Tender Bungo Disorot: Dari Pustu hingga SPAM, KPK Diminta Bertindak!

WIB
IST

Aroma ganjil kembali tercium dari dapur pengadaan proyek pemerintah di Kabupaten Bungo. Sejumlah paket yang ditenderkan dalam dua bulan terakhir memunculkan pertanyaan publik, khususnya terkait konsistensi evaluasi oleh Kelompok Kerja Pemilihan (Pokja).

Salah satu yang mencuat adalah tender Pembangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) Kelurahan Bungo Taman Agung senilai Rp 662,9 juta. CV Abimanyu Jaya diumumkan sebagai pemenang. Namun, menurut informasi yang dikonfirmasi redaksi dari sejumlah dokumen, Sertifikat Badan Usaha (SBU) milik perusahaan tersebut telah tidak berlaku saat masa evaluasi dan pembuktian kualifikasi dilakukan—termasuk pada saat penetapan pemenang.

Jika benar, maka hal ini menabrak ketentuan pengadaan. Karena masa berlaku SBU adalah elemen krusial dalam verifikasi kelayakan usaha.

Indra Kesuma, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo, secara tegas menyatakan hingga awal Juli 2025, belum ada satu pun dokumen kontrak yang diteken dengan CV Abimanyu Jaya.

“Sampai saat ini belum ada penandatanganan kontrak,” ujar Indra saat dikonfirmasi JambiLink, Selasa (1/7/2025).

Demi menghindari risiko hukum, PPK tengah berkonsultasi secara paralel dengan tiga pihak. Antaralain inspektorat Daerah (untuk aspek pengawasan internal), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), serta Aparat Penegak Hukum (APH).

“Kami akan dalami dan berkonsultasi dengan Inspektorat, LKPP, dan APH,” ungkap Indra, menegaskan sikap tidak mau ambil risiko.

Tim Jambi Link telah mengonfirmasi masalah ini ke inspektorat, namun belum ditanggapi.

Tak berhenti di sana, sorotan juga mengarah pada dua proyek SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum). Yakni SPAM Jaringan Perpipaan Desa Sungai Puri, Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas, senilai Rp 1,2 miliar, dimenangkan oleh CV Gunung Sago Perkasa.

Lalu SPAM Jaringan Perpipaan Desa Empelu, Kecamatan Tanah Sepenggal, dimenangkan CV Putra Bintang. Namun, di sinilah letak anomali. CV Gunung Sago Perkasa, yang sebelumnya dianggap layak dan sah pada tender SPAM Sungai Puri, digugurkan pada tender Desa Empelu dengan alasan menggunakan personil dan alat kerja yang sama.

Pertanyaan pun membumbung. Apakah alat berat dan tukang pelaksana perusahaan tersebut bisa digandakan? Apakah kontraktor ini memiliki teknologi kloning untuk membelah tenaga kerja? Ataukah... evaluasi pada salah satu tender tidak dilakukan secara menyeluruh?

Ketika dua proyek serupa ditenderkan dalam waktu dan metode yang sama, oleh instansi dan sistem yang sama (SPSE), namun menghasilkan penilaian berbeda untuk perusahaan yang sama, maka bukan hanya integritas Pokja yang dipertaruhkan, tetapi juga logika publik.

LPI Tipikor (Lembaga Pengawas Independen Tindak Pidana Korupsi) menyebut ini sebagai “kontradiksi yang menampar nalar.”

Masalah lain menyangkut CV Rizki, pemenang tender Puskesmas Air Gemuruh senilai Rp 8,62 miliar. Perusahaan ini berhasil menyingkirkan 52 peserta, dan memenangkan proyek dengan harga penawaran Rp 8,42 miliar, atau sekitar Rp 199 juta di bawah HPS.

Namun, ketika ikut bersaing pada tender Renovasi/Penambahan Ruang Puskesmas Tanah Tumbuh senilai Rp 3,79 miliar, CV Rizki justru digugurkan—meskipun menawarkan harga lebih hemat, selisih Rp 384 juta dari HPS.

Alasannya?

Tidak membawa surat dukungan IPAL asli dari pabrik saat pembuktian.

Padahal, tender ini dilakukan pada waktu, metode, dan evaluasi teknis yang nyaris identik. Bahkan, Pokja yang menangani keduanya adalah tim yang sama.

“Jika satu dinyatakan sah, dan satu lagi gugur, maka pertanyaan publik sah untuk muncul, apa yang membedakan?,” kata sumber internal kontraktor.

Sebagai catatan, proyek Puskesmas Tanah Tumbuh akhirnya dimenangkan oleh CV Dua Putra, dengan penawaran Rp 3,58 miliar. Jika dibandingkan, keputusan menggugurkan CV Rizki menyebabkan efisiensi negara berkurang sekitar Rp 172 juta.

Apakah ini keputusan berdasarkan integritas prosedur atau sekadar formalitas penyingkiran?

Masalah-masalah ini terjadi di lintas proyek dan sektor. Mulai dari fasilitas kesehatan hingga air bersih. Nama-nama seperti CV Abimanyu Jaya, CV Gunung Sago Perkasa, CV Putra Bintang, dan CV Rizki menjadi pusat perhatian.

LPI Tipikor mendesak agar proyek-proyek ini diaudit menyeluruh, termasuk mengevaluasi kinerja Pokja dalam penerapan prinsip-prinsip kesetaraan, konsistensi, dan keadilan administratif sebagaimana diamanatkan dalam Perpres 12/2021 dan pedoman LKPP.

“Jika tidak ada transparansi, publik berhak curiga. Jika evaluasi terasa diskriminatif, maka integritas sistem patut dipertanyakan,” ujar Aidil Fitri, juru bicara LPI Tipikor.

Lembaga ini juga mendorong APH, yakni Tipikor Kepolisian, Kejaksaan dan KPK untuk turun tangan jika ditemukan indikasi pelanggaran sistemik yang merugikan keuangan negara.

Karena di balik angka-angka proyek dan dokumen elektronik, ada satu pertanyaan besar yang menanti jawaban, Apakah benar proyek ini dimenangkan oleh yang terbaik, atau hanya oleh yang terdekat?

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.