Ibu Kota Sriwijaya Bukan di Palembang, Tapi Jambi!

WIB
IST

Seminar Nasional “Kedigdayaan Melayu Jambi” yang dibuka Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani, Sabtu (8/11/2025), memanas dengan paparan salah satu narasumber utamanya. Arkeolog ternama dari Universitas Indonesia (UI) secara telak menggugat teori yang telah mapan puluhan tahun, yakni Ibu kota Sriwijaya bukan di Palembang, melainkan di Jambi.

Adalah Prof. Dr. Agus Aris Munandar dari Departemen Arkeologi FIB UI yang melemparkan argumen kuat ini dalam seminarnya yang bertajuk "Kawasan Arkeologi Muarojambi, dan Srivijaya", yang digagas LAM Provinsi Jambi itu.

Selama ini, sarjana G. Coedes adalah yang pertama kali menyatakan Palembang sebagai lokasi Sriwijaya , dan pendapat ini dipegang teguh oleh banyak ahli. Namun, Prof. Agus membeberkan sejumlah keraguan fundamental terhadap teori itu.

Prof. Agus mempertanyakan minimnya peninggalan arkeologi yang mengesankan di Palembang.

"Tidak dijumpainya peninggalan arkeologis yang mengesankan seperti candi dan kompleks monumen keagamaan dalam jumlah besar di Palembang," paparnya dalam materi presentasi.

Lebih tajam lagi, ia menginterpretasi ulang prasasti-prasasti yang justru ditemukan di Palembang, seperti Prasasti Kedukan Bukit. Menurutnya, prasasti yang menyebut 'jayasiddhayatra' (perjalanan ziarah yang berhasil) dan upaya Sri Jayanasa membangun 'wanua' (permukiman baru) justru membuktikan Palembang bukan ibu kota.

"Tafsirnya wilayah Palembang bukan lokasi ibu kota," tegasnya.

Ia berpendapat, prasasti-prasasti itu menunjukkan Palembang adalah wilayah yang didatangi atau ditaklukkan oleh Raja Sriwijaya, yang datang dari tempat lain.

Prof. Agus kemudian menyajikan argumentasi mengapa Kawasan Arkeologi Muarojambi (KAM) adalah lokasi yang paling masuk akal sebagai pusat Sriwijaya.

Alasan pertama, dari catatan I-Tsing "Tanpa Bayangan" Bhiksu I-Tsing (Yi Jing) mencatat bahwa pada bulan ke-8 di Sriwijaya, "orang-orang tidak mempunyai bayangan" saat tengah hari.

Prof. Agus menegaskan fenomena ekuinoks (matahari tepat di khatulistiwa) ini tidak akan terjadi di Palembang. Lokasi Muarojambi, yang lebih dekat ke khatulistiwa, jauh lebih sesuai dengan catatan kuno tersebut.

Menurutnya, Muarojambi adalah Mahavacara I-Tsing juga mencatat ada sekitar 1.000 bhiksu yang belajar di Sriwijaya dan menganjurkan bhiksu Cina belajar Sansekerta di sana sebelum ke India. Menurut Prof. Agus, ini merujuk pada sebuah pusat pendidikan Buddha yang masif (Mahavacara), bukan sekadar vihara biasa.

 "Tidak ada lokasi lain di Sumatera yang mempunyai peninggalan Bauddha yang meliputi area luas. Dalam abad ke-7, dan dapat dikunjungi melalui pelayaran. Lokasi itu tentunya Mahavacara Suvarnadvipa di Muarojambi," jelasnya.

Simbolisme Lokal (Angso Duo & Toponimi) Prof. Agus menyoroti bagaimana simbol Angso Duo (dua angsa) sangat akrab di Jambi (nama pasar, patung, dll). Simbol ini berasal dari kisah Hamsa Jataka dalam ajaran Buddha.

Ia pun melontarkan pertanyaan retoris, "Mungkinkah Angso Duo tersebut sebenarnya adalah lambang Kerajaan Śrīvijaya di masa silam?". Nama 'Jambi' atau 'Jambe' (pohon pinang) juga memiliki simbolisme kuat Vajra(Vajrayana), yang mengindikasikan kawasan suci.

Prof. Agus menyimpulkan bahwa pusat kerajaan Buddha yang besar itu pastilah memiliki monumen keagamaan yang mengesankan.

"Tempat ditemukannya bermacam monumen dan struktur keagamaan Buddha secara mengesankan di Sumatra, tidak lain hanyalah di Muarojambi," tegasnya.

Menurut teorinya, Kawasan Arkeologi Muarojambi adalah Mahavacara Suvarnadvipa (pusat keagamaan dan pendidikan) , sementara Srivijayapura (ibu kota/istana) berada tidak jauh dari situ, kemungkinan di area hilir Sungai Batanghari.

Sulitnya menemukan jejak istana adalah wajar, karena terbuat dari bahan yang mudah rusak seperti kayu dan bambu.

"Data arkeologi yang ditemukan berlimpah di Muarojambi akan membawa tafsiran bahwa Srivijaya berlokasi di Jambi... sejak awal berkembang hingga runtuhnya," tutup Prof. Agus.(*)

Comments

Permalink

Sejarah Arkeologi tidak Bisa berobah tidak bisa di Politisir.
Fakta akan bicara yang sebenarnya.

Permalink

Sejarah Arkeologi tidak Bisa berobah tidak bisa di Politisir.
Fakta akan bicara yang sebenarnya.

Permalink

Sejarah Arkeologi tidak Bisa berobah tidak bisa di Politisir.
Fakta akan bicara yang sebenarnya.

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network