JAMBI – Jaringan kartel narkoba yang beroperasi di wilayah Jambi dengan dalang utama berinisial Helen (HDK) beserta komplotannya kini berada di ambang proses hukum. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari kepolisian terkait kasus Helen dan jaringannya. Penangkapan Helen dan tujuh anggota komplotannya oleh tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Jambi mengungkap operasi tujuh lapak narkoba yang menghasilkan keuntungan sekitar Rp1 miliar per minggu dari Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi.
Asisten Intelijen Kejati Jambi, Nophy T Suoth, mengonfirmasi penerimaan SPDP tersebut. “Kejati baru menerima satu SPDP yang berisi pemberitahuan adanya dua tersangka,” ungkap Nophy pada Jumat (8/11/2024). SPDP ini memuat status tersangka terhadap Helen dan rekannya, Didin (DD). Sebagai tindak lanjut, Kejati Jambi telah menunjuk jaksa penuntut umum untuk mengawal proses hukum yang sedang berjalan.
Kasus jaringan narkoba Helen di Jambi pertama kali menjadi perhatian setelah viralnya video warga yang menggerebek salah satu lapak narkoba pada Juli 2023. Kejadian tersebut memicu penyelidikan mendalam yang dilakukan oleh tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Jambi. Setelah menjalani penyelidikan intensif, tim menangkap Didin pada awal Oktober 2024 di Jakarta Selatan. Pada 10 Oktober 2024, Helen sendiri akhirnya berhasil diringkus di kediamannya di Jakarta.
Sistem Operasional dan Peran Masing-Masing Anggota Kartel
Penelusuran menunjukkan bahwa jaringan Helen mengoperasikan sistem “lapak” yang berfungsi sebagai base camp peredaran narkoba di berbagai titik di Jambi. Setiap lapak atau base camp mampu mendistribusikan narkotika jenis sabu dalam jumlah besar, yaitu antara 500 hingga 1.000 gram per minggu. Menurut Wakil Kepala Bareskrim Polri, Irjen Pol Asep Edi Suheri, keuntungan dari hasil penjualan di lapak-lapak tersebut sebagian besar diberikan langsung kepada Helen. “Keuntungan sekitar 70 persen dari hasil penjualan diserahkan secara tunai kepada HDK, pemilik narkotika jenis sabu,” jelasnya.
Selama penggerebekan, tim gabungan berhasil mengamankan sejumlah barang bukti berharga yang menunjukkan aliran dana hasil bisnis narkoba tersebut. Di antara barang-barang yang disita terdapat tiga rumah dengan sertifikat hak milik senilai total Rp2 miliar, sebuah ruko senilai Rp2 miliar, empat kendaraan bermotor, satu unit speedboat, sejumlah perhiasan, dan rekening bank berisi dana hasil transaksi yang mencapai Rp590 juta.
Jejak Pencucian Uang: Total Perputaran Dana Mencapai Rp1,1 Triliun
Sekretaris Utama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Irjen Pol Alberd Teddy Benhard Sianipar, menyatakan bahwa jaringan Helen tidak hanya fokus pada perdagangan narkoba, tetapi juga menerapkan modus operandi yang kompleks untuk menyamarkan hasil kejahatan melalui pencucian uang. Berdasarkan hasil investigasi, aliran dana dari bisnis narkoba yang dikelola oleh jaringan Helen mencapai angka fantastis, yaitu sekitar Rp1,1 triliun selama periode 2010 hingga 2024.
"Modus operandi yang digunakan dalam pencucian uang melibatkan beberapa langkah, seperti penggunaan rekening bank dengan frekuensi setor-tarik tunai yang tinggi, penggunaan internet banking, dan buku tabungan yang dipegang langsung oleh pelaku," papar Alberd. Perputaran uang tersebut, meski saldo di rekening tampak kecil, menunjukkan intensitas transaksi yang signifikan.
Dalam proses pencucian uang, jaringan ini menyamarkan keuntungan bisnis narkoba dengan mengalirkannya ke berbagai kegiatan legal seperti bisnis pakaian, aksesoris handphone, serta pusat kebugaran (gym). “Hasil dari bisnis narkoba ini kemudian dipakai untuk biaya hidup, membeli aset-aset bernilai tinggi, dan membiayai operasional kartel mereka,” imbuh Alberd.
Tahap Lanjutan Proses Hukum dan Penyitaan Aset Jaringan Narkoba
Penangkapan tujuh tersangka dari jaringan Helen oleh Bareskrim Polri menjadi bagian dari langkah besar penegakan hukum terhadap sindikat narkoba di wilayah Jambi. Wakabareskrim Polri, Irjen Pol Asep Edi Suheri, menjelaskan bahwa dari tujuh tersangka, lima orang, termasuk Helen, kini berada di tahanan Bareskrim Polri, sementara dua tersangka lainnya, AY dan AA, ditahan di Polda Jambi.
Irjen Asep memaparkan peran masing-masing tersangka dalam jaringan tersebut. Helen diduga sebagai otak jaringan, dibantu oleh Didin sebagai tangan kanannya. Tersangka DS alias Tikui dan TM alias AK berperan sebagai koordinator lapak atau base camp, sedangkan tersangka MA adalah tangan kanan Tikui. Berdasarkan pengembangan kasus, polisi juga mengidentifikasi modus lain berupa pemanfaatan tempat tinggal di daerah Sengkati Gedang sebagai lokasi utama lapak, yang memungkinkan transaksi sabu dalam skala besar.
Polisi menyebutkan bahwa hasil penjualan sabu dari lapak-lapak tersebut memberikan keuntungan mencapai Rp500 juta hingga Rp1 miliar per minggu. Sebagian besar keuntungan ini dikirimkan kepada Helen untuk kemudian dialihkan ke rekening-rekening khusus atau digunakan untuk investasi aset bernilai tinggi.
Aset yang berhasil disita dalam penangkapan ini mencapai sekitar Rp10 miliar. Selain ruko dan rumah, Bareskrim juga menemukan beberapa barang bukti lain, termasuk speedboat, perhiasan, dan beberapa rekening bank dengan nominal besar. Namun, pihak kepolisian masih terus menelusuri potensi aset tambahan yang diduga merupakan hasil kejahatan.
Upaya Hukum dan Langkah Pencegahan di Masa Mendatang
Penangkapan Helen dan jaringannya diharapkan menjadi langkah preventif yang efektif dalam memutus rantai peredaran narkoba di Jambi. Wakabareskrim Polri, Irjen Asep, menyebutkan bahwa pengungkapan ini merupakan langkah awal dari serangkaian tindakan tegas yang akan dilakukan dalam menangani sindikat narkoba yang terorganisir. Ia menekankan pentingnya pendekatan hukum yang berkelanjutan untuk mengungkap jaringan di tingkat yang lebih luas dan sumber utama narkotika yang didistribusikan oleh sindikat tersebut.
"Penanganan jaringan ini baru tahap awal. Kami akan terus menelusuri jejak distribusi narkoba, mengidentifikasi jaringan pengedar yang berada di bawahnya, serta mengungkap sumber barang dari pemasok utama,” jelas Irjen Asep. Dengan langkah-langkah yang terus diperketat, diharapkan kasus ini dapat memberikan efek jera bagi jaringan narkoba lainnya yang beroperasi di Indonesia.
Keberhasilan Bareskrim Polri dan Polda Jambi dalam mengungkap jaringan ini mengindikasikan bahwa upaya intensif penanganan narkoba di Indonesia telah membuahkan hasil. Pihak Kejaksaan dan PPATK berjanji akan mengawal kasus ini hingga tuntas, memastikan setiap aset yang terkait dengan hasil kejahatan narkoba dapat disita dan dimanfaatkan untuk tujuan yang positif.
Dengan tertangkapnya Helen dan komplotannya, masyarakat Jambi berharap peredaran narkoba di wilayah mereka dapat berkurang secara signifikan. Penegakan hukum yang tegas serta sinergi antara kepolisian, kejaksaan, dan masyarakat diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari ancaman narkoba bagi generasi masa depan di Provinsi Jambi.(*)
Add new comment