Sepanjang tahun 2025, Kabupaten Bungo Provinsi Jambi diguncang serangkaian polemik terkait tender proyek pemerintah daerah. Mulai dari pembangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) yang bermasalah, tender Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang janggal, tender Puskesmas hingga proyek infrastruktur seperti turap dan jalan lingkungan yang berakhir tragis. Tim Jambi Link dan Jambi Satu mencatat kronologi kasus-kasus tersebut, masalah hukumnya, serta reaksi publik dan langkah aparat penegak hukum dalam menanganinya.
Kisruh Tender Pustu
Masalah mencuat pertama kali pada tender pembangunan dua Pustu di Kabupaten Bungo yang dianggarkan tahun 2025. Pustu Kelurahan Bungo Taman Agung dan Pustu Kelurahan Rantau Makmur. Tender kedua proyek ini menuai sorotan karena dugaan pelanggaran prosedur dan keganjilan hasil lelang.
CV Abimanyu Jaya diumumkan sebagai pemenang tender Pustu Taman Agung. Polemik mencuat kala terungkap Sertifikat Badan Usaha (SBU) perusahaan itu kedaluwarsa saat tahapan evaluasi dan penetapan pemenang berlangsung.
Masa berlaku SBU CV Abimanyu Jaya habis pada 13 Juni 2025, tepat di hari terakhir masa upload penawaran. Seluruh tahapan krusial, mulai evaluasi (13–18 Juni) hingga pembuktian kualifikasi dan penetapan pemenang pada 19 Juni, berlangsung ketika SBU sudah tidak aktif.
Perpres No. 12/2021 dan Permen PUPR No. 14/2020 mewajibkan dokumen kualifikasi seperti SBU harus aktif sepanjang proses tender. Pelanggaran ketentuan ini semestinya menggugurkan peserta yang bersangkutan.
Anehnya, Pokja tetap meloloskan dan menetapkan CV Abimanyu Jaya sebagai pemenang meski dokumen legalitasnya cacat.
“Valid saat pendaftaran tidak berarti sah saat evaluasi. Kalau SBU-nya sudah mati, bagaimana mungkin bisa ditetapkan sebagai pemenang?” ujar salah satu sumber mempertanyakan keputusan Pokja saat itu.
Indikasi kecurangan semakin kuat karena dari 8 peserta lelang Pustu Taman Agung, hanya CV Abimanyu Jaya yang lolos evaluasi. Sementara 7 peserta lain digugurkan dengan alasan administratif yang terkesan sepele (misalnya tanda tangan hasil scan atau ketidakhadiran saat klarifikasi).
Dampak dari polemik tender Pustu ini membuat proses selanjutnya tersendat. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Kesehatan Bungo, Indra Kesuma, saat itu memilih menahan penandatanganan kontrak Pustu Taman Agung, karena khawatir konsekuensi hukum dari hasil tender yang cacat administrasi.
Hingga awal Juli 2025, PPK menegaskan belum meneken dokumen kontrak dengan CV Abimanyu Jaya.
"Sampai saat ini belum ada penandatanganan kontrak,” ujarnya pada 1 Juli 2025.
PPK Indra mengklaim sedang berkonsultasi paralel dengan Inspektorat Daerah, LKPP, serta Aparat Penegak Hukum (APH) sebelum mengambil keputusan final.
Akhir Juli, atau pekan lalu, PPK dikabarkan telah melakukan kontrak proyek dengan CV Abimanyu. Ari, Direktur CV Abimanyu saat dikonfirmasi membenarkan telah berkontrak.
"Sudah...," singkatnya.
Sayangnya, ia enggan berkomentar lebih lanjut. Sementara, PPK Indra Kesuma yang awalnya terbuka dan mudah dikonfirmasi, hingga berita ini diturunkan tetap memilih bungkam.
Tender proyek serupa, yakni Pustu Rantau Makmur di Kelurahan Rantau Makmur juga tak luput dari polemik. CV Reformasi Dua diumumkan menang untuk paket itu. Namun perusahaan ini diduga memiliki issue pada dokumen personel tenaga kerja yang disyaratkan.
Di kalangan pegiat anti-korupsi lokal, kasus ini mendapat atensi serius. LSM TEGAR (Transparansi & Etika Gerakan Rakyat) melalui Direktur Eksekutifnya, Erwin Munas, kala itu menilai kelolosan CV Abimanyu Jaya sebagai pemenang sudah cacat prosedural dan berpotensi masuk ranah pidana pengadaan.
TEGAR mendesak Bupati Bungo turun tangan.
“Kalau awal pemerintahan baru saja sudah dibiarkan seperti ini, bagaimana nasib proyek ke depan?” ujarnya, mengingatkan Bupati bahwa membiarkan awal yang buruk akan mengikis kepercayaan publik.
Polemik Berlanjut ke Tender Puskesmas (DAK)
Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo pada 2025 juga meluncurkan beberapa proyek pembangunan fisik puskesmas. Proyek-proyek ini meliputi pembangunan gedung baru dan rehabilitasi fasilitas kesehatan tingkat pertama. Tender proyek ini juga tak luput dari sorotan.
Dimulai dari tender proyek Pembangunan Gedung Puskesmas Air Gemuruh. Proyek bernilai HPS Rp 8,62 miliar ini dimenangkan CV Rizki dengan penawaran Rp 8,42 miliar. CV Rizki mengalahkan 52 peserta lain dan hanya unggul tipis sekitar Rp 199 juta (sekitar 2,3%) di bawah HPS. Bahkan selisih penawar terdekatnya hanya Rp 18 ribu, di mana pesaing terdekat tersebut akhirnya gugur karena dianggap “tidak memenuhi syarat” administrasi.
Lalu tender proyek Renovasi dan Penambahan Ruang Puskesmas Tanah Tumbuh. Bernilai HPS Rp 3,79 miliar, tender proyek ini awalnya diikuti CV Rizki yang menawar Rp 3,41 miliar (hemat Rp 384 juta dari HPS). CV Rizki ternyata digugurkan dalam evaluasi, dengan alasan tidak membawa surat dukungan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) asli dari pabrik saat pembuktian kualifikasi.
Tender ini akhirnya dimenangkan oleh CV Dua Putra dengan harga Rp 3,58 miliar. Akibat keputusan menggugurkan CV Rizki, penghematan anggaran yang diperoleh hanya sekitar Rp 211 juta, lebih kecil dibanding jika CV Rizki lolos (selisih efisiensi berkurang Rp 172 juta).
Paket pekerjaan konstruksi itu diumumkan bersamaan sebagai bagian dari tender perdana era Bupati baru Bungo (pasangan H. Dedy Putra, S.H., M.Kn – H. Bakri, gelar akrab Dedi-Dayat) pada awal Juni 2025.
Pelaksanaan tender-tender itu berlangsung pada Mei–Juli 2025 dengan metode lelang elektronik (LPSE) pascakualifikasi satu file. Meskipun proses administrasi terjadwal sesuai aturan, dalam evaluasi teknis dan kualifikasi muncul sejumlah kejanggalan kronologis yang dipertanyakan banyak pihak.
Kasus Puskesmas Air Gemuruh dan Tanah Tumbuh menjadi sorotan karena kedua tender dilaksanakan berdekatan dengan Pokja yang sama dan dokumen yang serupa, namun hasil akhirnya berbeda drastis. Pada proyek gedung Puskesmas Air Gemuruh, CV Rizki dinyatakan lulus semua tahap dan menang, sementara di proyek renovasi Puskesmas Tanah Tumbuh yang berjalan paralel, CV Rizki justru digugurkan karena alasan administrasi (kurang dokumen asli surat dukungan).
Padahal, kedua tender memiliki persyaratan teknis yang sejenis dan digelar hampir bersamaan. Perbedaan perlakuan ini menimbulkan pertanyaan “apa yang membedakan?” di benak publik dan peserta lelang lainnya. Apalagi, dari sisi harga penawaran, CV Rizki menawarkan harga jauh lebih efisien di Tanah Tumbuh (hemat Rp 384 juta) dibanding pemenang akhirnya.
Keanehan juga tampak pada hasil tender Puskesmas Air Gemuruh. CV Rizki menang dengan penawaran Rp 8.615.415.000, hanya Rp 18.000 lebih rendah dibanding penawar peringkat kedua. Selisih seremeh itu nyaris tak signifikan di proyek miliaran rupiah, namun justru menjadi penentu kemenangan.
Apalagi, peserta peringkat kedua tersebut digugurkan karena alasan administrasi yang tidak diungkap detail ke publik. Situasi ini memicu spekulasi agar CV tertentu menang dengan mengalahkan penawaran saingan tipis-tipis saja.
Kasak Kusuk Tender SPAM
Seolah melengkapi carut-marut pengadaan di Bungo, dua tender proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) juga menuai kritik tajam. Dua proyek SPAM yakni SPAM Desa Sungai Puri (Rp1,3 miliar) dan SPAM Desa Empelu (Rp2,1 miliar) terindikasi dijalankan dengan pola tidak wajar.
Masalah pertama adalah perubahan jadwal evaluasi tender secara mendadak. Sesuai jadwal awal, evaluasi penawaran kedua tender SPAM dijadwalkan berlangsung 13–19 Juni 2025. Namun, menjelang tenggat, Pokja tiba-tiba memperpanjang masa evaluasi hingga 24 Juni 2025 dan baru mengumumkan hasil tepat di hari tersebut, bahkan hanya sekitar satu jam sebelum batas akhir.
Alasan resmi Pokja: “evaluasi belum selesai”. Namun di kalangan kontraktor, alasan ini sulit diterima.
“Biasanya kalau molor paling 2–3 hari. Ini sampai 5 hari. Apa yang sebenarnya terjadi? Kalau alasannya teknis, kenapa tidak dijelaskan rinci? Atau ini cuma akal-akalan nunggu ‘kode’ pemenang?” ungkap sumber internal kontraktor yang curiga ada “skenario” di balik penundaan tersebut.
Keanehan kedua tampak pada Harga Perkiraan Sendiri (HPS) proyek yang nyaris sama persis dengan pagu anggaran. Data menunjukkan HPS SPAM Sungai Puri ditetapkan Rp1.259.997.000 dari pagu Rp1.260.000.000 (selisih hanya Rp3 ribu), dan SPAM Empelu HPS-nya Rp2.099.996.000 dari pagu Rp2.100.000.000 (selisih Rp4 ribu).
Selisih hanya Rp3.000–Rp4.000 ini terlampau presisi (hanya sekitar 0,0002%), suatu hal yang tidak normal dalam logika pengadaan. Pola ini memunculkan dugaan HPS sudah “diatur pas” dengan harga tertentu yang telah diskenariokan sebelumnya.
Fenomena lain adalah banyaknya jumlah penyedia yang mendaftar tapi hanya segelintir yang benar-benar memasukkan penawaran. Tercatat pada SPAM Sungai Puri ada 37 pendaftar namun hanya 6 yang mengajukan penawaran, sedangkan SPAM Empelu 34 pendaftar dengan 5 penawaran. Banyak peserta seolah hanya “meramaikan” pendaftaran tanpa niat menang, sehingga persaingan riil sangat terbatas.
Dua Proyek Turap Jumbo Tersorot
Tak hanya proyek Pustu dan SPAM, Bungo juga dilanda polemik dalam tender pembangunan turap beton (dinding penahan tanah) tahun 2025. Terdapat dua paket besar dengan total nilai mencapai Rp 23 miliar yang menjadi sorotan. Uniknya, kedua proyek turap ini dimenangkan oleh kontraktor dari luar Provinsi Jambi dan belakangan kualitas pekerjaannya dipertanyakan.
Pertama, proyek Turap Sepunggur (Kecamatan Tanah Sepenggal). Proyek rekonstruksi turap penahan tebing di Dusun Sepunggur, dengan nilai kontrak sekitar Rp16,93 miliar, dikerjakan oleh PT Dua Satu Konstruksi asal Bengkulu.
Tender proyek ini dilaporkan selesai dilaksanakan pada akhir 2024, bahkan sebelum tahun anggaran 2025 dimulai, menggunakan anggaran dana penanggulangan bencana di Bungo. PT Dua Satu Konstruksi sendiri membawa rekam jejak kontroversial. Tahun 2024 perusahaan ini memenangkan tender proyek pengaman pantai di Kabupaten Kaur, Bengkulu (Rp19,2 miliar) yang langsung digugat oleh peserta lain karena dugaan SBU tidak memenuhi syarat kemampuan dasar, hingga Pokja lelangnya dilaporkan ke Dirjen Bina Konstruksi atas tuduhan penyimpangan evaluasi dan manipulasi dokumen.
Meski demikian, di Bungo perusahaan ini kembali menang dengan metode tender penawaran terendah tanpa reverse auction, di tengah isu keterbatasan alat dan kemampuan dasar yang dipersoalkan. Hal ini memicu kekhawatiran, seakan proyek Sepunggur menjadi “pertandingan ulang” bagi kontraktor tersebut, sementara publik cemas apakah hasilnya kelak akan baik atau justru bernasib sama buruknya.
Kedua, proyek Turap Batu Kerbau (Kecamatan Pelepat). Proyek turap senilai Rp6,45 miliar di Dusun Batu Kerbau dimenangkan CV Bangun Sarana Cipta asal Padang. Kualitas proyek ini terbukti buruk, turap sudah ambruk padahal pekerjaan belum 100% rampung.
Dinding penahan yang baru dibangun roboh dan pecah-pecah seperti tumpukan blok retak. PPTK BPBD Bungo mengakui insiden ini akibat kelalaian kontraktor. Pengerjaan tak sesuai spesifikasi, timbunan lereng tidak dipasang semestinya, balok pengikat tidak memenuhi standar, sehingga konstruksi roboh dengan sendirinya (bukan karena faktor alam).
Kontraktor terpaksa memperbaiki kerusakan tersebut segera, namun reputasi proyek terlanjur tercoreng. Bahkan menurut catatan, CV Bangun Sarana Cipta pernah dikritik dalam proyek bronjong sungai di Padang (2023) karena kualitas batu dan ikatan yang buruk, sampai-sampai pembayaran proyek ditunda hingga diperbaiki. Kini kasus serupa terulang di Bungo, memicu kekecewaan warga setempat yang merasa proyek ratusan meter turap di desa mereka dibangun asal jadi.
Kedua proyek turap jumbo ini mendapat perhatian luas. Selain karena nilainya besar dan dikerjakan kontraktor luar daerah, waktunya pun dianggap kurang tepat. Pasalnya, proyek ditender menjelang akhir tahun 2024 dan mulai dikerjakan awal 2025 ketika kondisi keuangan daerah dikabarkan sedang "sakit" (defisit).
Kasus turap ini juga sampai ke ranah penegakan hukum. Masyarakat melaporkan kedua proyek tersebut ke Kejaksaan Negeri Bungo pada pertengahan 2025. Alasannya, kekhawatiran adanya penyimpangan dalam proses tender maupun pelaksanaan, apalagi satu proyek sudah roboh dan dinilai pemborosan uang negara. Laporan tersebut menambah daftar pekerjaan aparat hukum untuk menelusuri apakah ada tindak pidana korupsi atau kelalaian serius dalam proyek turap.
Di sisi lain, pihak pemerintah daerah berupaya meredam kegaduhan dengan klaim perbaikan. Kepala BPBD Kesbangpol Bungo, Zainadi, membenarkan bahwa turap Batu Kerbau mengalami kerusakan dan menegaskan kontraktor bertanggung jawab memperbaikinya karena proyek masih dalam masa pelaksanaan dan belum diserahterimakan.
Proyek Jalan Mangkrak
Satu lagi kisah kelam proyek APBD terkuak di tahun 2025. Pembangunan jalan lingkungan yang mangkrak dan akhirnya menyeret sanksi bagi kontraktornya. Proyek Jalan Lingkungan Paket II di daerah Sungai Lilin (Kecamatan Tanah Sepenggal) senilai sekitar Rp1,36 miliar dialokasikan melalui APBD Perubahan 2024 dan ditenderkan lewat LPSE Kabupaten Bungo.
Pemenang tendernya adalah CV Grand Indo Mandiri dari Kerinci, dengan nilai penawaran Rp1,344 miliar. Proyek ini seharusnya tuntas dalam 60 hari kerja di akhir 2024, mencakup peningkatan jalan lingkungan yang vital bagi warga Desa Sungai Lilin.
Faktanya, hingga batas akhir, pekerjaan tak kunjung selesai. Kontraktor gagal menuntaskan proyek sesuai kontrak (wanprestasi) sehingga jalan dibiarkan terbengkalai. Ironisnya, kontrak tidak pernah diputus secara resmi oleh Dinas PUPR Bungo.
Artinya, meskipun proyek berhenti di tengah jalan, secara hukum kontrak tersebut seolah masih berjalan. Akibat ketiadaan pemutusan kontrak resmi ini, seluruh skema sanksi dan kompensasi yang seharusnya berlaku tidak dapat dijalankan.
Berdasarkan temuan audit BPK RI atas LKPD Bungo 2024, Dinas PUPR selaku pemilik proyek dinilai lalai menindaklanjuti wanprestasi kontraktor sesuai ketentuan. Jaminan pelaksanaan sebesar Rp403,28 juta yang seharusnya disita untuk kas daerah justru dibiarkan hangus tanpa ditagih.
Demikian pula, denda keterlambatan sebesar Rp70,86 juta akibat molornya pekerjaan tidak pernah dihitung dan ditagihkan kepada kontraktor. Total, sekitar Rp474 juta potensi uang daerah menguap tanpa kejelasan.
Laporan BPK tersebut mengejutkan publik Bungo. Terjadi dua kerugian sekaligus, proyek jalan tidak tuntas sehingga masyarakat belum merasakan manfaatnya, dan pemerintah daerah gagal mendapatkan kompensasi finansial apa pun atas kegagalan kontraktor. Tingkat akuntabilitas pengelolaan proyek publik pun dipertanyakan – BPK menyebut hal ini mencerminkan bobroknya pengawasan internal di Pemkab Bungo.
Terkait temuan ini, BPK merekomendasikan Pemkab Bungo segera mengambil langkah korektif, mencairkan jaminan pelaksanaan yang masih bisa ditagih, menagih denda keterlambatan sesuai aturan, serta menjatuhkan sanksi pada pihak-pihak yang lalai.
Dinas PUPR Bungo mengklaim telah melakukan tindakan. Kabid Bina Marga, Dwi Herwindo, menyatakan kontrak proyek tersebut sudah diputus secara sepihak dan CV Grand Indo Mandiri sudah di-blacklist (dilarang ikut tender pemerintah).
Sanksi blacklist dari LKPP dilaporkan berlaku per 24 Juli 2025 dan akan berlangsung satu tahun sebagai konsekuensi kegagalan proyek ini. Namun, BPK menemukan tidak adanya dokumen resmi putus kontrak dalam berkas proyek, sehingga pernyataan PUPR dianggap janggal. Menurut aturan, pemutusan kontrak harus tertuang dalam dokumen supaya pencairan jaminan dan penagihan denda memiliki dasar hukum.
Temuan lain yang tak kalah menghebohkan adalah kabar beredar bahwa saat proyek berjalan, pihak CV Grand Indo Mandiri sempat beralasan tidak bisa membeli aspal karena menunggu kucuran dana dari “oknum penguasa” tertentu.
Pernyataan ini menyiratkan kemungkinan adanya “orang dalam” yang melindungi kontraktor sehingga merasa aman meski proyek gagal. Dugaan ini menambah lapis kecurigaan bahwa keterlambatan tindakan tegas mungkin disengaja untuk melindungi rekanan tertentu. Jika benar, tentu itu masuk ranah penyelewengan kekuasaan.
Reaksi Publik dan Langkah Aparat Penegak Hukum
Rangkaian skandal tender proyek di Bungo sepanjang 2025 telah memicu keprihatinan luas. Masyarakat dan tokoh lokal ramai-ramai menyuarakan kritik dan tuntutan perbaikan. Di media sosial bermunculan komentar pedas menyoroti integritas Pokja lelang.
“Pak Bupati, ini bukan soal proyek kecil-besar. Ini soal kepercayaan rakyat!” tulis seorang netizen, mengingatkan bahwa sekecil apa pun nilai proyek, kecurangan di awal pemerintahan baru akan berdampak besar pada kepercayaan publik.
Bupati Bungo yang baru, Dedy Putra – dilantik 26 Mei 2025 – langsung dihadapkan ujian berat menjaga transparansi pemerintahan. Banyak pihak mendesak Dedy mengambil sikap tegas, membersihkan Pokja dan ULP dari oknum bermasalah, serta memastikan tender-tender selanjutnya berjalan fair.
Dari sisi aparat penegak hukum, geliat pengusutan mulai tampak. Kejaksaan Negeri (Kejari) Bungo telah menerima laporan masyarakat terkait dugaan penyimpangan dalam tender proyek turap beton senilai Rp23 miliar. Masyarakat berharap Kejaksaan segera menelaah dokumen dan prosedur lelang proyek tersebut, termasuk kemungkinan adanya kolusi atau korupsi. Jika ditemukan bukti kuat, bukan tak mungkin kasus ini berkembang ke penyidikan resmi.(*)
Add new comment