Proyek irigasi Rp7,02 Miliar oleh CV Buana Nusantara Sakti bermasalah. Audit BPK 2025 temukan HPS tidak valid, pekerjaan fiktif, hingga mark up pintu air. Potensi kerugian negara Rp1 miliar.
***
Proyek Pembangunan Jaringan Irigasi Terintegrasi D.I.R. Teluk Dawan (DAK Penugasan) ini ditenderkan dengan metode tender umum pascakualifikasi satu file sistem gugur. Awalnya tercatat 23 peserta turut serta. Namun hanya dua perusahaan yang benar-benar memasukkan penawaran. Yang lainnya seperti boneka.
CV Buana Nusantara Sakti (BNS) dengan penawaran Rp 6,95 miliar. Dan CV Putra Tunggal dengan penawaran jauh lebih rendah, Rp5,62 miliar. Hasil evaluasi Pokja terungkap bahwa CV Putra Tunggal menggunakan dokumen sewa excavator dari PT Ponjen Mas. Namun alat tersebut ternyata sudah diprioritaskan untuk CV Buana Nusantara Sakti. Fakta ini tercatat dalam Berita Acara Klarifikasi Pokja tanggal 23 Maret 2024.
Akhirnya, Pokja menetapkan CV Buana Nusantara Sakti sebagai pemenang dengan kontrak Rp 6,95 miliar.
Proyek ini resmi dikerjakan CV BNS berdasarkan Kontrak Nomor 12/SPK/SDA/DAK/DPUPR-TJT/2024 tanggal 23 April 2024 senilai Rp 6.949.667.000. Dengan masa kerja 240 hari kalender (23 April–18 Desember 2024).

Dalam pemeriksaan dokumen pengadaan, kontrak, pembayaran, serta uji fisik pada 28 Februari 2025, BPK RI mencatat dua persoalan besar. Pertama, HPS Tidak Valid. BPK menemukan PPK tidak memiliki dokumen penyusunan dan penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk item pintu air.
"Nilai HPS ditetapkan hanya berdasar engineering estimate konsultan perencanaan dan perbandingan standar harga barang," tulis BPK RI di dokumen hasil auditnya.
Harga pintu air yang tercantum dalam HPS jauh lebih tinggi dari harga riil. HPS menetapkan pintu air primer Rp 75.000.000. Sementara hasil konfirmasi tim BPK RI ke PT ATL hanya Rp 45.000.000.
Pintu air sekunder dihitung Rp 46.193.100. Padahal, menurut BPK RI, harga riil Rp 17.500.000.Artinya, terdapat markup signifikan dalam penyusunan HPS yang tak bisa dipertanggungjawabkan.
BPK juga menemukan pelaksanaan pekerjaan senilai Rp1.000.105.121,26 tidak sesuai dengan kontrak.
Temuan ini menunjukkan adanya item pekerjaan yang dilaksanakan tidak sesuai spesifikasi teknis maupun volume dalam dokumen kontrak.
Audit BPK atas dokumen kontrak, foto dokumentasi pekerjaan, nota pembayaran, hingga konfirmasi dengan UPTD Laboratorium Provinsi Jambi dan Bengkel AS (produsen pintu air) mengungkap fakta mencengangkan.
Item Tidak Sesuai. Pekerjaan kantor direksi keet dan papan nama proyek berbeda dengan yang dibayarkan, selisih Rp14,39 juta. Biaya Laporan dan Dokumentasi. Termasuk uji laboratorium, nilainya tak sesuai pembayaran, selisih Rp5,16 juta. Tumpang Tindih Biaya Tenaga Kerja. Pekerjaan galian saluran primer dan sekunder tercatat dobel, selisih Rp21,55 juta.
Mark Up Pintu Air. Temuan paling serius. Harga pintu air primer dan sekunder dalam kontrak jauh lebih tinggi dibanding harga riil di bengkel. Kontrak pintu air primer Rp93,2 juta/unit, sekunder Rp40 juta/unit. Harga riil primer Rp30 juta/unit, sekunder Rp9 juta/unit. Selisih total, Rp1,439 miliar lebih.
Selain itu, BPK mencatat pekerjaan pintu air tidak sesuai kontrak. Tumpang tindih pembetonan dan pembesian, tidak ada pemasangan bata mortar, serta alat pemasangan yang seharusnya digunakan (trackle/tripod) tidak ditemukan di lapangan.

BPK menegaskan, total kelebihan pembayaran akibat kekurangan volume dan pekerjaan tak sesuai spesifikasi mencapai Rp 1 miliar.
Angka Rp 1 miliar bukan sekadar selisih administratif. BPK menilai ini merupakan bentuk kelebihan bayar yang berpotensi merugikan keuangan negara, apalagi dana proyek bersumber dari APBD.
Dengan kondisi ini, publik menilai proyek irigasi Teluk Dawan sarat masalah sejak awal. Dari proses tender yang tidak kompetitif (hanya dua peserta mengajukan penawaran dari 23 terdaftar), penetapan pemenang dengan harga nyaris sama dengan HPS, hingga pelaksanaan yang menyisakan pekerjaan fiktif dan markup harga mencolok.
Hingga berita ini diturunkan, manajemen CV Buana Nusantara Sakti tak memberikan tanggapan saat dikonfirmasi.
Proyek yang sejatinya ditujukan untuk membantu petani agar sawah tidak tergenang justru menyisakan dugaan praktik penyimpangan. Fakta pintu air dihargai tiga kali lipat dari harga riil menegaskan perlunya investigasi lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.
Maka PPK, kontraktor pelaksana, hingga pihak terkait dalam proses tender bisa dimintai pertanggungjawaban hukum atas potensi kerugian negara yang muncul.(*)
Add new comment