Jika proyek Puskesmas Tamiai dinilai menyisakan sejumlah kejanggalan, maka kini hal serupa mulai tercium dari proyek lain di Kerinci, yakni tender Rehab Sedang Puskesmas Depati VII senilai Rp 2,9 miliar.
Tender ini berlangsung sejak 2 Juni 2025. Berakhir dengan penandatanganan kontrak pada 26 Juni 2025. Tercatat 27 perusahaan mendaftar. Hanya dua perusahaan yang benar-benar mengajukan penawaran.
Dan di sinilah narasi mulai terbentuk. Bukan dari siapa yang ikut, tapi dari siapa yang akhirnya ditetapkan sebagai pemenang. Dari dua perusahaan yang memasukkan penawaran, CV Yonetta Cahaya Kelbi Rp 2.866.602.693,87, dinyatakan gugur karena personil manajerial tak memenuhi syarat teknis. Lalu CV Ikhwan Putra menawar Rp 2.881.692.942,22 ditetapkan sebagai pemenang.
Perbedaan penawaran keduanya hanya sekitar Rp 15 juta. Pokja memilih penawaran yang lebih tinggi karena menganggap personil pesaing tak memenuhi syarat.
Berdasarkan validasi data LPJK dan dokumen tender yang kami telusuri, CV. Ikhwan Putra mencantumkan empat tenaga kerja inti. Namun, hanya satu yang memiliki kompetensi yang relevan langsung dengan pekerjaan rehabilitasi gedung kesehatan.
No | Nama Lengkap | Kode SKK | Jabatan | Status Kesesuaian |
---|---|---|---|---|
1 | AH | SI08 | Pelaksana Pintu Air | ❌ Tidak Relevan |
2 | AS | SI03 | Pelaksana Jalan & Jembatan | ❌ Tidak Relevan |
3 | NSB | SI08 | Pelaksana Jalan & Saluran Irigasi | ❌ Tidak Relevan |
4 | RR | SI01 | Pelaksana Lapangan Pekerjaan Gedung | ✅ Relevan |
Artinya, 3 dari 4 tenaga kerja inti yang diajukan memiliki kompetensi di luar pekerjaan bangunan gedung.
Bukankah proyek ini adalah rehabilitasi gedung kesehatan, bukan pembangunan jalan, jembatan, atau pintu air?
Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 secara jelas mengatur bahwa “Tenaga kerja konstruksi dalam proyek bangunan gedung harus memiliki sertifikasi kompetensi kerja sesuai klasifikasi pekerjaan bangunan gedung (SI01).”
Namun, dalam kasus ini, tidak ada tenaga kerja dengan SKK yang sesuai. Komposisi tim teknis tidak mencerminkan spesialisasi gedung. Nama-nama yang ada lebih dominan di bidang irigasi dan jalan. Jika merujuk pada regulasi, maka tim teknis untuk proyek seperti ini tak memenuhi syarat.
Idealnya, tim teknis harus memiliki kompetensi yang mencakup ahli struktur gedung, ahli arsitektur gedung, ahli K3 konstruksi dan pelaksana lapangan gedung.
Celakanya, komposisi personil CV Ikhwan Putra tampak lebih cocok untuk proyek saluran dan jalan lingkungan. Berdasarkan dokumen Model Dokumen Pemilihan (MDP) yang digunakan Pokja, disebutkan dalam BAB III huruf E poin 28.12 bahwa:
"Personil manajerial yang ditawarkan harus sesuai dengan klasifikasi pekerjaan yang dilelang."
Jika benar demikian, maka wajar kecurigaan publik langsung membumbung.
Apakah Pokja sudah benar-benar memverifikasi kesesuaian klasifikasi kompetensi para personil dengan proyek gedung kesehatan ini?
Jika CV pesaing digugurkan karena kekurangan teknis, lalu mengapa CV yang kompetensinya juga “menyamping” justru lolos dan ditetapkan sebagai pemenang?
Apakah evaluasi teknis dilakukan secara menyeluruh dan konsisten?
Apakah proses ini sudah mencerminkan prinsip seleksi obyektif dan proporsional, seperti yang diatur dalam Pasal 28 ayat (3) dan (12) Permen PUPR 14/2020?
Apakah kualitas dan integritas proses ini benar-benar mampu menghadirkan pembangunan yang bermutu?
Sebelumnya, proses tender proyek Rehab Sedang Puskesmas Tamiai juga menyisakan problem. Tender proyek yang didanai APBD Dinas Kesehatan Kabupaten Kerinci itu sempat diikuti 28 perusahaan. Sialnya, hanya tiga peserta yang benar-benar mengajukan penawaran.Akhirnya, CV. Zifran Nugraha ditetapkan sebagai pemenang. Perusahaan yang mencantumkan alamatnya di mukai mudik kecamatan siulak mukai Kerinci itu, menawar dengan harga Rp 2.878.944.524,11. Hanya turun tipis 0,72% dari HPS sebesar Rp 2,9 miliar.
Tapi, itu hanyalah problem kecil saja. Penelusuran tim Jambi Link di lapangan, justru menguak kejanggalan yang jauh lebih besar dan serius. Bahkan bisa berdampak hukum. Sebab, kejanggalan yang kami temukan berkaitan dengan potensi pelanggaran regulasi pengadaan pemerintah, terutama pada aspek teknis personil dan evaluasi sistem gugur.
Data yang kami rangkum dari LPJK Kementerian PU RI dan LPSE, menunjukkan bahwa CV Zifran Nugraha mencatatkan hanya 3 personil atau tenaga kerja inti perusahaannya. Mereka adalah DP, MRA dan TH. Temuan kami dari tiga personil yang diajukan, hanya satu yang terlacak memiliki SKK untuk pekerjaan bangunan gedung. Itu pun pada level paling dasar. Dua lainnya bahkan ditemukan tak relevan, bahkan tak terdata di sistem LPJK sama sekali.
Berikut detilnya.
DP memiliki SKK sebagai Pelaksana Lapangan Level 3. Level ini terendah. Kemudian MRA, SKK nya di bidang pemeliharaan sungai dan jembatan, bukan bangunan. Begitupula dengan TH tak tercatat di LPJK. Namanya muncul di dokumen, tapi tidak bisa ditelusuri riwayat atau kompetensinya.
Ini yang membuat publik bertanya-tanya, benarkah ini tenaga kerja riil?(*)
Add new comment