JAKARTA – Penanganan kasus dugaan korupsi raksasa terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023 terus bergulir di Kejaksaan Agung (Kejagung).
Pada Jumat (21/3/2025), Kejagung memeriksa enam saksi, salah satunya eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution, yang menjabat posisi tersebut pada tahun 2021. Pemeriksaan dilakukan untuk memperkuat pembuktian atas dugaan korupsi yang disebut merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap Alfian dan lima saksi lainnya merupakan bagian dari proses penyidikan lanjutan. Adapun dua di antara enam saksi yang diperiksa ternyata sudah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu:
- Yoki Firnandi, Dirut PT Pertamina International Shipping
- Gading Ramadhan Joedo, Komisaris PT Jenggala Maritim & Dirut PT Orbit Terminal Merak
Sementara empat saksi lainnya adalah:
- IR, Pjs. VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional (per September 2022)
- RW, VP Procurement & Asset Management PT Pertamina International Shipping
- ES, VP Procurement & Contracting PT Pertamina Hulu Rokan WK Rokan
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” kata Harli.
Dalam kasus megakorupsi ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka, yang berasal dari berbagai lini strategis di tubuh Pertamina Group dan perusahaan mitra:
- Riva Siahaan – Dirut PT Pertamina Patra Niaga
- Sani Dinar Saifuddin – Direktur Feedstock & Produk Optimization PT Pertamina Internasional
- Yoki Firnandi – Dirut PT Pertamina International Shipping
- Agus Purwono – VP Feedstock
- Muhammad Kerry Andrianto Riza – Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa
- Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Katulistiwa
- Gading Ramadhan Joedo – Komisaris PT Jenggala Maritim & Dirut PT Orbit Terminal Merak
- Maya Kusmaya – Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Niaga
- Edward Corne – Heavy Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga
Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dugaan korupsi ini terkait manipulasi tata kelola minyak mentah, perdagangan produk kilang, hingga optimalisasi pasokan BBM dari luar negeri. Pemeriksaan terhadap para saksi dilakukan untuk menelusuri jejak transaksi, skema penyimpangan, serta kemungkinan aliran dana kepada pihak lain di luar nama-nama yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kejagung belum merinci lebih lanjut mengenai motif, modus, dan alur dana secara detail. Namun dengan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun, ini berpotensi menjadi salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah BUMN energi Indonesia.
Publik kini menanti langkah lanjutan Kejagung—termasuk kemungkinan adanya penetapan tersangka tambahan, termasuk dari level pengambil kebijakan yang lebih tinggi.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi penegakan hukum di sektor energi, terutama karena melibatkan entitas besar sekelas Pertamina dan menyangkut kedaulatan energi nasional. Jika tidak ditangani tuntas, bukan hanya keuangan negara yang rugi, tapi juga kepercayaan publik terhadap tata kelola sektor strategis.(*)
Add new comment