Dua proyek turap beton senilai total Rp 23 miliar di Kabupaten Bungo dipercayakan ke dua kontraktor luar Jambi. Satu dari Bengkulu. Satu lagi dari Padang. Tapi, keduanya punya satu kesamaan, pernah dikritik karena mutu pekerjaan. Bahkan, satu proyek mereka itu… roboh sebelum selesai.
Itu fakta.
Turap di Dusun Sepunggur dikerjakan PT Dua Satu Konstruksi dari Bengkulu. Nilai kontraknya jumbo, Rp 16,93 miliar. Sementara turap di Dusun Batu Kerbau dipercayakan kepada CV Bangun Sarana Cipta dari Padang. Dengan nilai kontrak Rp 6,45 miliar.
Dan turap yang terakhir itu, beberapa waktu lalu sudah ambruk. Ya. Ambruk sebelum 100% rampung. Dinding turap hancur lebur. Mirip blok retak yang disusun asal.
“Itu akibat kelalaian kontraktor,” kata PPTK proyek dari BPBD Bungo, beberapa waktu lalu. Ia mengaku pekerjaan tak sesuai spek. Pengisi lereng tidak dipasang, balok retak, pengikat dinding tak sesuai, dan... robohlah semuanya.
Kontraktor saat ini sedang memperbaiki. Tapi rakyat sudah telanjur geleng-geleng.
CV Bangun Sarana Cipta memang bukan pertama kali dikritik. Di tahun 2023, mereka juga mengerjakan proyek bronjong Sungai Batang Jirak di Padang. Hasilnya, batu bronjong terlalu kecil, tidak terikat kuat, proyek disebut tak sesuai standar.
Satker pun menolak membayar sebelum diperbaiki. Sudah dua kali? Lalu, siapa yang masih percaya?
Sementara PT Dua Satu Konstruksi, yang kini menggarap turap Sepunggur, juga punya riwayat kelam.
Tahun lalu, mereka memenangkan proyek pengaman pantai di Kabupaten Kaur, Bengkulu senilai Rp 19,2 miliar. Tapi kemenangan itu langsung digugat peserta lain. Masalahnya, SBU mereka dianggap tidak memenuhi nilai kemampuan dasar. Pokja BP2JK Bengkulu pun dilaporkan ke Dirjen Bina Konstruksi. Tuduhannya serius, penyimpangan evaluasi, pelanggaran aturan, bahkan diduga ada manipulasi dokumen subkon.
Kini perusahaan itu menang lagi. Di Bungo. Dengan sistem harga terendah. Tanpa reverse auction. Di tengah isu keterbatasan alat dan kemampuan dasar yang dipersoalkan.
Rasanya, proyek ini seperti pertandingan ulang. Tapi penontonnya lebih cemas, akan roboh juga kah yang di Sepunggur?
Yang lebih miris, dua proyek jumbo ini ditenderkan sebelum tahun anggaran 2025 dimulai. Tender rampung akhir 2024. Proyeknya dibiayai oleh dana penanggulangan bencana.
Di saat keuangan daerah sedang “sakit”, dua proyek miliaran ini tetap jalan. Bahkan diperebutkan oleh kontraktor luar. Sementara kontraktor lokal, yang menurut pelaku usaha di Bungo, justru banyak digugurkan. Ada yang cuma kalah karena tak bisa menyodorkan bukti kepemilikan truk molen.
Sudah begitu, dua proyek ini sekarang dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Bungo oleh masyarakat. Alasannya, kekhawatiran adanya penyimpangan, proyek yang roboh, dan ketidaktepatan penggunaan uang negara.
Yang dibutuhkan saat ini bukan hanya perbaikan fisik. Tapi pengawasan ekstra. Karena jika yang dikerjakan asal jadi, maka yang rusak bukan cuma beton. Tapi kepercayaan publik.(*)
Add new comment