Isu kencang berembus Presiden Prabowo akan mengganti Kapolri Jenderal Listyo Sigit pasca kerusuhan Agustus 2025. Dua nama calon pengganti mencuat, Komjen Dedi Prasetyo (Wakapolri) dan Komjen Suyudi Ario Seto (Kepala BNN). Publik menilai reformasi Polri jadi harga mati.
***
Isu berembus kencang bahwa Presiden Prabowo Subianto akan mengganti Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Informasi di kalangan media menyebut Istana telah menyiapkan dua nama perwira tinggi berpangkat komisaris jenderal sebagai calon pengganti Listyo Sigit. Bahkan, beredar kabar Prabowo telah mengirim surat presiden (Surpres) ke DPR RI terkait pergantian Kapolri tersebut. Meski begitu, hingga pertengahan September 2025 pimpinan DPR menyatakan belum menerima surat resmi apapun mengenai hal ini.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad – yang dikenal dekat dengan Prabowo – menegaskan “DPR sampai saat ini belum menerima Surpres terkait pergantian Kapolri”. Artinya, secara prosedural belum ada langkah formal. Namun, para pengamat meyakini sinyal politiknya sangat kuat.
Pengamat militer Selamat Ginting menyebut “Oktober sudah pasti (Kapolri Listyo Sigit) kena reshuffle” seraya menduga Prabowo hampir pasti mengganti Kapolri dalam waktu dekat. Jadi, meskipun secara resmi belum diumumkan, rencana pergantian Kapolri oleh Prabowo benar-benar tengah dipersiapkan di balik layar.
Wacana pergantian Kapolri ini tak lepas dari gejolak besar yang baru saja melanda Polri pada akhir Agustus 2025. Selama tanggal 25–31 Agustus 2025, sejumlah wilayah Indonesia dilanda aksi demonstrasi besar-besaran menentang berbagai kebijakan pemerintah dan DPR. Demonstrasi ini diwarnai kericuhan parah hingga menelan setidaknya 10 korban jiwa.
Salah satu insiden paling tragis adalah tewasnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, yang meninggal setelah dilindas kendaraan taktis Brimob saat demo di Jakarta pada 28 Agustus. Peristiwa tersebut terekam video. Kendaraan Baracuda melaju kencang di kerumunan massa hingga menabrak dan melindas korban, lalu kabur ke Markas Brimob. Tragedi ini membangkitkan amarah publik dan memicu tudingan bahwa aparat bertindak berlebihan dan tidak sesuai prosedur.
Gelombang aksi protes yang meluas di Jakarta dan berbagai kota (disebut sejumlah pihak sebagai “Agustus Kelabu”) direspons aparat dengan tindakan represif, tembakan gas air mata, water cannon, hingga pengerahan Brimob dan TNI.
Akibatnya, bentrokan pecah di banyak titik – dari sekitar Gedung DPR Senayan hingga kawasan Slipi dan Pejompongan. Selain Affan, korban tewas lainnya termasuk aparatur sipil negara dan mahasiswa. Komnas HAM mencatat mayoritas korban indikasi meninggal akibat kekerasan aparat.
Tak heran, Kapolri Listyo Sigit langsung dalam sorotan tajam. Muncul pertanyaan, apakah kerusuhan meluas ini tanda kendali Kapolri melemah? Selamat Ginting menilai rantai komando Polri “mulai longgar” – terbukti dari eskalasi chaos yang “kalau benar bisa dikendalikan, tentu tidak akan sebesar kemarin,” ujarnya. Intinya, rentetan kerusuhan dengan korban jiwa inilah yang menjadi pemicu utama mengapa posisi Listyo Sigit digoyang.
Selain itu, secara simbolik citra Polri terpuruk ke titik nadir. Tulisan “ACAB” (All Cops Are Bastards) muncul di berbagai tembok kota sebagai ekspresi frustrasi publik. Koalisi sipil menilai Listyo gagal mengubah watak represif Polri meski sudah menjabat sejak 2021.
Padahal, saat diangkat oleh Presiden Jokowi pada Januari 2021, Listyo sempat dipuji sebagai terobosan (Kapolri pertama berlatar belakang non-Muslim). Namun berbagai skandal (dari kasus Ferdy Sambo 2022 hingga kekerasan berulang di lapangan) membuat kepercayaan publik merosot. Puncaknya, kerusuhan demo Agustus 2025 ibarat klimaks dari akumulasi masalah internal Polri.
Dua Nama Mencuat
Di tengah wacana pergantian ini, beredar dua nama jenderal bintang tiga yang disebut-sebut calon kuat Kapolri baru. Keduanya adalah:
- Komjen Dedi Prasetyo – saat ini menjabat Wakil Kapolri.
- Komjen Suyudi Ario Seto – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) yang baru dilantik.
Menurut sumber internal, Prabowo telah menyodorkan dua figur ini ke DPR. Satu merupakan jenderal senior dan satu lagi lebih junior. Dedi Prasetyo tergolong senior (lulusan Akpol 1990, setahun lebih tua dari Listyo yang Akpol 1991). Suyudi Ario Seto lebih muda (Akpol 1994) dan baru saja naik pangkat menjadi Komjen pada 25 Agustus 2025, tepat saat dilantik memimpin BNN.
Berikut sekilas profil dan rekam jejak masing-masing kandidat:
Komjen Dedi Prasetyo – “Jenderal Profesor” Senior Polri
Dedi Prasetyo lahir di Madiun, 26 Juli 1968. Lulusan Akpol 1990 ini berusia 57 tahun dan merupakan senior langsung Listyo Sigit di kepolisian. Karier pendidikannya cemerlang. Ia meraih sederet gelar akademis (S.H., M.Hum., M.Si., M.M.) dan bahkan dikukuhkan sebagai Guru Besar (Profesor) di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Polri. Dedi dikenal gemar menulis. Ia memegang Rekor MURI sebagai penulis buku terbanyak dari kalangan Polri.
Dedi mengawali karier dari bawah. Pernah menjadi Kapolsek di Jawa Timur dan Kapolres di berbagai daerah (Kediri, Lumajang). Ia berpengalaman di bidang Reserse kriminal (pernah Kasat Serse Polwiltabes Surabaya) sekaligus piawai di bidang Sumber Daya Manusia (mantan Kepala Biro SDM Polda Maluku Utara dan Kalteng).
Karier Dedi menanjak ke pusat. Ia menjabat Kapolda Kalimantan Tengah (2020), lalu dipanggil ke Mabes Polri. Publik luas mulai mengenalnya saat menjadi Kepala Divisi Humas Polri (2018-2021), di mana sosoknya kerap muncul sebagai juru bicara Polri. Setelah itu Dedi menjabat Asisten Kapolri Bidang SDM (2023), kemudian Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri pada akhir 2024.
Teranyar, sejak 5 Agustus 2025 ia diangkat menjadi Wakil Kapolri menggantikan Komjen Ahmad Dofiri yang pensiun. Menariknya, Dedi baru satu bulan menjabat Wakapolri ketika namanya langsung digadang sebagai calon Kapolri.
Sebagai Kadiv Humas, Dedi pernah menjadi “wajah” Polri dalam berbagai peristiwa, termasuk pengungkapan kasus besar dan penanganan isu terorisme. Gaya komunikasinya tenang dan cenderung akademis. Dedi juga punya citra bersih.
Laporan LHKPN 2024 mencatat hartanya ~Rp11,17 miliar, relatif wajar untuk pejabat selevelnya. Tak ada catatan kontroversial menonjol terkait pribadinya. Di internal Polri, Dedi dihormati sebagai “jenderal intelektual” yang mampu menjembatani kepentingan senior-junior.
Pengamat menilai Prabowo condong ke figur senior berpengalaman seperti Dedi untuk mengawal agenda reformasi Polri. Dedi dinilai mampu menjadi figur pemersatu di tubuh Polri, terlebih ia tidak melangkahi angkatan (tidak ada senior yang terlewati jika Dedi naik).
Secara politik, Dedi tak terafiliasi ke parpol manapun. Kariernya moncer murni di jalur kepolisian lintas era (dari Kapolri Tito Karnavian, Idham Azis, hingga Listyo Sigit ia selalu mendapat posisi strategis). Hal ini membuatnya figur kompromi yang diterima banyak pihak.
Komjen Suyudi Ario Seto – Bintang Muda di BNN
Suyudi lahir di Jakarta, 14 Juli 1973. Usianya 52 tahun, lulusan Akpol 1994. Dibanding Dedi, ia lebih junior namun kariernya menanjak cepat berkat prestasi di bidang reserse. Ia melengkapi pendidikan kepolisian di PTIK (2003) dan Sespimti Polri (2018), menunjukkan potensi kepemimpinan sejak dini.
Suyudi tumbuh dari lingkungan reserse Polda Metro Jaya. Ia pernah menjabat Kanit Resmob Ditreskrimum Polda Metro, Kapolsek Pasar Minggu, hingga Kasat Reskrim Polres Jaksel. Tugas yang penuh pengalaman lapangan.
Reputasinya melejit saat sukses memimpin beberapa Polres penting. Ia pernah menjadi Kapolres Majalengka, Kapolres Bogor, Kapolresta Bogor Kota, hingga Kapolres Metro Jakarta Pusat. Tahun 2019, Suyudi dipercaya menjabat Dirreskrimum Polda Metro Jaya (Direktur Reserse Kriminal Umum). Dalam posisi ini, ia menangani berbagai kasus kriminal besar di Ibukota. Misalnya penangkapan kelompok perampok kakap, pengungkapan jaringan narkoba internasional, hingga penindakan pelaku kerusuhan (jabatan Dirreskrimum Polda Metro juga membuatnya terlibat penanganan demo rusuh 21-22 Mei 2019 pasca Pilpres).
Selanjutnya di Mabes Polri, Suyudi pernah menduduki jabatan Wadirtipideksus (Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus) dan Wadirtipidsiber Bareskrim, memperluas keahliannya di kasus kejahatan ekonomi dan siber.
Tahun 2023, Suyudi ditunjuk menjadi Wakapolda Metro Jaya, orang nomor dua di Polda tersibuk se-Indonesia. Lalu sejak Juni 2024, ia menjabat Kapolda Banten. Provinsi Banten merupakan wilayah penyangga Ibukota, dan di bawah kepemimpinan Suyudi, Polda Banten relatif kondusif meski berdekatan dengan gejolak di Jakarta.
Prestasi Suyudi di Banten termasuk penurunan angka kriminalitas dan pemberantasan mafia tanah. Tak lama berselang, datang promosi istimewa. Per 25 Agustus 2025, Presiden Prabowo melantiknya sebagai Kepala BNN RI dengan pangkat naik dari Irjen menjadi Komjen. Ia menggantikan Komjen Petrus Golose (kepala BNN sebelumnya) dalam sebuah rotasi sejumlah pejabat tinggi yang digelar di Istana Negara.
Suyudi dikenal sebagai “polisi lapangan” yang tegas, lugas, dan bersih. Dalam banyak kasus kriminal besar, namanya bersinar sebagai problem solver. Ketika menjabat Dirreskrimum Polda Metro (2019), ia misalnya berhasil mengungkap kasus pembunuhan berantai dan menangkap buronan kelas kakap.
Figur Suyudi relatif jarang muncul di media nasional (karena kariernya lebih banyak di balik layar investigasi), namun di internal Polri ia dipandang sebagai bintang muda potensial. Penugasan sebagai Kepala BNN kerap dilihat sebagai “batu loncatan” bagi perwira tinggi Polri menuju jabatan lebih tinggi. Publik pun membaca penunjukan Suyudi oleh Prabowo ini “tidak terlepas dari kebutuhan menata ulang struktur kepolisian” di era baru. Artinya, banyak yang menilai Prabowo sengaja menempatkan Suyudi di posisi strategis agar siap jika sewaktu-waktu dibutuhkan memimpin Polri.
Secara kekayaan, LHKPN Suyudi per 2023 mencatat hartanya sekitar Rp 9,8 miliar – sedikit di bawah Dedi, namun tetap tergolong wajar. Ia juga relatif bebas isu miring. Tak ada catatan keterlibatan skandal. Keterkaitan politik Suyudi pun minim, meski sejumlah sumber menyebut ia dekat dengan kalangan mantan petinggi Polri.
Suyudi pernah bekerja di bawah arahan Komjen (Purn) Anang Iskandar (eks Kepala BNN, tokoh Polri senior NU) dan Komjen Gatot Eddy (eks Wakapolri). Namun kini posisinya justru diangkat langsung oleh Prabowo, menunjukkan kepercayaan Presiden terhadapnya. Jika terpilih jadi Kapolri, Suyudi akan melompati beberapa angkatan senior. Hal yang pernah dilakukan Jokowi saat menunjuk Listyo (Akpol 1991) melampaui jenderal angkatan 1987-90. Keputusan semacam ini berpotensi menimbulkan resistensi internal, namun juga dianggap perlu bila menginginkan figur muda yang segar di puncak Polri.
Reformasi Polri Harga Mati
Wacana pergantian Kapolri ini tidak terjadi dalam kevakuman, melainkan diiringi gelombang tekanan publik dan elite agar dilakukan reformasi total Polri. Tragedi Agustus 2025 menjadi semacam momentum konsensus berbagai kalangan: institusi Polri harus berbenah serius. Berikut beberapa desakan utama:
- Koalisi Masyarakat Sipil 213 Organisasi: Lebih dari 200 organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan situasi saat ini sebagai “darurat kekerasan negara” akibat brutalitas aparat. Dalam konferensi pers 29 Agustus 2025, koalisi yang dikoordinatori YLBHI, KontraS, IM57+ Institute, dll, mengajukan 12 tuntutan kepada pemerintah. Tuntutan mereka antara lain, bebaskan semua demonstran yang ditahan, hentikan sikap represif dan tarik pasukan TNI dari penanganan demo, adili polisi brutal beserta pemberi komandonya, bentuk tim independen selidiki kekerasan 28 Agustus, copot Kapolri Listyo Sigit Prabowo karena gagal mereformasi Polri, dan lakukan evaluasi total Polri agar menjadi institusi yang profesional dan demokratis. Mereka menilai permintaan maaf Kapolri atas tewasnya Affan Kurniawan tidak cukup – yang dibutuhkan adalah langkah konkret dan pertanggungjawaban hukum. Koalisi ini juga mendesak Presiden Prabowo, DPR, serta Kapolri sama-sama bertanggung jawab menghentikan kekerasan negara terhadap warga.
- Jaringan Gusdurian: Jejaring penerus nilai-nilai Gus Dur yang dikomandoi Alissa Wahid turut bersuara lantang. Dalam Temu Nasional Gusdurian di Bekasi (29–31 Agustus 2025), mereka mengeluarkan “7 Sikap Gusdurian”. Poin utamanya mendesak Presiden Prabowo menghentikan pendekatan represif dalam penanganan unjuk rasa, mereformasi Polri dan mencopot Kapolri atas maraknya tindak kekerasan aparat, serta memastikan kebijakan negara berpihak pada rakyat. Gusdurian menilai gelombang demo terjadi karena kebijakan yang merugikan rakyat (misalnya kenaikan tunjangan mewah DPR, pajak naik, rangkap jabatan wakil menteri) ditambah arogansi pejabat dan brutalitas polisi. Alissa Wahid menyebut kombinasi faktor tersebut menggerus supremasi sipil, karenanya Polri harus dikembalikan fungsinya sebagai pelindung rakyat, bukan alat represi.
- BEM dan Mahasiswa: Kelompok mahasiswa di berbagai kampus juga menyuarakan mosi tidak percaya terhadap pimpinan Polri. BEM Universitas Indonesia misalnya secara tegas meminta Presiden mencopot Kapolri Listyo Sigit serta Kapolda Metro Jaya, menyusul insiden demo rusuh yang memakan korban. BEM SI (Seluruh Indonesia) pun mengorganisir aksi ke Mabes Polri menuntut hal serupa. Para mahasiswa ini menganggap Polri di era Listyo masih mempertontonkan pola lama, eksesif dalam menghadapi demonstran dan abai dalam melindungi hak berekspresi. Mereka menegaskan reformasi Polri adalah prasyarat agar kebebasan sipil terjamin.
- Gerakan Nurani Bangsa (Tokoh Lintas Agama): Sekumpulan 16 tokoh bangsa lintas agama yang menamakan diri Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menemui Presiden Prabowo di Istana Merdeka pada 11 September 2025. Delegasi ini termasuk nama-nama terpandang seperti Sinta Nuriyah Wahid (istri almarhum Gus Dur), cendekiawan Muslim Quraish Shihab, Pendeta Gomar Gultom, Romo Franz Magnis-Suseno, tokoh Muhammadiyah Omi Komariah Nurcholish Madjid, mantan Menag Lukman Hakim Saifuddin, aktivis anti-korupsi Erry Riyana Hardjapamekas, hingga Alissa Wahid. Mereka menyampaikan langsung ke Prabowo bahwa situasi pasca kerusuhan Agustus lalu genting dan membutuhkan langkah pembenahan. GNB menyoroti isu-isu: jaminan supremasi sipil (waspada terhadap wacana darurat militer), menolak keterlibatan TNI berlebihan di ranah sipil, profesionalisme TNI-Polri, pembebasan aktivis/mahasiswa yang ditahan pasca demo, dan tentunya reformasi kepolisian. Presiden Prabowo disebut merespons positif masukan ini dan berkomitmen menegakkan supremasi sipil serta memperbaiki Polri.
Prabowo mengumumkan akan membentuk Komisi Khusus Reformasi Polri serta Komisi Investigasi Independen untuk menyelidiki kerusuhan akhir Agustus. Menurut Pendeta Gomar Gultom, Prabowo menyambut baik usulan evaluasi Polri ini, bahkan menyatakan konsep serupa sudah ada dalam rencana beliau (ibaratnya gayung bersambut).
Sejumlah anggota DPR turut mendesak perubahan di Polri. Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil (Fraksi PKS) menyarankan Presiden Prabowo memimpin langsung proses reformasi Polri agar hasilnya nyata dirasakan masyarakat. Menurutnya, sejak era Kapolri Sutanto hingga Listyo Sigit, program reformasi Polri selalu ada tapi implementasinya belum memenuhi harapan publik. Hal senada diungkap Rudianto Lallo (NasDem) yang menilai hanya figur Presiden dengan mandat kuat yang bisa mendorong Polri berubah.
DPR sendiri menyatakan siap mengawasi kinerja Komisi Reformasi Polri nantinya, meski tidak akan terlibat langsung di dalamnya. Dukungan politik seperti ini penting agar agenda reformasi tidak kandas di tengah jalan.
Pergantian Kapolri Listyo Sigit bukan sekadar soal reshuffle biasa, tapi bagian dari tuntutan luas reformasi institusional. Publik menghendaki pemimpin Polri baru yang mampu mengubah kultur kepolisian – dari yang dianggap arogan dan represif, menjadi lebih humanis, profesional, dan pro-rakyat. Presiden Prabowo pun tampak menyadari hal ini.
Ia telah mencabut kebijakan kontroversial (misalnya membatalkan kenaikan tunjangan DPR yang memicu demo) serta menjanjikan tak akan melindungi aparat yang melanggar hukum. Bahkan Prabowo bersikap tegas memerintahkan TNI-Polri tindak tegas perusuh namun juga mengingatkan jangan sampai aparat melabeli pengunjuk rasa damai sebagai makar atau teroris secara berlebihan.
Publik menanti, reformasi Polri, sekadar wacana atau benar-benar terlaksana?(*)
Add new comment