Oleh : Dr. FAHMI RASID
Warga Kota Jambi
PERGANTIAN TAHUN, selalu menghadirkan jeda yang sunyi namun penuh makna. Di ujung kalender, tepat pada malam 31 Desember 2025, manusia kerap berhenti sejenak, Bukan sekadar untuk menghitung waktu, tetapi untuk menghitung diri. Tahun yang berlalu bukan hanya deretan hari, melainkan kumpulan peristiwa, kegagalan, keberhasilan, penyesalan, harapan, dan doa yang mungkin tak sempat terucap.
Refleksi kehidupan di penghujung 2025 bukan sekadar ritual tahunan, tetapi kebutuhan batin manusia modern yang hidup di tengah arus cepat perubahan sosial, tekanan ekonomi, dan kegelisahan spiritual. Dalam momen ini, pertanyaan paling mendasar kembali muncul: apakah hari ini kita sudah lebih baik dari hari kemarin? Dan apakah hari esok akan benar-benar lebih baik dari hari ini…,?
Hari Ini Harus Lebih Baik dari Hari Kemarin
Prinsip ini sederhana, tetapi menuntut konsistensi yang luar biasa. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa hari ini lebih baik dari kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung.” Pesan ini menegaskan bahwa ukuran keberhasilan hidup bukanlah lonjakan besar yang spektakuler, melainkan kemajuan kecil yang berkelanjutan.
Dalam perspektif psikologi perkembangan, Carol Dweck melalui teori growth mindset menjelaskan bahwa manusia yang terus bertumbuh adalah mereka yang melihat hidup sebagai proses belajar, bukan kompetisi hasil instan. Kesalahan bukan akhir, melainkan ruang pembelajaran.
Tahun 2025, bagi banyak orang, mungkin menyisakan luka kegagalan ekonomi, hubungan yang renggang, atau target hidup yang belum tercapai. Namun refleksi yang jujur justru membuka jalan perbaikan.
Hari ini yang lebih baik berarti :
- Lebih sabar dalam merespons keadaan,
- Lebih bijak dalam mengambil keputusan,
- Lebih jujur terhadap diri sendiri.
Perubahan besar selalu dimulai dari keputusan kecil yang konsisten.
Mengejar Kehidupan yang Lebih Produktif dan Bermakna Sosial
Produktivitas sering disalahartikan sebagai kesibukan tanpa henti. Padahal, menurut Peter Drucker, produktivitas sejati bukan tentang melakukan banyak hal, tetapi melakukan hal yang benar. Tahun 2025 mengajarkan bahwa bekerja keras tanpa makna sosial hanya akan melahirkan kelelahan eksistensial.
Manusia adalah makhluk sosial. Aristoteles menyebut manusia sebagai zoon politikon, makhluk yang hanya menemukan makna hidupnya dalam relasi dengan sesama. Maka produktivitas yang sejati adalah yang berdampak, bukan hanya menghasilkan angka.
Menuju 2026, masyarakat dituntut membangun produktivitas yang beretika:
- bekerja dengan kejujuran,
- berkontribusi bagi lingkungan,
- peduli pada yang lemah,
- tidak mengorbankan nilai demi keuntungan sesaat.
Sosiolog Émile Durkheim mengingatkan bahwa krisis sosial sering lahir dari hilangnya solidaritas. Ketika individu terlalu fokus pada pencapaian pribadi, masyarakat kehilangan daya ikat. Karena itu, refleksi akhir tahun harus mendorong keseimbangan antara pencapaian pribadi dan tanggung jawab sosial.
Produktif bukan berarti meninggalkan kepedulian. Justru kepedulianlah yang memberi makna pada produktivitas.
Dimensi Spiritual: Kembali Mendekat kepada Allah SWT
Di balik gemerlap perayaan tahun baru, ada kegelisahan yang sering tersembunyi: kehampaan spiritual. Modernitas memberi kemudahan, tetapi sering menjauhkan manusia dari makna terdalam hidupnya.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menegaskan bahwa kegelisahan manusia modern bukan karena kurangnya harta, melainkan karena jauhnya hati dari Tuhan. Tahun 2025 mungkin telah memberi banyak pelajaran tentang keterbatasan manusia, sakit, kehilangan, kegagalan. semuanya adalah cara Tuhan memanggil hamba-Nya untuk kembali.
Taubat bukan sekadar penyesalan, melainkan keberanian untuk berubah. Allah SWT berfirman dalam QS. Az-Zumar ayat 53: “Janganlah berputus asa dari rahmat Allah. ” Ayat ini adalah penghiburan sekaligus peringatan bahwa pintu perbaikan selalu terbuka, selama manusia mau kembali.
Menuju 2026, refleksi spiritual menjadi fondasi penting:
- memperbaiki shalat,
- menjaga lisan,
- membersihkan hati dari iri dan dengki,
- memperkuat keikhlasan dalam setiap amal.
Spiritualitas yang kuat akan melahirkan ketenangan, dan ketenangan akan melahirkan kebijaksanaan dalam hidup.
#Makna Waktu dan Tanggung Jawab Manusia.
Filsuf Martin Heidegger menyebut manusia sebagai being-toward-death makhluk yang sadar bahwa waktunya terbatas. Kesadaran inilah yang seharusnya membuat manusia hidup lebih bertanggung jawab.
Pergantian tahun adalah pengingat sunyi bahwa waktu tidak pernah kembali.
Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah menegaskan bahwa peradaban runtuh bukan karena kekurangan sumber daya, melainkan karena rusaknya moral dan disiplin. Pesan ini relevan di tengah tantangan global dan lokal yang dihadapi masyarakat hari ini.
Refleksi 2025 seharusnya menuntun manusia pada kesadaran kolektif:
- Bahwa hidup bukan hanya tentang diri sendiri,
- bahwa setiap tindakan meninggalkan jejak,
- bahwa masa depan dibentuk oleh pilihan hari ini. Menjemput 2026 dengan Kesadaran Baru.
Tahun 2026 bukan sekadar angka baru, melainkan kesempatan baru.
Kesempatan untuk:
- Memperbaiki niat,
- memperhalus akhlak,
- Memperkuat kontribusi sosial,
- dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Refleksi akhir tahun seharusnya melahirkan resolusi yang realistis namun bernilai. Bukan janji kosong, melainkan komitmen sunyi yang dijaga dengan disiplin.
Seperti kata Viktor Frankl, psikolog eksistensial, manusia yang menemukan makna akan mampu bertahan dalam situasi apa pun. Makna itulah yang harus kita jemput bersama di tahun 2026.
Pergantian tahun 31 Desember 2025 bukanlah pesta waktu, melainkan panggilan kesadaran . Ia mengajak manusia menoleh ke belakang dengan jujur, menatap ke depan dengan harapan, dan berdiri di hari ini dengan tanggung jawab.
Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
Hari esok harus lebih bermakna dari hari ini.
Dan di atas segalanya, hidup harus semakin dekat kepada Allah SWT.
Karena pada akhirnya, waktu akan terus berjalan. Tetapi manusialah yang menentukan apakah ia sekadar menua, atau benar-benar bertumbuh.(*)
Tentang Penulis: Penulis adalah ASN di Bappeda Provinsi Jambi, Dosen Universitas Muhammadiyah Jambi, Pengurus LAM & ICMI Orwil Jambi, Ketua LPM Rawasari, serta seorang Hamba Allah yang terus belajar.
Add new comment