Korupsi Pupuk Subsidi Bungo: Tuntutan 8 Tahun, Vonis Jadi 4,5 Tahun

WIB
IST

Suasana di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi terasa tegang pada Selasa, 23 September 2025. Tiga pasang mata menatap lurus ke arah majelis hakim, menanti takdir hukum mereka diputuskan.

Mereka adalah Sri Sunarsih, Sujatmoko, dan Muhammad Subhan, trio terdakwa dalam skandal korupsi pupuk bersubsidi di Kabupaten Bungo yang merugikan negara miliaran rupiah dan mencekik para petani.

Ruang sidang Pengadilan Tipikor Jambi pada hari itu menjadi saksi bisu babak akhir dari drama hukum yang telah bergulir selama berbulan-bulan. Di kursi pesakitan, tiga terdakwa duduk dengan raut wajah yang sulit ditebak. Sri Sunarsih (SS), sang pengecer dari CV Abipraya yang disebut-sebut sebagai aktor utama, tampak lebih tegang dibandingkan dua rekannya. Di sampingnya, Sujatmoko (SM) dan Muhammad Subhan (MS), dua Aparatur Sipil Negara (ASN) yang seharusnya menjadi garda terdepan pengawasan, hanya bisa tertunduk pasrah.

Majelis hakim memulai pembacaan putusan. Poin demi poin pertimbangan dibacakan, mengupas kembali bagaimana pupuk yang seharusnya menjadi harapan petani justru diselewengkan untuk memperkaya diri. Ketegangan mencapai puncaknya saat hakim sampai pada amar putusan.

Satu per satu, hukuman dijatuhkan. Sri Sunarsih, yang dianggap memiliki peran paling dominan, divonis pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan. Sujatmoko, anggota tim verifikasi dan validasi, divonis pidana penjara selama 2 tahun. Muhammad Subhan, yang juga merupakan tim verifikasi, menerima vonis paling ringan, yakni 1 tahun dan 6 bulan penjara.

Seketika setelah vonis dibacakan, tak ada luapan emosi yang berlebihan dari para terdakwa. Mereka tampak berdiskusi singkat dengan tim penasihat hukum mereka. Ketika ditanya oleh majelis hakim mengenai sikap mereka atas putusan tersebut, jawaban yang diberikan seragam: "pikir-pikir". Sikap yang sama juga diambil oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).  

Sikap "pikir-pikir" yang diambil oleh jaksa dan terdakwa bukanlah tanpa alasan. Vonis yang dijatuhkan majelis hakim ibarat bumi dan langit jika dibandingkan dengan tuntutan yang diajukan JPU sebelumnya.

Jaksa, dalam tuntutannya, meyakini bahwa para terdakwa layak diganjar hukuman berat. Tuntutan yang mereka ajukan adalah Sri Sunarsih dituntut 8 tahun penjara, karena perannya dinilai paling dominan dalam mengatur skema korupsi ini. Sujatmoko dituntut 5 tahun penjara. M. Subhan dituntut 4 tahun penjara.

Perbedaan antara tuntutan dan vonis ini sangat signifikan, memunculkan istilah 'diskon' hukuman yang begitu besar.

TerdakwaPeranTuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)Vonis Majelis Hakim'Diskon' Hukuman
Sri SumarsihPengecer (CV Abipraya), Peran Dominan8 Tahun Penjara  4 Tahun, 6 Bulan Penjara  43.75%
SujatmokoTim Verifikasi & Validasi (ASN)5 Tahun Penjara  2 Tahun Penjara  60%
M. SubhanTim Verifikasi & Validasi (ASN)4 Tahun Penjara  1 Tahun, 6 Bulan Penjara  62.5%

Kronologi Lengkap Penyelewengan Pupuk Petani Bungo

Untuk memahami konteks vonis yang janggal ini, penting untuk menelusuri kembali perjalanan kasus dari awal. Skandal ini berakar pada praktik penyelewengan distribusi pupuk bersubsidi yang terjadi sepanjang tahun 2022 di Kabupaten Bungo.  

Pada tahun 2022, trio ini diduga kuat bersekongkol menyelewengkan total 1.256 ton pupuk bersubsidi. Rinciannya terdiri dari 240 ton pupuk Urea, 632 ton NPK, 80 ton pupuk organik, 144 ton pupuk ZA, dan 160 ton pupuk SP36. Pupuk yang seharusnya menyuburkan lahan para petani kecil ini justru dialihkan untuk keuntungan pribadi.  

Setelah melalui proses penyelidikan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bungo akhirnya bergerak. Pada Senin, 9 Desember 2024, Kejari Bungo menetapkan Sri Sunarsih, Sujatmoko, dan M. Subhan sebagai tersangka. Ketiganya langsung ditahan dan dijebloskan ke Lapas Kelas IIB Muara Bungo untuk mempermudah proses penyidikan. Sri Sunarsih diidentifikasi sebagai pengecer dari CV Abipraya, sementara Sujatmoko dan M. Subhan adalah ASN yang bertugas sebagai tim verifikasi dan validasi, posisi krusial yang mereka salahgunakan.

Tak terima dengan status tersangkanya, Sri Sunarsih mencoba melakukan perlawanan hukum. Ia mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Muara Bungo, menantang keabsahan penetapan tersangkanya oleh Kejari Bungo. Namun, upaya ini kandas. Pada Selasa, 31 Desember 2024, Hakim Tunggal Diana Retno Wati menolak seluruh permohonan praperadilan tersebut. Hakim menyatakan bahwa prosedur yang dilakukan Kejari Bungo sudah sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku.  

"Hasil sidang putusan menyatakan menolak seluruh dalil permohonan praperadilan atas penetapan tersangka Sri Sumarsih. Permohonan praperadilan ditolak untuk seluruhnya," tegas Diana dalam putusannya.

Kegagalan manuver ini menjadi penegasan bahwa bukti awal yang dikantongi jaksa cukup kuat, sekaligus membuka jalan lebar bagi kasus ini untuk melaju ke meja hijau.  

Persidangan pun bergulir di Pengadilan Tipikor Jambi. Prosesnya berjalan alot hingga pertengahan September 2025. Pertarungan argumen hukum antara jaksa dan tim penasihat hukum terdakwa mencapai puncaknya pada 15 September 2025, hanya sepekan sebelum vonis. Pada hari itu, jaksa menyampaikan replik (tanggapan atas pembelaan) dan dibalas dengan duplik (pembelaan terakhir) dari pihak terdakwa. Setelah adu argumen terakhir ini, nasib ketiganya berada sepenuhnya di tangan majelis hakim, yang kemudian menjatuhkan vonis kontroversial pada 23 September 2025.  

Modus 'RDKK Fiktif'

Bagaimana para terdakwa bisa menyelewengkan ribuan ton pupuk bersubsidi? Jaksa dalam persidangan berhasil membongkar modus operandi mereka yang sistematis dan licik.

Modus utama yang mereka gunakan adalah sebagai berikut :  

  1. RDKK Fiktif: Inti dari penipuan ini adalah penggunaan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) fiktif. Mereka diduga membuat data petani atau kelompok tani palsu, atau menggelembungkan kebutuhan pupuk dari petani yang ada. Dengan dokumen palsu inilah mereka menebus pupuk dalam jumlah besar dari distributor resmi seperti PT BDMU dan CV Tani Subur.  
  2. Penyaluran Ilegal dan Mark-up Harga: Pupuk yang didapat secara ilegal itu tidak disalurkan kepada petani yang terdaftar dalam RDKK. Sebaliknya, pupuk tersebut dijual kepada pihak-pihak yang tidak berhak dengan harga jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.  
  3. Pungutan Liar (Pungli): Tidak berhenti di situ, mereka juga diduga melakukan pungutan liar untuk biaya angkut, semakin menambah beban bagi siapapun yang membeli pupuk tersebut.  

Praktik korupsi ini bukanlah kejahatan kerah putih tanpa korban. Dampaknya dirasakan langsung oleh para petani kecil di Kecamatan Rantau Pandan dan Muko Muko Bathin VII. Mereka yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama dari program subsidi ini justru kesulitan mendapatkan pupuk. Kelangkaan dan harga yang melambung tinggi mengancam panen mereka, mempertaruhkan satu-satunya sumber penghidupan mereka.  

Putusan hakim yang ringan didasarkan pada serangkaian pertimbangan hukum. Analisis Pertimbangan Hakim Majelis hakim mendasarkan putusannya pada hal-hal yang memberatkan dan meringankan.  Hal yang Memberatkan, Hanya ada satu poin utama, yaitu perbuatan para terdakwa dinilai "tidak mendukung program pemerintah untuk pemberantasan korupsi". Ini adalah frasa standar yang sering digunakan dalam banyak putusan kasus korupsi.  

Hal yang Meringankan, Di sisi lain, ada beberapa poin yang dianggap meringankan, yaitu para terdakwa bersikap "kooperatif selama persidangan", "mengatakan yang sebenarnya", serta "mengakui dan menyesali perbuatan".  

Di sinilah letak persoalannya. Hakim tampaknya memberikan bobot yang sangat besar pada sikap kooperatif para terdakwa.

Di luar ruang sidang, ada dinamika lain yang jauh lebih eksplosif dan berpotensi mengubah seluruh narasi kasus ini. Muncul dugaan kuat bahwa ketiga terdakwa ini hanyalah operator lapangan dari sebuah jaringan kejahatan yang lebih besar.

Dugaan ini pertama kali diembuskan oleh Yanti, istri dari salah satu terdakwa. Dalam sebuah kesempatan, ia secara terbuka meminta jaksa untuk membongkar peran kelompok yang ia sebut sebagai "Rudi Cs". Menurutnya, kelompok yang beranggotakan Rudi, AP, FB, dan A ini diduga secara sistematis melakukan pemungutan uang atau pungli kepada seluruh penyalur pupuk bersubsidi di Kabupaten Bungo.  

"Tolong kepada Pak Jaksa bongkar kasus ini. Apa peran mereka dan untuk apa uang yang dipungut tersebut," katanya seperti dikutip dalam sebuah video.  

Tuduhan ini bukan isapan jempol belaka. Kasi Pidsus Kejari Bungo, Silfanus Rotua Simanullang, merespons isu ini dengan geram. Ia mengaku sudah mendengar desas-desus tersebut dan menegaskan pihaknya akan melakukan penyelidikan.

"Saya sudah dengar begitu saya menangani perkara yang pertama," ujarnya pada Mei 2025.  

Dengan vonis yang telah dibacakan, proses hukum di tingkat pertama memang telah selesai. Namun, pertarungan hukum yang sesungguhnya mungkin baru akan dimulai. Baik jaksa maupun tim penasihat hukum terdakwa kini berada dalam posisi siaga, memanfaatkan waktu 7 hari yang diberikan undang-undang untuk menentukan langkah selanjutnya.  

Dengan 'diskon' hukuman yang begitu besar, hampir dapat dipastikan jaksa akan mengajukan banding. Seorang anggota tim JPU memberikan komentar.

"Putusan itu mungkin saja bisa di bawah tuntutan, bisa saja di atas tuntutan, atau bisa serupa dengan tuntutan. Itu biasa... tapi kita untuk keputusan hari ini kita punya waktu 7 hari sebagaimana tadi juga disampaikan oleh majelis hakim kan, untuk menentukan sikap," ujarnya.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network