Renovasi Rumah Dinas Pimpinan DPRD Sarolangun Disoal, Pengamat : "Gorden, Studio Film dan Fasilitas lama Kemana? Sudah Pernah Disulap, Kok Diulang Lagi?"

WIB
IST

Renovasi rumah dinas pimpinan DPRD Sarolangun tahun 2025 yang menyedot lebih dari Rp3,3 miliar APBD kini membetot perhatian publik. Kali ini bukan sekadar soal jumlah, tapi soal pengulangan anggaran yang patut dipertanyakan. Mengapa fasilitas negara yang sudah pernah direnovasi harus direnovasi lagi?

Sorotan ini dilontarkan Dr. Dedek Kusnadi, pengamat kebijakan publik dari UIN STS Jambi. Ia menyebut proyek renovasi rumah dinas Ketua, Waka I, dan Waka II DPRD Sarolangun sebagai bentuk pemborosan fiskal yang tak hanya mencederai akal sehat, tetapi juga logika pertanggungjawaban publik.

“Saya ingat betul, pada periode sebelumnya, rumah dinas pimpinan DPRD Sarolangun sudah direnovasi total, termasuk pengadaan gorden, tempat tidur, meubeler, hingga pemasangan kaca film dan dekorasi interior,” ungkap Dedek kepada JambiLink.

“Lalu sekarang direnovasi lagi? Apakah gorden yang lama sudah rusak? Tempat tidur hilang? Film kaca hancur? Kalau iya, di mana bukti rusaknya? Mana berita acaranya? Kalau hilang, siapa yang bertanggung jawab?” tegasnya.

Menurutnya, pertanyaan itu bukan sekadar retoris. Itu menyangkut kejelasan penggunaan aset negara. Bila barang-barang yang dibeli sebelumnya masih layak, maka renovasi tahun ini bisa dikategorikan mubazir anggaran. Bila hilang atau rusak, harus ada pertanggungjawaban tertulis dari pejabat yang menggunakan.

Temuan JambiLink menunjukkan bahwa dalam renovasi rumah dinas tahun ini, item pengadaan terlihat mengulang barang-barang yang sudah pernah diadakan, seperti:

  • Tempat tidur (Rp187,6 juta),
  • Gorden (Rp378 juta),
  • Meubeler (Rp518 juta),
  • Studio video (Rp184 juta),
  • Perabot rumah tangga dan alat pendingin (lebih dari Rp500 juta total).

Baca di sini untuk data lengkapnya :

“Kalau semua barang itu sudah ada, mengapa diadakan lagi? Kalau tidak ada, ke mana barang-barang sebelumnya? Ini bukan lagi soal proyek, tapi soal transparansi dan integritas pengelolaan aset publik,” lanjut Dedek.

Dedek menyebut kejadian ini sebagai indikasi penyakit fiskal laten. Di mana setiap pergantian periode politik, fasilitas elite ikut diulang. Padahal APBD bukan milik fraksi, bukan milik lembaga, tapi uang rakyat yang dipungut dari pajak dan retribusi masyarakat.

“Jangan sampai rumah dinas itu berubah jadi sirkuit gonta-ganti dekorasi tiap lima tahun. Kalau orientasinya estetika, bukan fungsi publik, itu artinya kita sedang menyulap anggaran menjadi fasilitas privat berkedok institusional,” katanya.

Dr. Dedek juga menyerukan agar Inspektorat, BPK, bahkan KPK jika perlu, turun mengaudit pengelolaan rumah dinas pimpinan DPRD Sarolangun.

“Ini soal akumulasi anggaran negara untuk kepentingan kelompok kecil. Jika ini dianggap wajar, maka praktik pengulangan belanja ini bisa terjadi di seluruh daerah,” pungkasnya.

Jika rumah dinas sudah pernah direnovasi dan diisi perlengkapan mahal sebelumnya, maka publik berhak tahu: ke mana perginya barang-barang itu? Apakah masih ada, disimpan, rusak, atau “lenyap”?(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network