Debu beterbangan, jalan penuh lubang, dan suara teriakan warga menggelegar di RT 16, Desa Talang Belido, pada siang itu. Mereka berkerumun di tengah jalan, menggelar aksi demonstrasi yang berlangsung spontan. Tuntutan mereka sederhana: menagih janji yang telah hampir empat tahun menguap tanpa realisasi.
Jalan di desa mereka rusak parah. Penyebabnya? Hilir mudik armada Pertamina yang tiada henti. Sejak 2020, perusahaan migas raksasa itu berjanji melakukan peningkatan jalan dengan rigid beton (cor). Tapi, sampai detik ini, tak ada tanda-tanda jalan mulus itu terwujud.
Warga sudah dua kali turun ke jalan. Aksi pertama digelar beberapa tahun silam. Namun, hasilnya nihil. Kini, untuk kedua kalinya, mereka turun dengan amarah yang lebih membuncah.
Mulyadi, koordinator aksi, berdiri di barisan terdepan. Dengan nada geram, ia menegaskan bahwa aksi ini bukan sekadar gertakan.
"Kami bosan dengan janji! Sudah empat tahun, jalan ini makin hancur. Kami hanya menuntut hak kami," seru Mulyadi.
Mereka tak hanya menuntut perbaikan jalan, tapi juga mempertanyakan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang pernah dijanjikan Pertamina. "Mana CSR untuk desa ini? Ke mana uang itu mengalir?" Warga mendesak kepastian.
Aksi yang berlangsung selama dua jam itu akhirnya membuahkan respons. Pihak Pertamina datang menemui massa, didampingi kepolisian, koramil, serta kepala desa. Dalam suasana yang panas, Pertamina kembali menggelar mediasi. Kali ini, mereka menawarkan dua opsi: pengerasan jalan atau pengecoran.
Tapi warga tak mau lagi diberi pilihan samar. "Kami tidak mau janji-janji lagi. Mau cor atau pengerasan, yang penting segera dikerjakan," timpal seorang warga dengan suara lantang.
Dalam pertemuan itu, Pertamina meminta waktu satu bulan untuk merealisasikan tuntutan. Warga masih menunggu.
Namun, jika satu bulan berlalu dan jalan masih tetap berlubang, apakah akan ada aksi ketiga?
Add new comment