Jejak Janggal CV Keina Karya Utama di Dua Proyek Rp 16 Miliar

WIB
IST

Dalam rentang waktu yang nyaris bersamaan, dua proyek besar di Kabupaten Tanjung Jabung Barat diumumkan pemenangnya. Yang satu untuk pembangunan dan penataan drainase kota Kuala Tungkal senilai Rp 12 miliar, yang satu lagi proyek pintu air Parit 10 senilai Rp 4,09 miliar. Kedua proyek disikat oleh satu nama, CV Keina Karya Utama.

Bagaimana rekam jejak CV Keina Karya Utama di dua proyek itu?

Berikut penelusuran tim Jambi Link di lapangan.

Sekilas, kemenangan CV Keina Karya Utama di dua proyek ini, bisa dibaca sebagai bukti performa perusahaan. Tapi, anda akan tercengang ketika mengetahui masalahnya lebih dalam. Setelah ditelusuri tim Jambi Link, yang tersingkap adalah serangkaian kejanggalan administratif, potensi pelanggaran prosedur, dan hilangnya prinsip dasar pengadaan, persaingan sehat.

Tender proyek Pembangunan dan Penataan Drainase Kota Kuala Tungkal Tahap I seolah dibuka luas untuk umum. 21 peserta tercatat mendaftar dalam sistem LPSE. Sayangnya, ketika batas akhir pengajuan penawaran ditutup, hanya satu perusahaan yang benar-benar masuk, CV Keina Karya Utama.

Ketika sebuah tender hanya menyisakan satu penawar, publik berhak bertanya, apakah peserta lain memang berniat bersaing, atau hanya tercatat untuk memenuhi kuota formal? Apakah Pokja telah menggugurkan peserta lain secara administratif melalui kriteria yang sulit dipenuhi? Mengapa tidak ada daftar resmi peserta yang gugur?

Lanjut ke harga penawaran, yakni Rp 11,902 miliar. Selisihnya? Kurang dari 1% dari HPS. Fakta ini saja sudah cukup membangkitkan tanda tanya. Mengapa hanya satu yang mengajukan penawaran?

Kemana 20 peserta lainnya?

Apakah persyaratan teknis atau evaluasi administratif didesain untuk menyaring secara diam-diam?

Yang lebih parah, tidak ada daftar resmi peserta yang gugur maupun catatan proses klarifikasi teknis. Sunyi. Rapi. Terlalu rapi.

Pintu Air Parit 10: SBU Belum Aktif, Tapi Tetap Menang

Nama proyeknya Pembangunan Pintu Air Parit 10. Proyeknya terletak di Desa Tungkal I, Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Proyek senilai Rp 4,09 miliar ini bertujuan mengatasi banjir musiman di Desa Tungkal I.

Dalam proses tendernya, CV Keina Karya Utama kembali menang—meski SBU utama yang relevan dengan pekerjaan, BS010 – Bangunan Prasarana SDA, baru aktif 30 Maret 2025. Padahal, dokumen penawaran diunggah pada 8–11 Februari 2025, artinya sertifikat belum sah digunakan saat itu.

Dua SBU lain milik perusahaan ini juga bermasalah secara relevansi:

  • BS001 – Konstruksi Jalan → Tidak relevan untuk struktur pintu air.
  • BS004 – Irigasi & Drainase → Hanya untuk saluran ringan, tidak untuk struktur mekanikal.

Dalam pengadaan, waktu adalah batas hukum. Sertifikat yang baru aktif setelah batas unggah dokumen seharusnya otomatis membuat peserta gugur.

Dengan dua proyek sekaligus senilai total hampir Rp 17 miliar, CV Keina Karya Utama otomatis melampaui batas Kemampuan Dasar (KD) lazim untuk usaha kecil yang hanya sekitar Rp 2,5–3 miliar. Jika perusahaan ini tak memiliki proyek terdahulu dengan nilai dan jenis serupa, maka kelulusannya layak dipertanyakan secara hukum.

SKP tidak hanya formalitas. Ia bukti kapasitas. Dan jika itu dilewatkan, maka risiko pekerjaan gagal menjadi lebih tinggi.

Pokja sebagai benteng terakhir seharusnya menolak dokumen yang cacat. Tapi dalam dua tender ini, mereka justru meloloskan perusahaan dengan SBU yang belum aktif, satu-satunya penawar aktif, tidak ada kompetisi riil.

Apakah ini kelalaian, ketidaktahuan, atau pembiaran? Semua kemungkinan terbuka. Tapi yang jelas, publik yang dirugikan.

Masyarakat sesungguhnya menyambut kabar proyek drainase Rp 12 miliar itu. Namun, mereka berharap proyek ini tidak dimeninggalkan beban masalah di kemudian hari.

“Kami nggak ngerti soal SBU atau dokumen tender. Tapi kalau pemenangnya nggak sah secara aturan, ya proyeknya rawan gagal. Uang negara itu uang rakyat, jangan main-main,” ujar Leni.

Dalam ruang publik, narasi dua proyek yang disapu bersih oleh satu perusahaan dengan skema pengadaan yang minim kompetisi telah menimbulkan efek psikologis tersendiri. Muncul kesan bahwa prosedur telah menjadi panggung formalitas, bukan sistem seleksi terbaik.

Dr Dedek Kusnadi, pengamat kebijakan publik dari UIN STS Jambi mengingatkan publik sekarang lebih kritis.

“Dua proyek besar, dua-duanya dimenangkan satu CV, dan sama-sama penuh tanda tanya? Itu bukan efisiensi. Itu alarm,” tegasnya.

CV Keina Karya Utama bukan sekadar menang dua proyek. Ia menang dengan pola yang terlalu identik: sepi persaingan, selisih harga menempel HPS, dan dokumen yang cacat waktu. Di tengah kebutuhan publik terhadap infrastruktur yang kuat dan akuntabel, proyek seperti ini justru memperlihatkan bahwa fondasi kita bisa rapuh bahkan sebelum fondasi pertama dicor.

Karena dalam pengadaan publik, bangunan yang gagal tidak selalu karena beton yang retak—tapi karena prosedur yang longgar sejak awal.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network