Gejolak 2025 dan Mencuatnya Nama “The Gasoline Godfather” di Tengah Aksi Massa

WIB
IST

Nama konglomerat Riza Chalid mendadak tersorot di tengah maraknya aksi demonstrasi berakhir rusuh di penghujung Agustus 2025. Siapa dia?

***

Pada akhir Agustus 2025, gelombang demonstrasi besar-besaran merebak di berbagai kota. Aksi yang awalnya memprotes rencana kenaikan tunjangan DPR itu berujung kerusuhan dan pembakaran fasilitas publik di sejumlah daerah.

Di tengah kekisruhan, nama Riza Chalid mendadak jadi buah bibir. Pengusaha migas yang kerap dijuluki “saudagar minyak” ini ramai disebut warganet sebagai sosok yang dikait-kaitkan dengan aksi-aksi itu. Meskipun belum ada bukti konkret yang menguatkan sepkulasi itu.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa Polri akan bergerak sesuai bukti yang dikumpulkan di lapangan, tanpa berandai-andai soal aktor intelektual di balik unjuk rasa.

“Polri akan bergerak sesuai dengan bukti-bukti di lapangan... kita akan cari tahu pelaku di lapangan, aktornya, siapa yang membiayai, semua akan kita cari tahu,” ujar Listyo saat ditanya mengenai isu andil Riza Chalid dalam kericuhan aksi.

Hingga awal September 2025, polisi telah menangkap sejumlah terduga perusuh. Namun belum ada pernyataan resmi mengenai dalang atau penyandang dana aksi tersebut.

Sementara itu, di lingkup pemerintahan, nama Riza justru disinggung terang-terangan. Sejumlah menteri Kabinet Merah Putih kompak mengunggah surat terbuka di media sosial pada 1 September 2025 sebagai bentuk dukungan kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam unggahan itu, mereka mempertanyakan mengapa Prabowo diserang, padahal sang presiden tengah tegas memerangi para mafia. Secara gamblang, nama Riza Chalid disebut dalam surat tersebut sebagai salah satu mafia yang sedang dilawan pemerintah.

Profil Pribadi dan Latar Belakang Riza Chalid

Mohammad Riza Chalid lahir di Indonesia pada tahun 1960. Ia merupakan putra dari pasangan Chalid bin Abdat dan Siti Hindun binti Ali Alkatiri. Berdarah Arab-Indonesia, Riza tumbuh menjadi sosok yang kelak dikenal luas di kalangan pengusaha perminyakan.

Pada tahun 1985, Riza menikahi Roestriana Adrianti – yang akrab disapa Uchu Riza –. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai dua anak, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza (lahir 1985) dan Kenesa Ilona Rina (lahir 1989). Pernikahan tersebut bertahan hingga tahun 2012 ketika keduanya bercerai.

Sejak muda, Riza sudah menunjukkan minat di dunia bisnis. Namanya kemudian menjelma menjadi salah satu pengusaha besar nasional, bahkan pernah masuk daftar orang terkaya Indonesia versi Globe Asia dengan estimasi kekayaan sekitar US$415 juta (sekitar Rp6 triliun) pada pertengahan 2000-an.

Julukan “The Gasoline Godfather” atau Saudagar Minyak tersemat pada dirinya, menandakan posisinya yang dominan di industri minyak tanah air. Gelar itu tidak berlebihan – selama puluhan tahun Riza dikenal sebagai pemain kunci dalam bisnis impor minyak Indonesia, walau sosoknya terkesan misterius dan jarang muncul ke publik.

Sebagai konglomerat, Riza Chalid membangun gurita bisnis yang merambah berbagai sektor. Di inti kerajaan bisnisnya adalah sektor minyak dan gas (migas), yang membuatnya dijuluki Raja Minyak. Melalui bendera perusahaan Global Energy Resources, Riza dulu menjadi pemasok minyak terbesar bagi Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral), anak usaha Pertamina yang berbasis di Singapura.

Selama lebih dari dua dekade, Riza disebut-sebut mengendalikan Petral secara de facto – mengatur arus impor minyak mentah ke Indonesia melalui jaringan perusahaannyak. Petral sendiri merupakan entitas yang lama dikritik sebagai “lubang gelap” tata niaga migas karena kurang transparan, hingga akhirnya dibubarkan oleh pemerintahan Jokowi pada 2015 sebagai bagian dari bersih-bersih mafia migas. Dominasi Riza di bisnis impor ini membuatnya dipandang bak “gatekeeper” pasokan BBM nasional pada era tersebut.

Tak berhenti di migas, Riza melebarkan sayap usahanya ke sektor lain. Ia tercatat memiliki atau terafiliasi dengan berbagai perusahaan, antara lain di bidang perdagangan minyak (selain Global Energy Resources, ada nama seperti Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum yang berbasis di Singapura). Keberadaan perusahaan-perusahaan di Singapura ini sejalan dengan strategi Riza menjadikan negara tersebut sebagai hub operasi bisnis minyaknya – sekaligus basis Petral di masa lalu.

Selain itu, Riza juga diversifikasi investasi ke sektor di luar energi. Ia diketahui memiliki unit bisnis ritel dan hiburan: salah satunya adalah kepemilikan fasilitas taman bermain edukatif KidZania di pusat perbelanjaan Pacific Place, Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta. KidZania Jakarta, wahana populer bagi anak-anak, beroperasi di mal elite yang juga dimiliki oleh kelompok usaha Riza.

Tak ketinggalan, Riza merambah industri transportasi udara. Ia pernah memiliki saham maskapai AirAsia Indonesia melalui perusahaan PT Fersindo Nusaperkasa, mitra lokal AirAsia. Fersindo Nusaperkasa diketahui menjadi pemegang saham signifikan AirAsia Indonesia, yang menandakan Riza turut menanam modal di bisnis penerbangan komersial. Diversifikasi ini menggambarkan bagaimana kapital yang diperoleh Riza dari bisnis energi diubahnya menjadi imperium privat lintas sektor. Bahkan, Riza turut mendirikan lembaga pendidikan, yaitu Al Jabr International Islamic School di Jakarta pada 1994, meski fokus utamanya tetap di sektor bisnis berorientasi profit.

Skandal dan Kasus Hukum, Dari “Papa Minta Saham” hingga Korupsi Pertamina

Nama Riza Chalid bukan sekali dua kali muncul dalam konteks hukum. Skandal “Papa Minta Saham” (2015) dan kasus korupsi impor minyak Pertamina (2025) menjadi dua highlight terbesar yang mengaitkan Riza dengan dugaan korupsi tingkat tinggi. Berikut penelusurannya:

1. Skandal “Papa Minta Saham” (Freeport, 2015)
Pada akhir 2015, publik dihebohkan rekaman pertemuan clandestine antara Ketua DPR saat itu Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Dalam pertemuan di Hotel Ritz-Carlton Jakarta (8 Juni 2015) yang direkam diam-diam oleh Maroef, terdengar Novanto dan Riza diduga meminta jatah 20% saham Freeport sebagai “imbalan” memuluskan perpanjangan kontrak Freeport, sambil mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.

Skandal ini terungkap ke publik ketika Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR pada November 2015. Rekaman percakapan diperdengarkan di sidang MKD, mengonfirmasi keterlibatan Riza Chalid dalam lobi gelap tersebut.

Kasus politik yang dijuluki “Papa Minta Saham” ini berujung pada tekanan hebat terhadap Setya Novanto. Pada 16 Desember 2015, Setya mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR RI sesaat sebelum MKD menjatuhkan sanksi.

2. Kasus Dugaan Korupsi Impor Minyak Pertamina (2018–2023)
Satu dekade setelah drama Freeport, nama Riza Chalid kembali mengemuka dalam konteks kasus hukum yang berbeda, kali ini langsung terkait bisnis intinya di sektor migas. Kejaksaan Agung RI pada pertengahan 2025 menetapkan Riza Chalid sebagai salah satu tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina periode 2018–2023.

Penetapan ini merupakan gelombang kedua penyidikan megakorupsi Pertamina; sebelumnya pada Februari 2025, Kejagung sudah menahan tujuh tersangka gelombang pertama, termasuk Muhammad Kerry Adrianto Riza – putra Riza Chalid. Artinya, baik anak maupun ayah kini terseret dalam pusaran kasus korupsi yang sama. Jika skandal Freeport dulu tak menjerat Riza, kasus Pertamina ini menempatkannya langsung dalam status hukum yang genting.

Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, mengungkap bahwa Riza Chalid berperan sebagai beneficial owner alias pengendali utama dua perusahaan yang terlibat dalam perkara ini, yakni PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal Merak.

Kedua perusahaan tersebut dijalankan oleh anak Riza, yaitu Kerry Adrianto, yang lebih dahulu ditetapkan tersangka pada Februari 2025. Modus korupsi yang disidik meliputi penunjukan langsung Terminal BBM di Merak dengan harga sewa tinggi melalui Orbit Terminal Merak, serta manipulasi dalam penyusunan formula BBM Pertalite yang diduga melawan hukum.

Skala kasus ini amat fantastis. Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara ditaksir mencapai Rp 285 triliun. Jika terbukti, ini akan menjadi salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.

Ia dipanggil secara patut sebanyak tiga kali untuk diperiksa, namun tidak pernah hadir tanpa keterangan. Informasi intelijen menyebut Riza tidak tinggal di dalam negeri lagi. Pejabat Kejagung mengindikasikan Riza telah sejak awal berada di luar negeri, khususnya diduga berada di Singapura selama proses penyidikan.

Hal ini menyulitkan upaya penahanan. Pada 10 Juli 2025, saat Kejagung mengumumkan 9 tersangka baru termasuk Riza, delapan tersangka lainnya langsung ditahan penyidik. Hanya Riza Chalid yang luput, karena ketidakhadirannya dan posisinya di luar negeri.

Kejaksaan Agung tak tinggal diam. Langkah paksa sedang disiapkan melalui kerja sama dengan otoritas luar negeri.

“Kami sudah kerja sama dengan perwakilan kejaksaan di luar negeri, khususnya di Singapura, untuk menelusuri keberadaan Riza Chalid,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar.

Pada 19 Agustus 2025, Kejagung resmi menerbitkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Riza Chalid. Status buron ini dikeluarkan setelah Riza tiga kali mangkir panggilan.

Untuk memperkuat upaya penindakan, Kejagung juga menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap Riza. Penyidikan TPPU ini merupakan pengembangan dari perkara korupsi migas tersebut, dan Riza telah berstatus tersangka TPPU sejak 11 Juli 2025.

Sejumlah aset Riza di Indonesia mulai disita, di antaranya rumah mewah miliknya di Rancamaya Golf Estate, Bogor, disegel dan disita pada 26 Agustus 2025. Dua hari sebelumnya, 24 Agustus, penyidik juga menggeledah kediaman Riza di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta.

Meski sudah tersangka dan buron, hingga kini Riza Chalid belum tersentuh. Di mana Riza berada? Data keimigrasian per Juli-Agustus 2025 mendeteksi jejak Riza di Malaysia. Pemerintah Malaysia sendiri pernah menyatakan tidak akan melindungi Riza jika ada permintaan ekstradisi, seraya menegaskan proses hukum akan dihormati. Namun, pada praktiknya, menangkap seorang buron kelas kakap di luar negeri bukan perkara mudah.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.