Desa Rantau Panjang, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin, kini tak lagi sunyi. Bukan karena pembangunan, tapi karena deru mesin alat berat yang mencabik-cabik tanah, merobek hutan, dan mengeruk isi bumi tanpa izin.
Selama enam bulan terakhir, aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) berlangsung secara terbuka di kawasan ini. Warga menyebut, ada 7 unit alat berat (eksavator) yang setiap hari menggarap lahan di wilayah mereka. Beberapa bahkan sudah masuk ke dalam kawasan hutan produksi.
“Kami khawatir. Air jadi keruh. Hutan rusak. Tapi tidak ada yang berani menindak,” ujar seorang warga kepada Jambi Link.
Informasi yang dihimpun tim JambiLink menyebutkan, para pelaku PETI bekerja bekerja sama dengan oknum warga pemilik lahan. Dengan dalih “tanah sendiri”, lokasi-lokasi tambang ini dijadikan area eksploitasi terbuka. Celakanya, sebagian besar lahan yang digarap sudah masuk kawasan hutan produksi, yang memiliki perlindungan hukum ketat.
Yang membuat warga semakin gelisah adalah diamnya Kepala Desa Rantau Panjang.
“Kades kami seperti tutup mata. Harusnya dia melindungi lingkungan, bukan diam saja,” kata warga lainnya yang enggan disebutkan namanya.
Warga mendesak agar Kades tak membiarkan kehancuran lingkungan terus berlangsung.
Keresahan warga semakin memuncak karena tak ada penindakan dari aparat penegak hukum. Padahal aktivitas penambangan ilegal dengan alat berat bukanlah perkara kecil. Ia mengancam ekosistem hutan, mencemari air, dan merusak ruang hidup masyarakat lokal.
“Kalau polisi tidak turun tangan, jangan salahkan warga kalau nanti ada aksi langsung,” ujar salah satu tokoh muda di desa itu.
Warga berharap Kapolres Merangin dan tim Tipidter Polda Jambi segera bertindak sebelum kerusakan makin parah.
Tim JambiLink telah berupaya melakukan konfirmasi kepada Kepala Desa Rantau Panjang. Namun hingga berita ini ditayangkan, nomor telepon yang bersangkutan tidak aktif.
Ketidakhadiran suara pemimpin desa di tengah keresahan warganya justru mempertebal dugaan pembiaran.
Aktivitas PETI dengan alat berat bukan hanya melanggar hukum, tapi juga menghancurkan nilai keadilan ekologis. Ketika keuntungan digenggam segelintir pihak, kerusakan dibagi rata ke seluruh warga desa—dari air minum yang tercemar, hingga potensi bencana tanah longsor.
“Kami hanya ingin hidup tenang, air bersih, dan hutan tetap ada buat anak cucu,” ungkap warga lainnya.
PETI di Rantau Panjang bukan lagi isu tersembunyi. Ini sudah terang-terangan. Ada alat berat. Ada kerusakan. Ada pembiaran. Maka saatnya aparat, mulai dari Dinas Kehutanan, DLH, hingga Kepolisian, turun tangan.
Jika tidak, maka yang hilang bukan hanya emas, tapi masa depan Merangin itu sendiri. Jika hukum diam, maka kejahatan akan merasa diberi izin.(*)
Add new comment