Sejumlah wartawan dihalangi aparat kepolisian saat liputan kunjungan kerja Komisi III DPR RI ke Polda Jambi, 12 September 2025. Organisasi pers seperti PFI, IJTI, dan AJI mengecam keras tindakan ini sebagai ancaman terhadap kebebasan pers. Polda Jambi minta maaf dan menegaskan tidak ada niat menghalangi tugas jurnalistik.
***
Insiden terjadi dalam kunjungan kerja Komisi III DPR RI ke Polda Jambi pada Jumat, 12 September 2025, saat sejumlah wartawan dihalangi oleh aparat kepolisian ketika hendak melakukan wawancara doorstop dengan anggota dewan usai pertemuan tertutup
Pihak Polda Jambi melalui Kepala Bidang (Kabid) Humas Kombes Pol Mulia Prianto telah menyampaikan permintaan maaf atas kejadian tersebut dan menegaskan tidak ada niat menghalangi tugas jurnalistik. Di sisi lain, organisasi wartawan mengecam tindakan penghalangan liputan ini sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan pers.
Kunjungan kerja Komisi III DPR RI di Mapolda Jambi pada 12 September merupakan kunjungan spesifik dalam rangka evaluasi pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di wilayah Polda Jambi.
Pertemuan digelar secara tertutup di Gedung Siginjai, Mapolda Jambi, dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI Sari Yuliati dan diikuti Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H. Siregar beserta jajaran pejabat utama Polda, serta perwakilan dari Kejaksaan Tinggi dan Pengadilan Tinggi Jambi. Rombongan Komisi III tiba sekitar pukul 10.15 WIB dan langsung melakukan rapat internal bersama aparat penegak hukum setempat di aula Mapolda Jambi.
Awalnya, pihak Humas Polda Jambi sempat menjanjikan akan ada sesi wawancara cegat (doorstop) bagi awak media setelah rapat Komisi III tersebut. Namun sekitar pukul 13.10 WIB, rencana doorstop mendadak dibatalkan oleh Humas Polda Jambi.
Sebagian wartawan yang meliput akhirnya meninggalkan lokasi, tetapi tiga orang jurnalis – masing-masing dari Detik.com, Kompas.com, dan Jambi TV – memilih bertahan menunggu di lobi Mapolda Jambi untuk mendapat keterangan langsung.
Salah satu wartawan (dari Kompas.com) bahkan sudah berada di Mapolda sejak pukul 10.00 WIB. Ia menanti hingga enam jam lamanya demi dapat mewawancarai para anggota dewan mengenai isu reformasi kepolisian serta perkembangan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.
Sekitar pukul 16.00 WIB, rombongan Komisi III DPR RI selesai rapat. Satu per satu mereka mulai keluar dari ruang pertemuan Gedung Siginjai. Wartawan yang menunggu di lobi berupaya melakukan doorstop dengan menemui beberapa anggota DPR yang pertama tampak keluar ruangan. Namun, sejumlah anggota Bidang Humas Polda Jambi langsung menghadang dan melarang wartawan melakukan wawancara. Para wartawan bahkan didorong agar menjauh dari rombongan anggota dewan tersebut.
Seorang petugas Humas sempat mengatakan kepada para jurnalis, “Tidak ada doorstop, nanti ada rilis dari Humas,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa keterangan untuk media akan disampaikan via rilis resmi.
Para wartawan mencoba menjelaskan bahwa mereka memiliki pertanyaan mendalam terkait isu penting (seperti reformasi Polri) yang perlu ditanyakan langsung, dan tidak bisa hanya mengandalkan keterangan tertulis Humas semata.
“Beda, Bang, kami kan sudah siapkan pertanyaan sendiri, tidak hanya ikut berita humas saja,” ujar salah satu wartawan menjelaskan kepada petugas polisi.
Kendati demikian, polisi tetap tak mengizinkan wawancara berlangsung. Tiga anggota DPR RI pertama yang keluar pun berlalu tanpa sempat memberikan pernyataan apa pun kepada media. Tak lama berselang, rombongan kedua anggota Komisi III meninggalkan ruang rapat menuju lobi, dan kembali upaya wartawan untuk mewawancarai mereka dihalangi petugas. Wartawan tak diberi celah untuk bertanya hingga rombongan kedua tersebut memasuki area lobi utama Polda.
Terakhir, rombongan Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H. Siregar bersama Wakil Ketua Komisi III Sari Yuliati dan anggota DPR lainnya keluar dari Gedung Siginjai. Begitu wartawan mendekat sambil menyalakan kamera untuk mengajukan pertanyaan, sejumlah anggota Humas Polda serta personel Provost (Propam) langsung menghadang.
Para wartawan kembali didorong menjauh dari rombongan Kapolda dan Komisi III. Melihat situasi tersebut, Kabid Humas Polda Jambi Kombes Mulia Prianto justru mengarahkan Kapolda dan para anggota dewan agar tidak melalui lobi utama – tempat para wartawan menunggu – melainkan keluar lewat pintu belakang Mapolda.
Menyadari para narasumber akan dialihkan jalurnya, para wartawan berusaha menghampiri, namun sejumlah petugas Humas dan provost kembali menghadang secara fisik. Para jurnalis sama sekali tidak diberi ruang, bahkan untuk melontarkan satu pertanyaan sekali pun.
Kapolda Jambi Irjen Krisno Siregar tampak hanya tersenyum dan tak memberikan tanggapan apa pun ketika melewati kerumunan wartawan yang dihalangi tersebut. Rombongan Komisi III DPR RI kemudian meninggalkan Mapolda Jambi untuk bertolak ke bandara sore itu menuju Jakarta. Tanpa satu pun pernyataan berhasil diperoleh wartawan dari kegiatan kunjungan tersebut.
Insiden ini sempat memicu perdebatan di lokasi antara wartawan dan petugas Bidhumas Polda Jambi yang dianggap menghambat tugas jurnalistik peliputan kunjungan kerja tersebut.
Menanggapi insiden yang terjadi, Kabid Humas Polda Jambi Kombes Pol Mulia Prianto menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf. Mulia menegaskan bahwa sama sekali tidak ada unsur kesengajaan dari pihak kepolisian untuk menghalangi kerja para wartawan.
“Saya minta maaf jika kejadian tadi membuat teman-teman wartawan tidak nyaman,” ujarnya dalam pernyataan resmi.
Ia menjelaskan bahwa pada awalnya Polda Jambi memang telah merencanakan sesi wawancara cegat bagi media dalam kunjungan Komisi III tersebut, seperti prosedur biasa setiap kali ada kunjungan pejabat.
Namun, rencana tersebut batal dilaksanakan karena situasi di lapangan yang tidak memungkinkan dan keterbatasan waktu. Kombes Mulia Prianto memaparkan bahwa setelah rapat tertutup selesai, agenda dilanjutkan dengan makan siang dan diskusi internal di gedung utama Mapolda.
Rombongan Komisi III DPR RI juga sudah harus bergegas ke bandara Jambi untuk kembali ke Jakarta pada sore harinya, sehingga waktu yang tersedia bagi sesi doorstop menjadi sangat sempit.
“Waktunya ternyata sangat mepet sekali. Setelah rapat selesai, dilanjutkan makan siang dan diskusi internal di gedung utama. Rombongan Komisi III DPR RI juga harus ke bandara untuk kembali ke Jakarta,” jelas Mulia Prianto mengenai alasan batalnya sesi wawancara dengan media tersebut.
Ia kembali menekankan tidak ada niat dari jajarannya untuk menghambat tugas peliputan wartawan, dan permintaan maaf disampaikan atas ketidaknyamanan yang dialami rekan-rekan jurnalis di lapangan.
Insiden penghalangan wartawan ini mendapat sorotan tajam dari kalangan organisasi profesi jurnalis. Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jambi secara tegas mengecam tindakan oknum personel Polda Jambi yang menghalangi dan melarang wartawan melakukan wawancara cegat (doorstop) saat kunjungan Komisi III DPR RI tersebut.
Ketua PFI Jambi Irma Tambunan menyesalkan sikap aparat kepolisian yang tidak mengizinkan wartawan menjalankan tugasnya. Ia mengingatkan bahwa wawancara cegat adalah bagian dari tugas wartawan, di mana jurnalis berhak mengajukan pertanyaan dan narasumber berhak menjawab ataupun menolak untuk menjawab.
“Menghalang-halangi kerja jurnalistik tidak dapat dibenarkan,” tegas Irma Tambunan mengkritik insiden tersebut.
Senada dengan itu, Ketua IJTI Jambi Andrianus Susandra juga menyatakan sikap mengecam keras upaya menghalang-halangi tugas jurnalistik oleh oknum Humas Polda Jambi. IJTI Jambi menyayangkan terjadinya tindakan tersebut dan mendesak agar ada pernyataan maaf secara terbuka dari kepolisian atas penghadangan yang dialami wartawan saat liputan.
IJTI juga menegaskan agar tindakan serupa tidak terulang lagi di Provinsi Jambi.
“Setiap bentuk penghalangan (kerja wartawan) merupakan pelanggaran hukum sekaligus ancaman terhadap kebebasan pers,” ujar Andrianus, mengutip jaminan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang melindungi aktivitas jurnalistik.
Organisasi tersebut mengingatkan bahwa apabila dalam insiden seperti ini terbukti ada perusakan alat kerja atau bahkan kekerasan fisik terhadap jurnalis, maka pelakunya harus diproses sesuai hukum yang berlaku.
Sikap kecaman serupa disuarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi. Ketua AJI Jambi Suwandi “Wendy” menyatakan bahwa tindakan polisi yang menghalangi wartawan meliput kunjungan Komisi III DPR RI di Mapolda Jambi adalah bentuk pengekangan terhadap kemerdekaan pers.
“Penghalangan kerja jurnalistik adalah bentuk pembungkaman terhadap pers,” kata Suwandi Wendy dalam pernyataan resminya.
Wendy menegaskan, sebagai aparat penegak hukum, polisi seharusnya patuh terhadap UU Pers No. 40/1999 dan tidak menghalangi aktivitas peliputan yang dilakukan wartawan.
AJI Jambi juga menyoroti bahwa aksi penghalangan liputan ini berlangsung di hadapan Kapolda Jambi dan Wakil Ketua Komisi III DPR Sari Yuliati, yang menurut Wendy “hanya tersenyum dan tidak melakukan tindakan” apapun saat melihat para wartawan dihambat melakukan tugasnya.
Selain mengecam insiden di Mapolda, AJI Jambi turut mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas berbagai kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis di Jambi. Dalam rilisnya, AJI mengingatkan kembali peristiwa kerusuhan pada 30 Agustus 2025 dini hari, di mana sekelompok oknum sempat mengancam keselamatan 10 jurnalis yang tengah meliput aksi demonstrasi – bahkan sebuah mobil milik wartawan dilaporkan dibakar dalam insiden tersebut.
AJI Jambi menuntut agar pihak kepolisian serius menindak pelaku dan mencegah terulangnya ancaman serupa, serta menjamin keamanan jurnalis saat menjalankan profesinya.(*)
Add new comment