Mantan Dirut PT Prosympac Agro Lestari, Wendy Hartanto, mengajukan praperadilan atas status tersangkanya dalam kasus korupsi kredit fiktif Rp105 miliar di Jambi. Kejati Jambi menegaskan penetapan tersangka sah dengan bukti permulaan cukup. Kasus ini menyeret jajaran direksi, komisaris, hingga oknum bank BNI.
***
Mantan Direktur Utama PT Prosympac Agro Lestari (PT PAL) Wendy Hartanto (WH) mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jambi untuk mempersoalkan penetapan dirinya sebagai tersangka kasus korupsi kredit fiktif senilai Rp105 miliar. Sidang praperadilan mulai digelar Kamis (21/8/2025) dengan agenda pembacaan permohonan.
Dalam permohonannya, WH melalui kuasa hukumnya berdalih bahwa sengketa antara PT PAL dan bank penyalur kredit merupakan ranah perdata wanprestasi, bukan pidana korupsi.
“Hubungan debitur dengan bank adalah hukum kredit. Macetnya pembayaran diselesaikan melalui proses hukum perdata, bukan serta merta dilakukan dengan proses hukum tindak pidana korupsi,” ujar penasihat hukum WH dalam persidangan.
Pihak WH menekankan kredit macet tak otomatis merugikan keuangan negara dan menyebut sudah ada putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT PAL dari Pengadilan Niaga Medan.
Dijelaskan pula bahwa dana pinjaman BNI tersebut antara lain dipakai untuk melunasi utang perusahaan di bank lain (CIMB Niaga) sebesar Rp 75,2 miliar, sehingga tidak dinikmati secara pribadi oleh WH. Atas dasar itu, WH meminta hakim menyatakan penetapan tersangka atas dirinya tidak sah dan batal demi hukum.
Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi selaku termohon menyatakan siap menghadapi gugatan praperadilan itu. Jaksa menegaskan penetapan tersangka sudah sesuai prosedur dengan bukti permulaan yang cukup.
“Kami terus mendalami dan mengembangkan kasus ini. Masyarakat harus ikut mengawal agar proses hukum berjalan transparan dan akuntabel,” tegas Kepala Kejati Jambi Hermon Dekristo, memastikan penanganan perkara kredit fiktif PT PAL tidak akan berhenti pada tiga tersangka awal.
Dari sisi penyidik, kasus ini dinilai memenuhi unsur korupsi karena terdapat rekayasa dokumen pengajuan kredit dan penyimpangan penggunaan dana kredit yang berujung pada pembobolan Bank BNI sebagai bank milik negara.
Penyidik Pidana Khusus Kejati Jambi pun menyebut telah mengantongi minimal dua alat bukti sah sesuai Pasal 184 KUHAP dalam menetapkan para tersangka.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Jambi Noly Wijaya mengungkap perhitungan kerugian negara akibat kredit fiktif ini mencapai Rp 105 miliar, sejalan dengan besarnya fasilitas kredit yang diselewengkan. Untuk memulihkan kerugian, jaksa telah menyita aset-aset PT PAL berupa satu pabrik kelapa sawit beserta enam bidang lahan seluas total 163.285 m², bangunan, serta mesin pengolahan sawit milik PT PAL di Muarojambi.
Kronologi Kasus dan Para Tersangka
Kasus korupsi ini berawal dari pemberian fasilitas Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja oleh Bank BNI kepada PT Prosympac Agro Lestari di Muaro Jambi pada tahun 2018–2019. PT PAL, yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, mengajukan kredit untuk pengembangan lahan dan pembangunan pabrik sawit.
Namun, menurut Kejati Jambi, para pengurus PT PAL diduga memanipulasi data dan dokumen persyaratan kredit serta menggunakan dana tidak sesuai peruntukan. Sehingga terjadi kredit macet dan pembobolan BNI senilai Rp 105 miliar. Temuan ini mulai diselidiki jaksa sejak 2024. Dan status kasus ditingkatkan ke penyidikan dengan sejumlah saksi serta ahli diperiksa.
Pada April 2025, Tim Pidsus Kejati Jambi menetapkan dan menahan tiga tersangka awal. Mereka adalah WH (Wendy Hartanto) selaku mantan Direktur Utama PT PAL, VG (Victor Gunawan) selaku Direktur Utama PT PAL aktif, dan RG selaku Branch Business Manager BNI Kantor Cabang Palembang.
Ketiganya ditetapkan tersangka pertengahan April 2025 (14–16 April) berdasarkan surat perintah Kajati Jambi, dan langsung ditahan 20 hari di Lapas Kelas IIA Jambi. RG diduga merupakan oknum pejabat bank yang berkolusi memuluskan pencairan kredit, sementara WH dan VG dari pihak perusahaan diduga bekerja sama merekayasa pengajuan kredit serta menyalahgunakan dana pinjaman.
Jaksa mengaitkan perbuatan para tersangka ini dengan pasal-pasal korupsi, yakni Primair Pasal 2 ayat (1) dan subsidair Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, mengingat adanya dugaan permufakatan jahat untuk merugikan keuangan negara.
Memasuki pertengahan 2025, penyidikan kasus PT PAL terus berkembang. Pada 24 Juni 2025, Kejati Jambi melakukan penyitaan pabrik dan lahan milik PT PAL di Desa Sidomukti, Muarojambi, sebagai barang bukti dan upaya asset recovery senilai ratusan miliar rupiah.
Selanjutnya, dua aktor baru dari pihak perusahaan ditetapkan sebagai tersangka tambahan. Pertama, BK (Begawan Kamto) selaku Komisaris Utama PT PAL sekaligus pemegang saham mayoritas perusahaan, ditetapkan tersangka dan ditahan pada 22 Juli 2025.
Kejati menyebut BK berperan mengetahui dan menyetujui proses pencairan kredit fiktif tersebut, bahkan diduga inisiator penggunaan dana tidak sesuai peruntukan. BK dikenal sebagai pengusaha terkemuka di Jambi dengan bisnis di sektor otomotif, perhotelan, dan perkebunan kelapa sawit, yang diduga turut menikmati keuntungan dari skandal kredit ini.
Tersangka berikutnya adalah AR, Komisaris PT PAL lainnya, yang resmi ditahan sebagai tersangka pada 29 Juli 2025. AR disebut berperan sentral selaku pemegang saham perusahaan yang terlibat langsung dalam pengurusan kredit di BNI. Penahanan AR dilakukan berdasarkan Surat Perintah Kajati Jambi Nomor TAP-610 tertanggal 29 Juli 2025, dengan masa tahanan 20 hari di Rutan Lapas Jambi.
Dengan penambahan BK dan AR, total lima tersangka telah dijaring dalam kasus ini, mencakup seluruh jajaran puncak PT PAL beserta oknum pejabat bank terkait. Hingga akhir Agustus 2025, kelima tersangka masih berstatus dalam penahanan Kejati Jambi untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Pihak Kejati menegaskan akan segera merampungkan berkas perkara para tersangka untuk dilimpahkan ke penuntutan dan persidangan Tindak Pidana Korupsi.
“Penyidik masih mendalami sejauh mana pola kolusi antara pihak perusahaan dan oknum bank dalam merekayasa kredit tersebut,” ujar Kajati Hermon Dekristo sebelumnya, sembari memastikan setiap pihak yang terlibat akan diusut tuntas tanpa pandang bulu.
Di sisi lain, upaya hukum WH melalui praperadilan menjadi sorotan publik Jambi karena menantang sahnya proses penyidikan kasus besar ini.
Kejati Jambi sendiri menyatakan proses hukum pokok perkara akan tetap berjalan.
“Penanganan perkara tetap dilanjutkan,” kata Kasi Penkum Noly Wijaya.(*)
Add new comment