Suasana politik Jambi mendadak heboh setelah mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola, muncul kembali ke publik pada 22–23 September 2025. Kehadirannya bersama Putri Zulkifli Hasan, putri Ketua Umum PAN, langsung memicu spekulasi comeback politik jelang Pilgub Jambi 2029.
Agenda mereka di Jambi sarat simbol politik, mulai dari kunjungan ke kantor DPW PAN Jambi hingga aksi sosial membagikan sembako kepada driver ojek online. Publik menilai ini sebagai “soft launching politik” Zola, meski ia membantah.
“Nggak ada (unsur politik). Doain aja,” kata Putri Zulhas, istri Zumi Zola.
Namun, jalan Zola tak mulus. Ia masih dibayangi vonis korupsi ketok palu RAPBD 2017–2018 yang membuatnya dihukum 6 tahun penjara, denda Rp500 juta, dan pencabutan hak politik 5 tahun. Ambiguitas tafsir hukum soal kapan larangan politik itu berakhir bisa jadi penghalang besar bagi langkahnya.
Jejak Kelam 'Ketok Palu', Beban Berat di Pundak Zola
Di balik manuver politik yang apik, terbentang jejak kelam yang menjadi beban terberat bagi Zumi Zola. Publik Jambi tentu belum lupa pada skandal korupsi yang meruntuhkan karier politiknya yang saat itu sedang meroket. Mengingat kembali detail kasus ini menjadi krusial untuk memahami betapa beratnya rintangan yang harus ia hadapi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Zola dengan dua dakwaan utama. Pertama, ia terbukti secara sah dan meyakinkan menyalurkan uang suap sebesar Rp 16 miliar kepada puluhan anggota DPRD Provinsi Jambi.
Uang ini diberikan sebagai "uang ketok palu" untuk memuluskan pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Jambi tahun anggaran 2017 dan 2018. Kedua, Zola juga didakwa menerima gratifikasi dengan total nilai lebih dari Rp 40 miliar dari berbagai kontraktor terkait proyek-proyek infrastruktur di Jambi antara tahun 2016 dan 2017.
Fakta yang paling memberatkan adalah Zola mengakui perbuatannya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Iya, saya salah, Yang Mulia," ucapnya saat itu. Bahkan, dalam kesaksiannya di sidang lanjutan kasus yang sama pada September 2025, Zola kembali mengakui bahwa uang pengesahan itu memang diberikan, dengan dalih untuk memastikan program-program pemerintah berjalan lancar.
"Ini kan dari 2017 ya, udah lama sekali," ujar Zola saat bersaksi terhadap kasus Suliyanti.
"Alasannya jika DPRD tidak mengesahkan RAPBD, maka tidak akan tersedia anggaran untuk pembangunan Provinsi Jambi. Saya tidak membenarkan itu. Tapi, (pilihan) itu harus saya ambil. Karena jika tidak maka masyarakat Jambi yang rugi," jelasnya.
Dalam nota pembelaannya, Zola mencoba memosisikan dirinya sebagai korban tekanan. Ia mengaku dipaksa oleh pimpinan DPRD untuk menyediakan uang tersebut.
"Saya bukanlah aktor utama di balik adanya tindak pidana ini. Karena kami eksekutif bukanlah pihak yang aktif melakukan penyuapan, tetapi selalu menghindarkan diri dari permintaan penyuapan dari para pimpinan DPRD," ungkapnya kala itu.
Atas perbuatannya, pada 6 Desember 2018, Zola divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun, hukuman yang paling relevan dengan ambisi politiknya adalah vonis tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik (hak politik)
"selama lima tahun setelah ia menjalani hukumannya," ujar Juru Bicara KPK saat itu, Febri Diansyah.
"Poin yang juga penting saya kira adalah selain jangka waktu pidana penjaranya tetapi tentang pidana pencabutan hak politik," kata Febri.
Celah Hukum untuk Comeback?
Di sinilah letak potensi drama politik-hukum menjelang Pilgub 2029. Frasa "setelah ia menjalani hukumannya" membuka ruang ambiguitas hukum yang bisa menjadi celah bagi Zola. Zola memang divonis 6 tahun, namun ia mendapatkan pembebasan bersyarat pada September 2022 setelah menjalani sekitar 4 tahun masa tahanan. Perbedaan interpretasi ini akan menentukan segalanya.
Skenario A, jika "menjalani hukuman" diartikan sebagai menyelesaikan masa hukuman penuh sesuai vonis, maka hukuman 6 tahun Zola baru berakhir pada Desember 2024. Dengan demikian, larangan hak politik selama 5 tahun akan berlaku sejak Desember 2024 hingga Desember 2029. Skenario ini akan membuatnya tidak memenuhi syarat untuk mendaftar di Pilgub 2029, yang proses pendaftarannya dimulai jauh sebelum Desember.
Skenario B, jika "menjalani hukuman" dianggap selesai saat ia bebas bersyarat pada September 2022, maka larangan hak politiknya akan berakhir pada September 2027. Skenario ini akan membuatnya memenuhi syarat untuk maju di Pilgub 2029.
Kelayakan Zola bukanlah sebuah kepastian, melainkan sebuah potensi sengketa hukum. Timnya kemungkinan besar akan mendorong tafsiran pada Skenario B, sementara lawan-lawan politiknya akan menggunakan Skenario A untuk menjegalnya di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Peta Politik Jambi 2029
Andai Zumi Zola berhasil melewati rintangan hukum, ia akan mendapati bahwa panggung politik Jambi bukanlah arena kosong yang menanti penyelamat. Provinsi ini telah diisi oleh figur-figur politik mapan dengan rekam jejak pemerintahan yang panjang dan basis massa yang riil. Jambi, dengan kata lain, tidak sedang mengalami krisis kepemimpinan.
Gubernur petahana, Al Haris, adalah figur sentral dalam politik Jambi saat ini. Kariernya menanjak secara berjenjang, mulai dari birokrat, lurah teladan, Bupati Merangin selama dua periode (2013-2021), hingga kini menjabat Gubernur Jambi untuk periode kedua. Rekam jejak ini menunjukkan pengalaman pemerintahan yang solid dan lengkap, kontras dengan karier Zola yang cemerlang namun terputus oleh kasus hukum.
Kekuatan politik Al Haris tak bisa diremehkan. Kemenangannya yang telak pada Pilgub 2024, dengan perolehan 1.092.823 suara atau 61,01%, membuktikan basis massanya yang sangat kuat. Posisinya sebagai Ketua DPW PAN Provinsi Jambi juga memberinya kendali penuh atas mesin partai di tingkat, sebuah keuntungan strategis yang signifikan.
"Ke mana arah dukungan Bang Haris, tentu akan menentukan arah politik Pilgub Jambi ke depan. Ini tak bisa diabaikan," jelas sumber internal PAN.
Selain Al Haris, ada sosok Romi Hariyanto, mantan Bupati Tanjung Jabung Timur dan Cagub Jambi 2024, yang telah membuktikan diri sebagai penantang tangguh Al Haris. Romi adalah politisi kawakan dengan pengalaman panjang sebagai Ketua DPRD Tanjung Jabung Timur selama tiga periode (2004-2015) dan Bupati selama dua periode (2016-2025). Kemampuannya meraih 698.265 suara (38,99%) sebagai penantang tunggal di Pilgub 2024 adalah modal elektoral yang sangat besar.
"Pertarungan sesungguhnya di Jambi mungkin bukan lagi antarpartai, melainkan pertarungan segitiga kekuasaan di dalam tubuh PAN itu sendiri," ujarnya.
Hasil Pilgub Jambi 2024
Calon Gubernur/Wakil Gubernur | Partai Pengusung Utama | Jumlah Suara | Persentase (%) |
Al Haris / Abdullah Sani | PAN, Golkar, PKB, Gerindra, PDIP, PKS, Demokrat, PPP | 1.092.823 | 61,01 |
Romi Hariyanto / Sudirman | NasDem | 698.265 | 38,99 |
Komposisi Kursi DPRD Provinsi Jambi 2024-2029
Nama Partai | Jumlah Kursi |
Partai Amanat Nasional (PAN) | 10 |
Partai Golongan Karya (Golkar) | 7 |
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) | 6 |
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) | 6 |
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) | 6 |
Partai NasDem | 5 |
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) | 5 |
Partai Demokrat | 5 |
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) | 5 |
Pilgub 2029 di Tangan DPRD
Di tengah spekulasi kembalinya Zola, muncul informasi bahwa Pilgub 2029 akan dilaksanakan secara tidak langsung, yaitu dipilih oleh anggota DPRD.
Pada Juni 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 memang mengubah desain pemilu serentak. Namun, putusan tersebut hanya memisahkan jadwal penyelenggaraan Pemilu Nasional (untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, anggota DPR, dan DPD) dengan Pemilu Daerah (untuk memilih Gubernur, Bupati/Walikota, dan anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota). Pemilu Daerah akan digelar 2 hingga 2,5 tahun setelah Pemilu Nasional.
Putusan MK ini tidak mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah. Pemilihan gubernur, bupati, dan walikota tetap akan dilaksanakan secara langsung oleh rakyat melalui Pilkada, bukan diserahkan kepada DPRD. Namun, wacana pilkada di DPRD ini menguat setelah DPR RI sepakat mengubah UU Pilkada.
"Semua fraksi sudah sepakat pemilihan kepala daerah di DPRD. Tapi, sepertinya hanya untuk pilgub. Untuk Pilkada kabupaten/kota tetap langsung," ujar salah satu anggota DPR RI dapil Jambi.
Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, pernah secara terbuka mengusulkan agar pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD melalui revisi UU. Narasi ini sangat menguntungkan bagi kandidat yang memiliki citra publik yang lemah atau cacat, namun punya koneksi kuat di tingkat elite partai.
Jika skenario ini terjadi, Zumi Zola adalah contoh sempurna dari profil ini. Baginya, melobi 55 anggota DPRD Jambi tentu jauh lebih mudah daripada harus meyakinkan jutaan pemilih yang masih mengingat jelas kasus korupsi yang menjeratnya.
Kembalinya Zumi Zola ke panggung politik Jambi adalah sebuah manuver canggih yang didukung oleh elite partai di tingkat pusat. Ia tidak kembali sebagai seorang individu yang sekadar mencari pengampunan, melainkan sebagai aset politik yang sedang coba direhabilitasi. Namun, jalannya dipastikan terjal dan penuh rintangan. Saat bebas bersyarat pada Mei 2023, Zola sendiri terkesan menjaga jarak dari politik.
"Semua itu jalan Tuhan. Semua itu saya serahkan kepada Allah, tapi saat ini saya hanya fokus kepada bisnis," katanya saat itu.
Beban masa lalunya, yakni vonis bersalah dalam kasus suap "ketok palu" dan gratifikasi, adalah ganjalan moral dan citra yang amat berat untuk dihapus dari memori kolektif publik.
Lebih dari itu, Zola harus menghadapi realitas bahwa lanskap politik Jambi telah berubah. Publik Jambi kini memiliki banyak pilihan yang jauh lebih baik, lebih bersih, dan lebih teruji.(*)
Add new comment