Polemik proyek pengembangan Bandara Depati Parbo di Kabupaten Kerinci senilai Rp 24 Miliar terus memanas. Terbaru, kasus ini rupanya telah dilaporkan ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Republik Indonesia oleh PT Bryan Bimantara Lestari. Laporan tersebut dilayangkan ke LKPP pada Maret 2024 melalui SP4N-LAPOR. Dalam laporannya, PT Bryan Bimantara Lestari membawa tuduhan serius mengenai dugaan kecurangan dalam proses tender.
Umardin, Direktur PT Bryan Bimantara Lestari, kepada tim Jambi Link dan Jambi Satu (media network Berita Satu), membenarkan informasi itu. Umardin menjelaskan bahwa perusahaannya telah melaporkan masalah ini pada awal Maret 2024.
“Kami telah melaporkan ke LKPP mengenai status Sertifikat Badan Usaha (SBU) pemenang tender, PT Putra Rato Mahkota, yang telah habis masa berlakunya. Namun, mereka tetap dimenangkan oleh Pokja Kementerian Perhubungan,” ujar Umardin.
Isi Laporan dan Dugaan Pelanggaran
Laporan yang diajukan PT Bryan Bimantara Lestari berfokus pada keabsahan dokumen yang diserahkan oleh PT Putra Rato Mahkota. Berdasarkan penelusuran, SBU PT Putra Rato Mahkota tidak ditemukan dalam sistem informasi konstruksi.
“Kami membuka website siki.pu.go.id untuk memeriksa SBU mereka. Hasilnya, data tidak ditemukan,” jelas Umardin.
Lebih lanjut, Umardin merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam Pasal 78, disebutkan bahwa jika peserta tender menyampaikan dokumen atau keterangan palsu, mereka bisa dikenakan sanksi berupa digugurkan dari tender, pencairan jaminan penawaran, dan daftar hitam selama dua tahun.
“Ini adalah pelanggaran serius yang harus ditindak tegas,” tegas Umardin.
Kecurigaan dan Kejanggalan Proses Tender
Kecurigaan terhadap PT Putra Rato Mahkota bukan hanya soal SBU. Umardin juga mempertanyakan mengapa proyek tersebut sudah berjalan, tapi status proyek di LPSE belum berkontrak.
“Di aplikasi LPSE Kementerian Perhubungan, proyek bandara Depati Parbo masih berstatus bintang satu, belum bintang dua. Statusnya berkontrak juga kosong. Tapi anehnya, pekerjaan sudah dimulai,” ungkap Umardin dengan nada heran.
Ia juga menyebutkan bahwa sesuai aturan pengadaan barang dan jasa, pemenang tender wajib diumumkan beserta kontrak yang telah ditandatangani.
“Kami kaget melihat proyek sudah berjalan padahal belum ada informasi kontrak resmi. Ini menambah daftar panjang kejanggalan dalam proses tender ini,” tambahnya.
Respons dan Tindakan Selanjutnya
Menanggapi laporan ini, LKPP diharapkan segera melakukan investigasi mendalam. Dugaan pelanggaran serius dalam proses tender ini harus ditindaklanjuti untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam pengadaan proyek pemerintah.
Sementara itu, pengusaha dan masyarakat Kerinci berharap agar kasus ini segera mendapatkan kejelasan.
“Kami ingin proyek ini berjalan dengan benar dan transparan. Jangan sampai ada permainan yang merugikan banyak pihak, terutama masyarakat Kerinci yang seharusnya mendapat manfaat dari pengembangan bandara ini,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Kasus ini menyoroti pentingnya integritas dan transparansi dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dengan adanya laporan ke LKPP, diharapkan ada tindakan tegas terhadap dugaan pelanggaran ini. Masyarakat Kerinci kini menantikan hasil investigasi dan kejelasan dari pihak berwenang.
Kasus proyek Bandara Depati Parbo menjadi pengingat akan pentingnya mengawasi dan memastikan setiap langkah dalam proses pengadaan dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Semua pihak berharap agar keadilan ditegakkan dan proyek ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi perkembangan daerah.(*)
Add new comment