SUNGAI PENUH – Kabar tak sedap menerpa dunia pendidikan di Kota Sungai Penuh. Sebuah perguruan tinggi swasta (PTS) di Kota Sungai Penuh itu kini tengah menjadi sorotan tajam.
Penyebabnya, menyeruak dugaan praktik amis dalam pengelolaan dana bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Tak tanggung-tanggung, angka kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp 2,5 miliar.
Informasi yang dihimpun, dana yang sejatinya diperuntukkan bagi mahasiswa kurang mampu itu diduga tak disalurkan sebagaimana mestinya. Melainkan "parkir" di tangan oknum-oknum tertentu. Dugaan penyelewengan ini disinyalir terjadi dalam kurun waktu tiga tahun anggaran, yakni 2023, 2024, dan 2025.
Sumber terpercaya menyebutkan, dugaan skandal ini melibatkan jejaring "orang kuat" yang memiliki pengaruh besar. Baik di lingkungan kampus maupun di pemerintahan. Tiga sosok sentral disebut-sebut berada di pusaran kasus ini dengan peran yang berbeda-beda.
Sosok pertama, sebut saja X, merupakan mantan petinggi di kampus itu saat kejadian berlangsung. Yang mengejutkan, X diketahui juga memegang jabatan publik strategis di pemerintahan daerah kala itu.
Sosok kedua, Y, diduga merupakan oknum bagian keuangan yang memegang kendali atas lalu lintas kas kampus.
Sementara sosok ketiga, Z, dikenal sebagai orang dekat X yang saat ini menduduki posisi struktural penting di salah satu dinas di Kota Sungai Penuh.
"Benang merahnya cukup terlihat. Ada dugaan relasi kuasa antara X sebagai pengambil kebijakan, Y di bagian teknis keuangan, dan Z yang memiliki peran strategis di lapangan," ungkap sumber itu.
Modus operandi yang dijalankan terbilang rapi namun menyayat hati para penerima manfaat.
Secara administratif, dana KIP bernilai miliaran rupiah tersebut tercatat "sudah dicairkan" dari kas negara. Laporan pertanggungjawaban pun disinyalir dibuat seolah-olah beres.
Namun, fakta di lapangan diduga berbanding terbalik. Sejumlah mahasiswa yang terdaftar sebagai penerima manfaat dikabarkan tak menerima hak mereka secara utuh. Hak mereka diduga ditahan, dipotong, atau bahkan tidak disalurkan sama sekali.
"Uangnya keluar dari negara, statusnya cair, tapi diduga berhenti di tengah jalan. Mahasiswa hanya dijadikan nama di atas kertas," tambah sumber itu.
Tim Jambi Link sudah berupaya mengonfirmasi ke pihak-pihak terkait, seperti X, Y, Z, namun tak direspon.
Jika dugaan ini terbukti benar, kasus ini masuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Para terduga pelaku bisa dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi (Tipikor).
Mengingat dana KIP bersumber dari keuangan negara (APBN), penyalahgunaan dana ini berpotensi melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor tentang perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri dan penyalahgunaan wewenang. Ancamannya pun tidak main-main, yakni pidana penjara maksimal 20 tahun atau seumur hidup.
Selain itu, jika terbukti ada manipulasi data penerimaan dana oleh mahasiswa dalam laporan pertanggungjawaban, pasal pemalsuan dokumen dalam KUHP juga bisa dikenakan.
Publik kini menanti langkah aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan "hilangnya" dana pendidikan kaum tidak mampu ini. Penegakan hukum yang tegas dinilai perlu dilakukan demi menyelamatkan integritas pendidikan di republik ini.(*)
Add new comment