Merangin - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak main-main dalam mengawasi penggunaan anggaran negara di daerah. Satgas KPK kini memelototi 10 proyek strategis di Kabupaten Merangin yang diduga rawan penyimpangan.
Dari daftar pantauan itu, dua proyek jumbo menjadi sorotan tajam karena terindikasi bermasalah. Temuan di lapangan menyebutkan, kedua proyek ini diduga kuat dikendalikan oleh oknum kontraktor yang sama, meskipun menggunakan "bendera" perusahaan yang berbeda.
Dua proyek tersebut adalah:
- Proyek Jalan Simpang Margoyoso – Batas Tebo senilai Rp 4,1 miliar (Dimenangkan CV Mulia Ardhana).
- Pembangunan Gedung UPTD Instalasi Farmasi senilai Rp 7,5 miliar (Dimenangkan CV Wakuda Bangun Jaya).
Ketua Kasatgas Wilayah I KPK, Uding Juharudin, memimpin langsung tim turun ke lapangan untuk memeriksa kualitas, progres, hingga kesesuaian metode pengerjaan. Uding menegaskan, kedatangan timnya bukan sekadar kunjungan seremoni.
"Agar proses pengerjaan menghindari penyimpangan dalam perencanaan, penganggaran, hingga pelaksanaan. Pastikan kualitas terjamin dan selesai tepat waktu," tegas Uding memberikan warning keras kepada kontraktor dan pengawas.
Sorotan paling tajam mengarah pada proyek Gedung UPTD Instalasi Farmasi yang dikerjakan CV Wakuda Bangun Jaya. Penelusuran mengungkap bahwa proyek ini sudah menuai polemik sejak tahap tender.
Salah satu peserta tender, CV Bibe Condong Lestari, sempat mengajukan sanggahan keras melalui surat bernomor 015/SS-CV.BCL/JBI/VII/2025 pada Juli lalu. Mereka menuding Kelompok Kerja (Pokja) pemilihan tak transparan dan melanggar prosedur evaluasi.

Direktur CV Bibe Condong Lestari, Dicky Karles, dalam surat sanggahannya saat itu menyebut pihaknya digugurkan dengan alasan yang dinilai dicari-cari dan tidak substansial.
"PPK harus ikut serta dalam klarifikasi peserta dan pemenang tender. Kami meyakini Pokja tidak melakukan klarifikasi terhadap peserta tender. Ini pelanggaran terhadap syarat evaluasi pelaksanaan tender," tegas Dicky.
Dicky membeberkan alasan pengguguran yang dinilai tak masuk akal. Pokja menggugurkan penawaran mereka hanya karena perbedaan penulisan spesifikasi pada daftar peralatan dibandingkan nota pembelian.
Sebagai contoh, dalam daftar tercantum "Yamamax 1200 RR", sementara di nota tertulis "Yamamax 12000 RR". Padahal secara teknis, kapasitas alat tersebut justru melebihi syarat yang diminta.
"Dalam dokumen penawaran kami, nota tidak mencantumkan kapasitas, hanya merek dan jenis. Spesifikasi alat yang kami berikan justru melebihi standar. Seharusnya tidak digugurkan," protes Dicky.
Ia menyayangkan sikap Pokja yang langsung memvonis gugur tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu, sebagaimana diamanatkan dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018.
"Klarifikasi adalah kesempatan peserta tender untuk menjelaskan. Tapi Pokja langsung menggugurkan tanpa klarifikasi. Ini pelanggaran serius," pungkasnya.
Sebagai informasi, proyek Pembangunan Gedung UPTD Instalasi Farmasi ini memiliki nilai pagu sebesar Rp 7.500.000.000, dan ditenderkan secara terbuka oleh Pemerintah Kabupaten Merangin melalui LPSE.
CV Wakuda Bangun Jaya telah ditetapkan sebagai pemenang, namun kini sedang menghadapi sanggahan resmi yang menuntut evaluasi ulang atas dasar kejanggalan prosedur.
Tender proyek ini merupakan bagian dari pengadaan dengan skema Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2025 di Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin. Nilai proyek mencapai lebih dari Rp 7 miliar. Tender proyek ini menggunakan metode Pascakualifikasi Satu File – Harga Terendah Sistem Gugur, sehingga sedikit kesalahan bisa langsung mematikan langkah peserta.
Proyek ini diikuti oleh 29 peserta tender. Namun seperti banyak tender lain, tidak semua peserta memasukkan penawaran hingga akhir. Pokja memenangkan CV Wakuda Bangun Jaya di tender ini. Harga negosiasi CV Wakuda Bangun Jaya ditetapkan Rp 7.154.172.405,08. HPS proyek Rp 7.265.612.700.
Artinya, selisih hanya sekitar 1,5% dari pagu, dan selisih harga negosiasi vs koreksi hanya Rp 1.
Paket ini mensyaratkan SBU BG005 (Bangunan Gedung Kesehatan) dan pengalaman konstruksi dalam empat tahun terakhir. Untuk perusahaan kecil yang baru berdiri, tetap diwajibkan memiliki minimal satu pengalaman serupa jika nilai proyek melebihi Rp 2,5 miliar, seperti halnya proyek ini.(*)
Kini, dengan turunnya KPK langsung ke lokasi, publik menanti apakah dugaan permainan "satu pintu" dan ketidakberesan tender ini akan diusut tuntas hingga ke akar-akarnya?(*)
Add new comment